3. Rencana penyelamatan

139 10 4
                                    

"Dasar!"

Pria berambut hitam cepak yang bernama Ferry Apriado, menghelakan napasnya sejenak. Beberapa orang melihatnya sekilas lalu perhatian mereka tertuju pada Ridwan.

"Oh. Aku baru tahu kalau kau mengagumi Professor Niko, Mira," kata Ridwan yang tersenyum kecil.

"Ah, ah, ma-maaf, Laksamana. Aku malah mengatakan sesuatu yang tidak penting," balas Mira yang merasa malu.

"Tidak apa-apa. Oh ya, bagaimana perkembangan kabar tentang Yuda?"

"I-Itu... Kami berhasil mendapatkan sinyal gelombang laser yang bertuliskan SOS dari sebuah pulau terpencil. Satelit Bee berhasil mendeteksinya, dan mengirim beberapa gambar pada kami."

"Bisakah kau menunjukkan gambar-gambar itu?"

"Bisa, Laksamana."

Dengan cepat, Mira yang bertugas di bagian Data Storage, bergegas duduk lagi dan menghadap ke monitor virtual digital. Kesepuluh jarinya terampil mengutak-atik program demi program untuk mencari data beberapa gambar yang ia simpan.

Beberapa detik kemudian, ia menemukan apa yang ia cari. Lalu menunjukkannya pada Ridwan.

"Ini gambar-gambarnya, Laksamana," tunjuk Mira dengan menggerakkan kursor pada beberapa gambar yang tertampil di layar monitor digital virtual. "Ada sebuah pulau terpencil berada di sebelah barat, sangat jauh dari Neo Underground."

Ridwan mendekati Mira. Begitu juga dengan Deva dan Friska.

"Pulau?" tanya Deva yang heran.

"Ya, sebuah pulau yang tiba-tiba muncul di lautan. Ada gambar orang yang tertangkap di satelit Bee. Ini dia," Mira menunjukkan sebuah gambar yang menampilkan sosok laki-laki remaja berambut coklat dari sudut pandang atas.

Deva dan Friska tersentak. Mereka berkata kompak.

"Itu Yuda!"

Mira mengangguk.

"Ya. Itu benar."

"Tapi, bagaimana bisa dia sampai ke sana?" Friska khawatir bercampur bingung. "Dia,'kan, tidak membawa pakaian anti petir pada saat mau pergi dengan tim Ekspedisi Remaja. Dia hanya membawa tas ransel, kompas, dan perlengkapan menyelam. Padahal semua temannya mati tersambar petir. Mustahil kalau dia selamat."

"Ya. Itu sangat aneh, Friska. Seandainya kau memberitahu Kakak, pasti kejadian ini tidak terjadi pada Yuda, kan?" timpal Deva yang melototi Friska.

"Eh? Ah... Akukan sudah minta maaf sama Kakak. Aku tahu kalau aku salah karena mengizinkan Yuda pergi tanpa memberitahukan Kakak."

"Aaah... Sudahlah. Ini sudah terjadi. Apa boleh buat."

"Maaf."

"Iya. Lupakan saja."

Deva menghelakan napasnya. Friska menunduk karena merasa bersalah. Ridwan dan Mira terpaku menyaksikan interaksi mereka.

"Kalian jangan khawatir. Kami akan mengirim beberapa orang untuk menjemput Yuda ke sana," ungkap Ridwan yang tersenyum tipis.

"Kalau begitu, izinkan aku ikut, Laksamana," pinta Deva tiba-tiba.

"Tidak boleh."

DOOONG!!

Atas perkataan Ridwan, sukses membuat Deva membatu. Ridwan berwajah serius dengan sorot kedua mata yang tegas.

Semua orang tetap berdiri di tempat dan memperhatikan mereka.

"Kenapa tidak boleh?"

"Ya. Kau bukan anggota Neo Resque. Orang luar tidak boleh ikut dalam tugas kami."

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang