10,0 - back in time

430 90 33
                                    

"SAMMY!" Iris menyeruak masuk ke dalam apartemen dengan seruan nyaring.

Sammy membuka sebelah matanya. Ia sedang berusaha membayar hutang jam tidur semalam yang terkuras karena ia harus mengerjakan tesisnya sampai pagi. Kedatangan Iris membuat harapannya untuk bisa tidur hingga sore menguap.

"Sammy! Sammy! Sammy!"

Pemilik nama yang disebut-sebut hanya menoleh sedikit, kantuknya lebih besar. Iris melompat ke atas tempat tidur dan menguyel-uyel pipi Sammy. Laki-laki itu masih memejamkan mata, membiarkan gadisnya melakukan apapun yang ia inginkan.

"Aku tadi liat klip kamu di teve! Hehehe." Iris tersenyum lebar. Sangat lebar, mungkin perempuan itu bisa menggunakan daya senyumnya untuk menyalakan lampu di seluruh apartemen.

"Klip apa.." dengan suara parau dan mata terpejam, Sammy menyahuti.

"Klip di audisi The Vocals.." jawab Iris.

"Oh.." bibir Sammy membulat.

Iris menjatuhkan diri di atas tubuh Sammy, lalu memeluk laki-laki itu erat. Kemudian meninggalkan kecupan di ujung rahang kiri. "Ih, sayang deh. Sayang sayang sayang sayang sayang!"

Sammy tidak bereaksi banyak, hanya tersenyum tipis dan menarik gadis itu turun dari atas tubuhnya, supaya merebahkan diri di sampingnya saja. Iris masih cengengesan, senyumnya tak jua pudar.

Sammy tahu kenapa perilaku Iris seperti itu.

Pasalnya, ketika ia sedang diwawancara oleh MC acara The Vocals, Daniel Mananta, Sammy ditanya soal lagu yang akan dibawakannya. Waktu itu Sammy menyanyikan lagu yang ia tulis sendiri. Lagu dengan kunci chord sederhana, yang biasa ia petik di sore hari, sepulang kuliah menunggu Iris datang. Daniel bertanya, kenapa Sammy memilih menyanyikan lagunya sendiri, padahal ia bisa saja membawakan lagu yang lebih familiar di telinga juri. Sammy dengan entengnya menjawab,

"I wrote the song for my girlfriend, Iris Pelangi. And I want her to know how much I adore him, I want the whole Indonesia know how beautiful she is."

Kemudian jawaban Sammy disambut tepuk tangan, riuh rendah sorak sorai dari bangku penonton. Layar besar di belakang Sammy pun mulai menampakkan beberapa potongan foto Sammy dan Iris yang sebelumnya sudah disetor Sammy kepada tim produksi. Sammy yang tersorot kamera hanya bisa senyum-senyum, pipinya terangkat, merona.

Sejujurnya, Sammy sedikit menyesali keputusannya memberikan foto. Ia tahu Iris sedikit tak nyaman dengan status mereka diketahui orang banyak meski mereka tak menyembunyikannya. Sammy tahu Iris merasa bahwa hubungan mereka bukan konsumsi publik, tak perlu semua orang tahu. Tapi melihat reaksi Iris saat ini, sepertinya Sammy tak perlu kuatir.

Iris membubuhkan kecupan lagi. "I'm so lucky to have you."

"That's my line," seloroh Sammy dengan mata terpejam, seraya merangkulkan tangannya ke lengan Iris, membawa gadis itu lebih dekat.





Sammy terbangun dari tidurnya.

Kepalanya pusing dan penat. Sampai kapan ia harus memimpikan Iris? Seolah setiap sel di kepalanya terisi oleh gadis itu. Sammy menarik napas dalam-dalam, kemudian bangkit dari tempat tidur untuk mengambil air minum. Kerongkongannya kering.

Seraya menggenggam botol berisi air mineral, Sammy berjalan ke ruang tengah. Dengan reflek, ia mengambil gitar yang terletak pojok ruang. Jemarinya dengan lincah memetik gitar, lalu menyenandungkan lagu yang sama – lagu yang baru saja menelusup di mimpinya. Sammy menyapukan pandangan ke seluruh ruang tengah. Ruangan itu terasa kosong dan hampa. Padahal, ruangan ini adalah ruangan yang tak pernah sepi dari suara tawa Iris.

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang