9,2 - what did i just see

394 93 32
                                    

"MBAK Kala! Liat, ini lucu!" separuh berteriak, Wanda melongokkan kepalanya ke arah perempuan yang sedang berdiri sambil menyipitkan mata. Wanda mengarahkan pandangannya searah dengan apa yang diperhatikan Kala. Kemudian iris gelap matanya melebar.

Wanda menarik Kala masuk ke dalam butik. "Ih, Mbak. Coba yang ini yuk."

Kala nyengir saja sambil melihat atasan crop tee yang ditenteng Wanda.

"Udah, Mbak. Jangan dimasukin hati."

Kala mengerutkan kening. "Apanya?"

"Tadi."

"Tadi?"

Wanda mengangkat bahu. "Yang Mbak Kala liat, Wanda liat juga."

"Apa?"

Wanda geleng-geleng kepala. "Ya udah, ya udah, jadi mau nyobain ini nggak?"

"Kependekan, Nda. Udel gue kelihatan dong.." komentar Kala menolak halus. Alis Wanda terangkat sebelah. "Mbak? Please. Bukannya Mbak Kala punya crop tee tiga biji ya?"

Kala nyengir lagi.

"Coba dulu deh. Kan Wanda yang beliin," kata Wanda, separuh memaksa.

Menurut, akhirnya Kala mengambil alih crop tee tersebut dan masuk ruang pas. Wanda berjingkat. Jeff masih di sana, mengantri di loket bioskop yang antriannya cukup panjang sehingga bisa tertangkap mata oleh siapa saja yang lalu lalang. Jeff tidak sendirian. Ada gadis cantik berdiri di sampingnya, mengapit lengan Jeff sambil sesekali tertawa. Jeff tidak terlihat canggung. Bahkan, Jeff sempat membetulkan poni gadis itu yang berantakan akibat pergerakan berlebihan karena si gadis mencak-mencak entah karena apa.

Dari penampilannya, gadis cantik itu jelas bukan perempuan biasa. Bukan anak kuliahan sembarangan. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, semua yang melekat bermerk dan terlihat sangat cocok, sesuai dengan aura gadis itu.

Wanda geleng-geleng kepala. Separuh hatinya berharap gadis itu saudara Jeff, supaya Kala tidak patah hati. Separuh hatinya lagi Wanda berharap gadis itu adalah pacar Jeff. Meski Jeff akan terlihat brengsek di mata Wanda, paling tidak, Wanda bisa memaklumi sedikit karena gadis cantik itu memang benar-benar cantik.

"Wanda."

Mendengar namanya dipanggil, Wanda menoleh cepat.

"Gimana?" tanya Kala.

"Bagus! Yuk, ke kasir. Nggak usah dilepas, pakai aja," jawab Wanda, lalu menggandeng Kala ke konter kasir. Kala ingin menolak, tapi cengkeraman Wanda terlalu kuat sementara energinya meluap hilang entah kemana.

Keduanya keluar dari butik. Wanda tiba-tiba berhenti, padahal mereka baru tujuh langkah dari pintu butik. "Telepon Mas Jeff gih, Mbak."

Kala melongo.

"Telepon, tanya dia di mana, lagi ngapain, sama siapa," usul Wanda.

Kala mengeluarkan ponselnya. "Kalau nggak diangkat gimana? Dia sibuk gitu.."

"Kan belum dicoba, Mbak. Pencet dulu."

Kala menatap layar, lalu menggeser dengan ibu jarinya, mencari kontak Jeff dan menekan tombol panggil. Ada nada sambung. Kala mendongak, memperhatikan Jeff dari tempatnya berdiri. Laki-laki itu merogoh saku, lalu mengambil ponselnya.

"Halo?"

Kala kaget. Kelabakan.

"Halo? La?"

"Oh, hai, Jeff.." sapa Kala gagap.

"Tumben lo nelepon jam segini?" tanya Jeff dari seberang.

"Lo lagi di mana?" tanya Kala, sesuai dengan instruksi Wanda yang komat kamit tanpa suara di depannya.

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang