8,1 - fire to fire

367 94 47
                                    


"MAU checksound pakai lagu apa nih?" tanya Sammy, menarik strap gitarnya yang sedikit melorot. Leo mengangkat bahu, "Apa nih enaknya?" melempar pandangan pada Dylan yang masih membetulkan posisi duduk.

"Gue terserah. Jeff?"

Jeff, yang paling akhir diberi pertanyaan hanya bisa mendesah. "Kenapa sih, ujungnya gue yang nentuin?" mukanya memelas seperti anak kucing yang baru saja terjebur di selokan. "Lo kek, Sam. Lo kan yang paling tua.."

"Leolah. Kan Leo yang paling tua dan paling lama sama kalian," Sammy berkilah.

"Jason Mraz, deh..." Leo akhirnya menyebutkan satu judul dari pada pingpong pertanyaan itu tidak ada habisnya.

Sebenarnya lagu apa saja boleh, toh ini hanya untuk check sound supaya pihak EO bisa menyelaraskan soundsystem panggung dengan mixer. Karena acara akan dimulai sekitar satu jam lagi.

Seorang personel EO, mendekati panggung dan bertanya. "Mas, kira-kira mau ikut konsumsi EO atau ikut prasmanan yang punya acara?"

Pertanyaan itu membuat empat laki-laki yang melingkar saling berhadapan membicarakan lagu serempak menoleh. Semua menjawab dengan kata 'prasmanan' kecuali Sammy. Manik gelap laki-laki itu terpaku. Begitu pula dengan personel EO yang tiba-tiba saja mematung di tempat; bahkan tak memberikan reaksi dari jawaban yang diberikan. Ia menggigit bawah bibirnya yang terpoles lipstik tipis.

Sembari melayangkan sebuah senyuman tipis—yang mirip seringaian, personel itu menimpali. "Oke. Nanti setelah lima lagu boleh makan, panggung diisi sama pihak keluarga, dan setelah mereka kelar, kalian balik ke panggung buat nyelesaiin sisa lagu. Permisi."

Perempuan itu berbalik badan, Sammy melompat turun dari panggung yang tinggi undakannya sekitar tiga puluh senti. Ia menyergap pergelangan tangan perempuan tersebut. "Iris, tunggu.."

Leo, Dylan dan Jeff saling berpandangan; kaget. Mereka tidak menyangka pertemuan pertama dengan kekacauan dalam bentuk seorang gadis bernama Iris yang membuat hidup Sammy kacau balau bisa secepat ini, pada timing yang seperti ini.

"Gue banyak kerjaan," gadis yang dipanggil dengan nama Iris itu menghentakkan tangan Sammy perlahan. Kemudian ia melenggang. Namun Sammy tidak berhenti, ia mengekor di belakang.

"Lima menit aja," Sammy memohon.

Keduanya berdiri di depan pintu utama, Iris menghela napas panjang dan menuruti permintaan pemuda itu. "Oke. Lima menit."

Sammy tersenyum tipis, berterima kasih. "How have you been?"

"Baik."

"Jadi sekarang kamu sibuk kerja di organizer?"

"Iya."

Sammy melirik saku celana bahan gadis itu, ada kotak di dalamnya dan membuat Sammy tak tahan untuk tidak bertanya. "Kamu masih ngerokok?"

Iris berdecak. "Apapun jawaban gue, bukan urusan lo."

"Iya, emang bukan urusanku, tapi aku pengin tahu," balas Sammy.

Iris membuang muka. "Jangan pake aku-kamu deh, Sam. Gue geli dengernya. Dan iya, gue masih ngerokok. Nggak lihat nih, di saku gue ada apaan?"

Sammy terhenyak.

Ada jeda keheningan untuk beberapa waktu. Iris menghela napas, menatap Sammy, "Udah? Itu aja? Gue mesti balik. Kerjaan banyak. Gue lagi repot."

"Ris, sikap lo sekarang persis banget kayak Iris yang kepergok gue lagi bolos dan ngerokok pas upacara kelulusan SMA. So if you are trying to make me feel bad, or get annoyed by you, congrats. You just failed. I've been there before and I've passed that phase, surely I can go through another one. Or two, three, ten, a hundred. Doesn't really matter to me." Sammy berucap dengan suara pelan, manik gelapnya tertuju pada sepasang milik Iris.

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang