6,0 - her final exam

424 99 36
                                        


JEFF tergesa-gesa. Sidang Kala dimulai pukul sembilan dan ia justru kesiangan. Padahal semalam ia sudah janji akan membantu mengambilkan pesanan konsumsi nasi kotak penguji dan juga menemaninya di ruang tunggu sidang selagi para penguji menyiapkan ruangan. Jeff melangkah lebih cepat. Semoga buket bunga di tangannya tidak berantakan.

Sampai di lantai dua gedung dekanat, di mana ruang sidang berada, Jeff hanya menemui tiga mahasiswa yang duduk di bangku, di depan ruang sidang.

"Sidangnya Kala?" tanya Jeff.

Salah seorang mahasiswi, berkuncir kuda mengerutkan kening.

"Kalasenja Mahendria," lanjut Jeff, berpikir mungkin tiga orang itu tak mengenal nama panggilan Kala.

"Iya, Mbak Kala."

"Oh, thanks god. Udah dari tadi ya? Kalian siapa? Anak sini juga?" tanya Jeff, napasnya terhela dengan lega.

Tiga perempuan itu menatap Jeff dengan alis terangkat serempak. Satu yang berkerudung menjawab pertanyaan yang dilontarkan Jeff. "Kita temen kosnya Mbak Kala. Mas.. yang namanya Mas Jeff?"

Kali ini giliran Jeff yang berkedip bingung. "Iya, gue Jeff."

"Oooooooh.."

"Kenapa?"

Tiga perempuan itu menggeleng cepat. Jeff memutuskan untuk tidak ambil pusing karena ia lebih pusing bagaimana caranya melunakkan Kala kalau gadis itu sedang marah. Jeff mendaratkan pantatnya di kursi yang kosong. "Kala udah dari tadi ya? Apa barusan?"

"Udah dari tadi. Dari tadi banget."

"Aduh," keluh Jeff. Kemudian ia bertanya lagi, "Kalian yang bantuin Kala bawa konsumsi?"

"Iya."

"Makasih ya, padahal itu harusnya tugas gue. Tapi gue kesiangan, dan Kala tumben banget nggak nelepon gue, biasanya dia telepon sampai belasan kali kalau gue ketiduran. Tapi pasti dia ribet juga ngurusin sidang jadi nggak mau repot bangunin gue.." Jeff malah berseloroh panjang lebar.

Satu perempuan yang berkacamata menggigit bibir bawahnya, "Mas.."

Jeff menoleh. "Ya?"

Si Kacamata menyodorkan tisu. "Keringetnya banyak tuh."

"Oh ya ampun, thanks. Gue lari-lari gila kayak dikejar maling takut Kala sidangnya udah bubaran. Untung belum," Jeff menerima tisu sambil tersenyum penuh terima kasih. Kemudian ia mengelap peluh yang memenuhi pelipis.

"Mas Jeff," panggil si Kuncir. "Itu bunganya buat Mbak Kala?"

"Iya dong. Bagus nggak? Tadi buru-buru jadi gue nggak sempet milih, ya udah terserah mas yang jualan kembang aja.." Jeff menyodorkan buket di tangannya supaya tiga perempuan itu bisa melihat lebih jelas.

Si Kerudung langsung berdecak pelan, "Mbak Kala kan alergi bunga, Mas."

"HAH? MASA?" Jeff terlonjak kaget, lalu semangatnya seolah mengempis. Ia memandang buket bunganya dengan raut muka yang mengeruh. Kemudian ia teringat sesuatu, "Tapi pas dia ultah, gue kasih buket bunga juga kok! Dan dia nggak apa-apa."

Si Kuncir tertawa. "Oh, yang kapan hari. Nggak apa-apa gimana, orang Mbak Kala kan sampai demam semaleman."

"SERIUS? Kok dia nggak bilang?"

Si Kacamata dan si Kerudung saling bertatapan. Si Kuncir mengangkat bahunya, "Ya, nggak tahu. Kira-kira kenapa ya, Mas?"

"Apa jangan-jangan dia sayang kalau bunganya dibuang gitu aja?" Jeff menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kan dia orangnya suka nggak tegaan gitu."

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang