6,1 - hey aisya

463 99 19
                                    



DYLAN berguling.

"Ayo dong, Lan. Kamu baru jalan lima menit dan udah minta istirahat dua kali. Lama-lama aku pulang aja, nih," gadis itu melempar punggung Dylan dengan guling.

Dylan mendesis. Laptop di atas tempat tidurnya menyala, dan gadis itu melotot karena Dylan berusaha kabur dari kegiatan hari ini. Semalam Dylan menelepon, dia minta bantuan supaya gadis itu berkenan datang untuk memberinya motivasi dan semangat. Kendati Dylan adalah tipe orang yang mudah terdistraksi kalau sudah persoalan studinya. Nyatanya, Dylan sekarang uring-uringan karena Aisya, gadis itu mengomel sebab Dylan terlalu banyak minta istirahat daripada benar-benar merevisi skripsinya.

"Lan, Tuhan tuh nggak ngasih cobaan yang lebih berat dari apa yang bisa kamu hadapi," Aisya menepuk pundak Dylan, lalu menyambar ponsel dari tangan pemuda itu. "Selama aku di sini, nggak boleh main HP."

"Sya, itu temen gue barusan nge-chat.."

"Chat-nya nanti aja!" Aisya menolak mentah-mentah.

Dylan mengerjap, "Ya udah, gue garap bab empat, tapi kalau nanti HP gue bunyi, lo angkat ya? Jangan dicuekin. Siapa tau telepon penting."

"Oke."

Dylan nyengir. "Sya, bawain gue cemilan sama minum dong. Gue nggak bisa nih, garap kalau mulut gue diem."

"Pantes pipi kamu segede bakpao," Aisya beringsut turun dari kasur. Meski mengejek Dylan, gadis itu tetap saja menuruti permintaan Dylan.

Aisya berjalan ke dapur, membuka lemari dan mencari cemilan. Tidak ada. Tangannya bergeser ke kulkas. Tidak ada buah yang bisa dipotong atau makanan ringan untuk dikunyah. Aisya membuka lemari lagi, ada sebungkus premiks brownies kukus. Lalu ide untuk memasak muncul di kepalanya.

Baru saja Aisya mengambil telur, ponsel Dylan berdering. Ada sebuah nama mencuat di layar.

"Halo?"

"Eh? Sori, ini HP-nya Dylan, kan?" tanya penelepon, agaknya merasa kaget karena suara penerima telepon tak sesuai dengan dugaannya.

Aisya menjawab apa adanya, "Iya. Betul, kok."

"Dylan ada?"

"Ada."

Hening.

"Halo? Dylan?"

"Bukan," balas Aisya.

Suara di seberang terdengar bingung. "Tadi katanya Dylan ada?"

"Iya ada. Tapi aku nggak bilang dia bisa angkat telepon. Dia lagi nggak boleh pakai HP.." Aisya mengapit ponsel di antara pipi dan pundaknya, sementara kedua tangannya sedang menggunting bungkus premiks.

"Oh."

"Dylan lagi bikin skripsi."

"Oh. Sori, gue lagi ngomong sama siapa ya?" tanya laki-laki itu.

Lagi-lagi dijawab dengan sederhana, "Aku Aisya."

"Oh."

"Ada yang mau diomongin ke Dylan? Nanti aku sampein kalau dia udah berhasil nulis bab pembahasan tiga halaman," tanya Aisya.

"Hahaha, oke. Bilang aja Sammy telepon, nanya soal sidang Jeff. Nanti gue telepon lagi," jawab laki-laki itu. "Kira-kira, Dylan kapan boleh pegang HP lagi ya?"

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang