Mereka berteleportasi ke dungeon kedua. Dungeon yang terbuat dari kristal.
Deva membuka kedua matanya dan menyadari ia tiba di tempat lain. Freya juga membuka kedua matanya dan melonggarkan pelukannya. Mengangkat wajahnya untuk menatap wajah Deva karena Deva cukup tinggi darinya.
"Kita tiba di tempat lain," Deva menjadi bingung sambil memperhatikan keadaan sekitar. Pandangannya pun berhenti pada wajah Freya.
"Kita sudah berteleportasi otomatis ke dungeon kedua ini," Freya tersenyum dengan kedua mata yang melembut. "Kita sudah berhasil mengalahkan boss monster penjaga dungeon pertama. Otomatis sistem program yang bersinkronisasi dengan Monstrum Clausum mengirim kita ke sini. Kamu ingat kalau pedangmu itu bisa membuka pintu yang terkunci, kan?"
"Iya. Aku ingat itu."
"Monstrum Clausum sudah mengunci dungeon pertama, dan sudah menjadi tugas kita untuk menaklukkan boss monster penjaga dungeon kedua. Dengan begitu, kita bisa cepat sampai ke kota Deep Ocean."
"Ya. Tapi, sebelum itu apa kita bisa beristirahat dulu? Aku merasa capek."
"Ah, tentu."
Freya menjadi cemas saat menatap wajah Deva yang terlihat pucat. Rasa ketakutan Deva pada darah, akhirnya lepas. Deva tidak bisa menahan ketakutannya itu lagi.
"Kamu tidak apa-apa, Dev?" Freya masih memeluk Deva.
"Ti-Tidak apa-apa," Deva berusaha tersenyum agar Freya tidak cemas.
"Kita... ke sana dulu."
Freya melepaskan pelukannya dan membelit lengan kiri Deva. Deva menurut saat dituntun Freya menuju ke sebuah lubang kecil yang menyerupai gua yang tersembunyi di tembok yang terbuat dari kristal biru.
Bayangkan saja, lorong dimana Deva dan Freya berada sekarang, berwarna serba biru berkilauan. Bongkahan kristal biru berbentuk tanduk menyebar di sisi-sisi dinding. Lampu-lampu kristal bercahaya putih terpasang di sepanjang langit-langit lorong. Berudara dingin seperti es.
Lantainya juga terbuat dari kristal biru. Lembab dan licin sehingga ketika berjalan harus berhati-hati agar tidak tergelincir.
Banyak monster genetika yang berkeliaran di sepanjang lorong yang dinamai Lapis Coridor.
Deva dan Freya sudah masuk ke lubang yang berdiameter 5 meter itu. Ruang perlindungan dari monster, Hidden Room.
Di tengah ruangan kristal biru yang berbentuk kubah, ternyata ada sebuah lentera - lentera canggih yang berfungsi sebagai lampu dan penghangat. Memungkinkan seseorang bisa beristirahat di sana dan menghangatkan badan.
Deva dan Freya duduk berdekatan. Deva masih berwajah pucat dan merasakan perutnya sangat mual. Deva meletakkan pedang di samping kanannya.
"Kamu merasa mual, Dev?"
"Ya. Mual sekali. Aku memang tidak tahan kalau melihat darah. Ini sudah menjadi kelemahanku dari kecil karena waktu itu aku pernah menjadi saksi pembunuhan. Aku menjadi takut karena teringat dengan korban yang dibunuh itu terluka, darahnya banyak keluar dari lehernya yang hampir putus."
"Begitu ya?" Freya memegang tangan kanan Deva dengan kedua tangannya. "Aku akan berusaha menghilangkan rasa mualmu. Tapi, aku tidak bisa menghilangkan ketakutanmu pada darah. Hanya kamu sendiri yang bisa menghilangkan rasa ketakutanmu itu."
"Freya."
Deva terkesima dengan kata-kata Freya yang mengandung nasehat seiring tubuh Freya bercahaya putih dan kemudian cahaya putih menjalari seluruh tubuh Deva. Rasa mual menghilang secara perlahan-lahan bersama kondisi tubuhnya yang kotor dan berdebu kembali semula seperti sediakala. Ia merasa lebih sehat dan bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cumulonimbus
Science-FictionApa jadinya jika Bumi dikuasai kelompok awan Cumulonimbus yang menjadi monster? Para manusia tersingkirkan dan memilih hidup di kota bawah tanah. Seorang mahasiswa bernama Deva Praditia, sedang melakukan penelitian agar mencari cara untuk melawan ke...