23. Jati diri Freya terungkap

75 7 13
                                    

Freya tersenyum. Ia memegang dua bahu Zu. Kemudian mengatakan sesuatu.

"Aku mengerti perasaanmu itu. Aku juga kehilangan ibuku, tapi karena terlalu bersedih dan mengalami trauma yang sangat berat, pada akhirnya aku tertidur sangat lama. Tidak ada yang bisa membangunkanku, hanya pendengaran dan perasaan yang kuandalkan sekarang...," Freya sedikit mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. "Kakak pertamaku yang kini menjagaku. Kakak kedua dan kakak ketiga selalu mengunjungiku setiap hari. Mereka berharap aku bisa bangun dari tidur panjangku."

Deva mengerutkan keningnya karena merasa heran dengan kata-kata Freya. Zu juga begitu, tapi ekspresinya sedikit kusut. Ia juga penasaran akan kalimat "tidur panjang" yang dilontarkan Freya.

"Tidur panjang? Maksud kakak, kakak itu koma atau sudah...."

Memutuskan perkataannya, Zu agak tersentak. Freya tersenyum lagi.

"Jangan pikir aku ini hantu, jin atau semacam itu. Yang pasti aku manusia hidup yang sama seperti kalian."

"Berarti kakak adalah roh. Aku pernah membaca sebuah buku bahwa ada roh yang bergentayangan antara hidup dan mati. Itu bisa disebabkan koma yang bertahun-tahun. Koma bisa terjadi karena trauma, tumor otak dan sebagainya. Apalagi kakak memiliki kekuatan supranatural. Tidak mungkin manusia hidup memiliki kekuatan supranatural seperti kakak."

"...."

Freya terdiam. Ia mundur beberapa langkah dan duduk bersimpuh. Wajahnya sangat kusut dengan kedua mata yang meredup.

Hening.

Mereka terdiam. Tidak ada yang saling berbicara. Hingga suara Freya yang terdengar untuk memecahkan kesunyian itu.

"Ayo, kita pergi! Kita tuntaskan dungeon kedua ini!"

Begitulah yang dikatakan Freya. Ia bangkit berdiri dengan cepat. Berjalan pelan menuju ke pintu Hidden Room.

"Freya! Tunggu!"

Langkah Freya terhenti ketika dicegat oleh Deva. Ia tidak berani menoleh. Hanya bisa mendengar suara langkah Deva menuju ke arahnya.

"Ternyata kamu bukan manusia, Frey. Tapi, kamu roh. Apa itu benar?"

"...."

Freya terdiam. Tidak mau menjawab pertanyaan Deva. Deva menunggu jawabannya dengan sabar.

Satu detik. Dua menit.

Freya tidak juga memberikan jawabannya, justru ia malah pergi.

"Freya!"

"Ayo, jalan! Jangan katakan itu lagi!"

"Jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Kamu mau bertemu Yuda dan membuat senjata untuk melawan Cumulonimbus, kan?"

"Iya!"

"Pikirkan itu dulu! Jangan bahas tentang siapa aku! Mengerti?"

Suara Freya sangat keras menggelegar. Cukup mengejutkan Deva dan Zu.

Deva tertegun dengan ekspresi kusut. Zu berwajah datar, memilih diam mendengarkan pembicaraan Deva dan Freya.

"Aku mengerti dengan maksudmu, Frey. Tapi, meskipun kamu roh sekalipun, aku tidak takut karena aku menganggapmu sama sepertiku. Kamu adalah orang yang telah menyelamatkan hidupku, dan aku berhutang budi padamu," Deva berkata dengan penuh perasaan. "Kamu adalah partner-ku. Jika ada kesempatan setelah ini, aku ingin bertemu denganmu sekali lagi. Aku ingin kita berteman untuk selamanya."

Tutur kata yang sangat lantang dari laki-laki yang bercita-cita menjadi guru Biologi. Freya terkesima mendengarnya. Ia pun menoleh dan melihat Deva tersenyum padanya.

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang