CALISTA mati-matian mengubur rasa gengsinya. Tak peduli jika ia tampak menyedihkan, hari ini harus bicara dengan Leo atau ia tak akan punya kesempatan untuk ngobrol dengan bertatap muka. Besok ia ambil flight super pagi, ada pergantian jadwal dan jelas akan tidak memungkinkan bagi Leo untuk mengantarnya - pun Calista tidak ingin merepotkan begitu.
Di depan kantor Leo, Calista mengetuk-ketukkan ujung sepatu. Seorang perempuan cantik, berkulit putih langsat bak model lotion di teve, mengernyitkan kening dan berinisiatif bertanya.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu?"
Calista mendongak. "Oh, iya. Saya mau ketemu Leo. Di mana ya?"
"Galileo?" tanya perempuan tersebut.
Calista mengangguk.
"Dengan siapa?"
"Calista. Saya.. pacarnya," jawab Calista agak ragu.
Perempuan tersebut tersenyum. "Saya Nina. Kebetulan Pak Leo team leader saya. Yuk, mari saya antar. Biar sekalian."
Calista berterima kasih dan merasa beruntung ia tidak harus kebingungan mencari ruang kantor Leo. Perempuan bernama Nina itu tersenyum lembut dan bicara basa-basi seperti apakah Calista sudah menunggu dari tadi, alamat kediaman Calista dan dengan kendaraan apa Calista datang ke kantor Leo.
Calista hanya menanggapi seadanya. Nina terlampau ramah untuknya, dan ia juga sedang sibuk memikirkan kalimat terbaik untuk dibicarakan dengan Leo atau laki-laki itu akan memutar balik kata-katanya dan Calista tidak ingin itu terjadi.
"Silakan tunggu di sini, saya panggilkan Pak Leo," ujar Nina begitu mereka sampai di sebuah ruangan di mana ada sofa berwarna khaki dan meja kopi bundar yang dipercantik dengan vas sukulen.
Calista mengangguk.
Lima menit kemudian, Leo muncul. Calista berdiri dari duduknya. "Le.."
"Ini belum jam makan siang.."
"Iya, tapi aku butuh banget ngomong sama kamu," kata Calista, mengetahui intonasi nada Leo tak sehangat dugaannya.
Leo menyuruh Calista duduk, kemudian mengambil posisi di seberang sofa yang ditempati Calista. "Aku ada rapat sepuluh menit lagi. Kamu yakin bisa ngomongin semua yang pengin kamu omongin dalam sepuluh menit?"
Calista menggigit bibir. Ia terdiam selama dua menit.
"Look, Ta. I really don't have time here," Leo mendesah pendek, "Spill it, or not at all."
"Aku mau minta maaf."
Leo menatap gadis itu, kemudian meregangkan otot di pundaknya. Ia siap mendengar apa yang keluar dari bibir Calista.
"Pesawatku dipercepat, aku berangkat nanti dini hari. Jadi aku pengin semua dibahas sekarang. Aku tau waktunya nggak tepat, situasinya juga. Maaf aku harus dateng ke kantor kamu kayak gini, apalagi kamu lagi sibuk-sibuknya," ujar Calista jujur.
"Aku minta maaf belakangan ini nyuekin kamu, nggak kasih kabar, ilang-ilangan. Aku sibuk banget sama preparation dan aku bukannya sengaja nggak mau cerita semuanya secara detil ke kamu, tapi aku juga takut kamu lagi sumpek sama kerjaan. Aku nggak mau kamu jadi makin pusing. Aku nggak mau telepon malem-malem padahal kamu bisa istirahat aja biar paginya kerja kondisinya fresh. Aku tau ini kedengerannya kayak alasan aja, tapi aku beneran minta maaf dan nggak akan kuulangi lagi."
Calista memberi jeda sebentar, lalu melanjutkan, "Tapi beneran deh, Le, aku nggak tenang kalau berangkat tanpa ngomongin ini semua sama kamu."
Leo menarik napas, gadis di hadapannya itu terlihat bingung dan panik. Ekspresi tersebut bercampur jadi satu. "Kalau gitu, nggak usah berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSY
Fiction généraleAgni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the girl who used to be his world. But it's not gonna be easy. Copyright ©2018