✨
IRIS menghela napas panjang-panjang. Air mineral dingin yang diteguknya tak menghilangkan rasa dahaga, malah menambah rasa gerah. Padahal ini sudah lepas pukul tiga tapi mentari masih juga bersikap sinis pada semesta.
"Ris?"
Iris menoleh. Radewa mengangkat segelas minuman dingin, padahal sudah jelas ada botol air mineral di genggaman Iris. Laki-laki itu menyodorkan minuman dinginnya pada Iris. "Yang ini kan ada rasanya. Manis. Isotonik."
"Makasih." Iris terima saja minuman itu daripada menolak dan ia harus mendengarkan Radewa yang mengeluh; merasa Iris selalu menolak pemberiannya. Iris tak punya waktu untuk hal itu.
"Ris, soal karavan yang kapan hari lo tanyain.." Radewa membuka percakapan.
Iris menoleh, menandakan ketertarikan.
"Gue berhasil nego dia, besok bakal gue lunasin," lanjut Radewa. Ucapan itu memancing sumringah di wajah lawan bicaranya.
"Wa, makasih banyak ya. Sumpah, gue nggak ngerti lagi harus gimana ke lo. Gue pasti bakal balikin duitnya. Mungkin nggak dalam waktu deket, tapi pasti gue balikin," ada intonasi haru dari bagaimana Iris bicara, senyumnya terangkat tapi matanya berkaca-kaca.
Radewa tersenyum. "Nggak usah mikirin soal duitnya. Kan udah gue bilang kalau ini bagian dari balas budi gue ke orang tua lo. Jangan lo jadiin beban."
"Makasih, Wa."
"Karavan itu berarti banget buat lo ya?" tanya Radewa.
Iris tersenyum tipis.
Radewa selalu merasa bahwa Iris punya banyak sekali rahasia. Gadis sangat pandai menyembunyikan segala hal. Sebenarnya, sia-sia juga Radewa bertanya, ia sendiri sudah tahu kalau Iris tak akan menjawab, dan membiarkan pertanyaan itu akan jadi pertanyaan selamanya. Tapi Radewa tetap ingin mencoba. Siapa tahu, pada momen tertentu, Iris bisa mencair dan mau berbagi cerita padanya.
Mungkin bukan hari ini.
Belum.
* * *
"Sammy?"
"Apa?"
"Mau churros nggak?" gadis itu setengah berteriak dari arah dapur, sementara Sammy sedang bersila di atas karpet memangku gitar dan menggumamkan lagu.
Iris yang tidak dapat jawaban instan, berlari kecil mendekati Sammy, lalu memeluk laki-laki itu dari belakang. "Mau churros nggak?"
Sammy menoleh ke kiri, tepat hanya lima senti di samping wajah Iris yang sedang berbisik padanya. "Mau yang lain boleh nggak?"
Pertanyaan itu berujung cubitan Iris di pipi Sammy. "Jangan cari kesempatan ya!"
Sammy tertawa kecil. "Sini deh, duduk bentar."
"Aku lagi goreng churros," tolak Iris. Gadis itu berjingkat kembali ke dapur dan membuat Sammy mengerang sebal. Sebenarnya Iris hanya mematikan kompor, lalu menghampiri Sammy untuk duduk di samping laki-laki itu, sesuai dengan permintaan.
"Apa? Kamu mau nyuruh aku ngapain?"
"Duduk aja."
"Hah?" Iris melongo heran.
Sammy mengangguk. "Iya, duduk aja di situ and let me stare at you. I just wanna take a look at you. A very good long one. If you don't mind."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSY
General FictionAgni Samandriel - mostly known as Sammy - decided to join Leo's band to heal his brokenheart, to forget the girl who used to be his world. But it's not gonna be easy. Copyright ©2018