8. Menuju pulau seberang

88 8 0
                                    

Mengangguk cepat, Deva menuruti permintaan Freya. Freya tersenyum lalu melayangkan pandangannya ke depan. Tangannya semakin kuat menggenggam tangan Deva.

Mereka berjalan dengan hati-hati di jalan menurun yang penuh dengan bebatuan kecil. Jalan itu sangat sempit. Di bawah sana, sebuah jurang setinggi 15 meter menanti seseorang yang jatuh dari atas karena ketidakhati-hatian dalam berjalan.

Tidak ada hambatan apapun yang menghalangi jalan mereka hingga mereka mencapai ke pantai.

Pantai yang indah dengan butiran pasir putih. Pohon-pohon kelapa berdiri kokoh, melambai-lambai karena ditiup angin pagi. Udara yang sangat dingin terasa menusuk kulit biarpun sudah memakai pakaian setebal apapun.

Jejak-jejak kaki tertinggal di permukaan pasir putih tiap kali Deva dan Freya terus berjalan. Lalu mereka berhenti di batas bekas ombak yang kembali ke lautan.

Angin laut bertiup sangat kencang. Menyapa mereka yang kini memandang lepas ke lautan. Dimana tampak pulau kecil di ujung batas garis laut.

"Adikmu ada di pulau itu," tunjuk Freya pada pulau kecil di seberang sana. Rambut dan pakaiannya berkibar-kibar dimainkan angin.

Deva melihat pulau yang ditunjuk Freya. Ia pun menjawab.

"Jauh sekali. Bagaimana caranya kita mencapai pulau itu?" tanya Deva yang celingak-celinguk. "Apa tidak ada sampan atau sesuatu yang bisa digunakan?"

"Sampan ya?"

Freya juga celingak-celinguk. Mereka sibuk mondar-mandir.

Beberapa menit kemudian, Freya menemukan sesuatu yang baru saja terseret ombak hingga terbawa ke pantai. Sesuatu yang terbuat dari baja yaitu...

"Deva!" panggil Freya dengan nada yang keras sambil melambaikan tangan.

Di kejauhan sana, Deva menoleh. Lantas ia berlari kecil untuk menghampiri Freya.

"Kenapa kamu malah berteriak keras? Kamu melarangku untuk tidak berbicara, kan? Tapi, malah kamu yang memulainya," sahut Deva dengan nada sangat pelan.

"Tidak apa-apa kok. Cumulonimbus tidak akan mendengar suaraku," ucap Freya yang tersenyum. "Aku menemukan ini."

"Sampan! Kita bisa gunakan ini."

"Kebetulan juga, ini sampan otomatis ya?"

"Iya. Sampan berteknologi bahan dasar air, keluaran tahun 2075. Dengan memasukkan air ke tangki mesinnya, maka sampan akan hidup."

"Canggih juga."

"Tentu."

Dengan cepat, Deva naik ke sampan. Ia memeriksa tangki mesin yang berada di ujung depan sampan. Apakah ada persediaan airnya atau tidak?

"Tangkinya penuh. Kalau begini, kita bisa pergi ke pulau itu," Deva merasa senang dan mengulurkan tangan pada Freya. "Ayo, kita pergi!"

"Ya," Freya menyambut tangan Deva. Ia pun naik sambil ditarik kuat oleh Deva.

Freya duduk di tempat duduk tersedia, Deva sudah menyalakan mesin dan mengarahkan tujuan ke pulau seberang di monitor virtual yang muncul di atas mesin. Monitor virtual menampilkan peta bumi, hanya meng-klik gambar pulau yang dituju, sampan pun siap melaju untuk pergi ke tempat tujuan.

"Semua persiapan sudah selesai. Pegangan yang kuat, Freya."

Duduk berhadapan dengan Freya, Deva memandang Freya. Freya tersenyum.

"Kamulah yang harus berpegangan kuat, Dev."

Dalam hitungan detik, sampan melaju kencang bagaikan kilat. Deva nyaris terlambung ke atas karena efek hentakan sampan yang terlampau kuat, untung Freya menangkap tangan Deva dengan cepat. Freya berdiri tanpa terjatuh sedikitpun di tengah deru angin kencang akibat sampan yang berjalan sangat cepat. Rambut dan pakaian Freya berkibar-kibar karena diterpa angin.

Fenomena yang sangat aneh. Deva bingung setengah mati. Ia kembali duduk dengan perasaan yang sangat lega.

"Mengagetkan saja," Deva menghelakan napasnya berkali-kali.

"Untung sekali, kamu tidak tercebur ke air," Freya tertawa kecil sambil duduk kembali. "Kalau tidak, bisa membangunkan Cumulonimbus."

"Yaaa... Syukur sekali."

"Tapi, sampan ini tidak memiliki pengamanan khusus."

"Memang. Ini tipe sampan yang berkualitas rendah."

"Oh."

"Jangan bicara lagi. Nanti Cumulonimbus terbangun lho. Pssst."

Giliran Deva yang menempelkan telunjuknya di bibir yang terhalang helmet - Deva memakai pakaian pelindung anti petir yang menyerupai pakaian pemadam kebakaran. Semula pakaian pelindung anti petir Deva nyaris terbakar, untung ada Freya yang memperbaikinya.

Hening. Mereka terdiam dan saling menikmati pemandangan sekitar. Hanya terdengar suara mesin yang berbunyi halus. Percikan-percikan air muncrat seperti air mancur di ujung depan sampan sehingga menimbulkan suara yang lumayan keras.

Tiba-tiba, dari langit di sebelah barat, muncul kilat berwarna merah. Freya menyadarinya.

"...!" Freya menyipitkan kedua matanya. "Satu Cumulonimbus sudah terbangun! Ini sangat gawat!!"

"Eh? Apa?" Deva kaget lalu melihat ke arah langit barat. Asal tampaknya kilat merah.

WHUUUSH!!

Satu Cumulonimbus berukuran besar, terlepas dari badan induknya. Ia terbang menuju ke arah Deva dan Freya. Percikan-percikan kilat merah berkedap-kedip di sekujur tubuhnya.

Freya langsung berdiri. Ia berteriak keras untuk memperingati Deva.

"Deva!! Awas!!

BETS!!

Freya berdiri tepat di depan Deva. Ia merentangkan kedua tangannya. Bersamaan anak Cumulonimbus melepaskan petir berwarna merah ke arahnya.

CTAAAR!!

Tempat itu diwarnai kilatan cahaya petir merah yang menyambar Freya. Deva membelalakkan kedua matanya. Ia sangat syok.

"Freya!"

Karena suara petir yang menyambar, membangunkan seluruh kawanan Cumulonimbus. Mereka pun mengeluarkan percikan-percikan kilat merah dan bersatu membentuk petir merah yang sangat besar.

Pergerakan petir merah besar itu sangat cepat. Menyambar Freya sangat lama. Kilatan cahaya merahnya begitu menyilaukan mata.

Deva syok setengah mati, menyaksikan pemandangan mengerikan. Freya merelakan dirinya untuk menjadi pusat sambaran petir. Padahal ia tidak memakai pakaian pelindung anti petir. Ia hanya memakai jaket hijau gelap, rok mini merah, stocking hitam, dan sepatu coklat. Tidak mungkin ia bisa selamat dari serangan petir ini.

"Freya!!" Deva sangat panik. Ia langsung memeluk Freya dari belakang. Berusaha melindunginya dari sambaran petir.

WHUUUSH!!

Angin bertiup sangat kencang. Awan-awan Cumulonimbus bersatu dan bergulung-gulung menyerupai pusaran. Mereka pun turun dengan cepat dan menarik air laut untuk bersatu dengan mereka. Mereka membentuk tornado yang sangat besar, dan berjalan zig-zag melewati lautan. Mengakibatkan aliran air laut menjadi spiral.

Arah pergerakan angin tornado menuju ke Deva dan Freya. Freya berkali-kali disambar petir. Deva juga terkena imbasnya karena masih memeluk Freya dari belakang.

Kejadiannya begitu cepat. Sampan yang dinaiki dua anak muda itu terseret aliran pusaran air yang bergerak sangat cepat. Angin tornado yang menjadi pusat aliran pusaran air tersebut.

"Wuaaah!!" Deva berteriak bersama Freya yang dipeluknya erat. Sampan yang mereka naiki, hancur berkeping-keping karena dihantam angin tornado.

Mereka terseret ke aliran angin tornado. Menuju ke atas dengan cepat. Deva merasa mual dan pusing karena berputar-putar dimainkan angin tornado. Petir besar masih menyambar dirinya dan Freya.

Bencana yang tidak disangka-sangka, telah menyerang Deva dan Freya. Deva kehilangan kesadarannya karena terlalu lama berputar-putar dalam pusaran angin tornado. Merasakan malaikat maut akan menjemputnya sebentar lagi.

*****

A/N:

Terima kasih buat vote dan komentarnya ya.

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang