✨
LEO melipat tangan di dada. Ia menunggu Sammy yang sedang berganti pakaian. Meskipun Leo sudah memberi kabar bahwa ia akan mampir dan mengajak Sammy ke suatu tempat, Sammy tetap saja dalam keadaan belum mandi dan Leo terpaksa harus menunggu temannya itu beberes terlebih dahulu.
"Gue belum bilang iya soal tawaran lo," seloroh Sammy, mengaitkan kancing jeans-nya yang belel dan tampak lusuh.
Leo berdecak. "Gue tau."
"Music isn't my thing anymore. Not after she left me." Sammy menyambung. Suaranya terdengar parau.
Leo menurunkan tangannya dari dada, ia akhirnya mendaratkan pantat di sofa dan memandang Sammy lurus. "Sam, she didn't own anything. Lo dan musik itu udah kayak sendok sama garpu, itu udah bagian dari diri lo. Gue nggak pengin bilang ini, tapi please. It's been two years and you still stuck in your own dungeon. Gue lama-lama gedek ya sama mantan lo, udah bikin lo kayak gini."
"Yang salah kan gue, Yo."
"Oke, ceritain apa salah lo," Leo menantang. "Biar gue yang nilai sebagai pihak netral."
Sammy menolak. "Udahlah, nggak akan mengubah keadaan. Jadi berangkat nggak nih?" ia memasukkan dompet dan ponsel ke saku celana.
Leo mendengus.
Sammy adalah pribadi yang menyenangkan, kecuali ketika ia sudah bersikap bahwa kisah cintanya sebanding dengan dokumen rahasia negara. Leo tidak tahu apa-apa tentang mantan Sammy, kecuali wajah dan namanya. Sammy pernah secara tidak sengaja berpapasan dengan Leo ketika ia bersama gadis itu. Leo curiga, jangan-jangan kalau hari itu mereka tidak beradu langkah, apakah Sammy berniat memperkenalkan gadisnya atau tidak.
Leo pernah beranggapan bahwa Sammy dan gadisnya itu sebenarnya menjalin hubungan rahasia sehingga tak banyak orang yang boleh tahu. Pun teman-teman Sammy. Tapi Sammy tidak benar-benar menutupinya secara seratus persen, yang mana tentu saja backstreet bukanlah hal yang sedang dilakoni laki-laki itu. Hanya saja, Sammy seperti memberi batas, tentang informasi mengenai gadisnya.
Perkara apa yang membuat Sammy dan gadis itu putus, tentu saja Leo tak tahu menahu. Bakal sulit baginya untuk mengorek keseluruhan cerita kalau bukan Sammy sendiri yang berkenan membeberkannya.
Leo menarik napas kasar.
"Sam."
"Apa?"
"Kita ke studio. Lo gue kenalin sama Jeff, sama Dylan. Mereka temen-temen ngeband gue. Lo liat kita main, setelah itu lo boleh ambil keputusan dan apapun jawaban lo, gue nggak bakal maksa lo lagi."
Sammy setuju.
"Sam,"
"Apa lagi, Yo?" Sammy tak mengalihkan pandangan dari jendela mobil. Perjalanan terasa panjang. Mungkin karena Leo tidak terlalu ngebut dan cenderung menyetir dengan kecepatan santai.
"Nggak, gue cuma mau nanya lo mau nitip apa. Gue mau minggir ke indomaret bentar." Leo menyalakan lampu sen. Sammy menjawabnya singkat. "Rokok. Mild, sama Milo kaleng."
"Lo sejak kapan ngerokok? Bukannya lo anti-rokok garis keras?" Leo menepikan mobil.
Sammy mengangkat bahu.
Ada dua hal yang membuat kita berubah. Satu, ketika kita punya alasan. Dua, ketika kita kehilangan alasan. Sammy saat ini, sedang kehilangan alasan. Lebih tepatnya, kehilangan sosok yang memberinya alasan.
"Sammy? Hey, tiny?"
Sammy mendongak, mengalihkan pandangannya dari komik yang sedang ia baca. Gadis itu menyondongkan badan dari balik sofa, melongokkan kepala sambil mengangkat kantung plastik yang berlabel salah satu mini market. "Aku beli camilan. Buat nonton film."

KAMU SEDANG MEMBACA
ROSY
Fiksi UmumAgni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the girl who used to be his world. But it's not gonna be easy. Copyright ©2018