Deva terkena serangan es yang merembes masuk ke celah kecil helmet-nya. Sekujur tubuhnya membeku dalam sekejap mata.
"Deva!!" Freya menyadari Deva yang tak sadarkan diri. Deva terlepas darinya dan akan jatuh ke bawah saat angin tornado perlahan-lahan menghilang.
GREP!
Dengan cepat, Freya menyambut tangan Deva. Keadaan Freya baik-baik saja tanpa mengalami luka bakar padahal dirinya disambar petir berkali-kali. Ia menarik Deva ke dalam pelukannya.
Angin menderu-deru keras saat Freya bersama Deva meluncur ke bawah. Freya memeluk Deva dengan erat agar tidak jatuh. Gaya gravitasi menariknya untuk cepat mencapai Bumi.
JBYUUUR!!
Mereka pun tercebur ke dalam air laut. Terapung dalam aliran air yang masih ganas. Sekujur tubuh Freya basah kuyup kecuali Deva - pakaian pelindung anti petir juga melindungi Deva dari air.
Dengan bersusah payah, Freya membawa Deva menuju ke pulau seberang yang sedikit lagi akan dicapai. Tinggal beberapa meter lagi, ia berenang seperti lumba-lumba. Menerjang aliran air yang masih tidak tenang.
CRRRSH!!
Hujan lebat turun lagi. Suasana semakin mencekam karena langit semakin suram. Petir-petir besar terus bermunculan dan menyambar dua anak muda itu. Angin kembali bertiup sangat kencang.
Tapi, keadaan Freya tetap seperti biasa. Ia tidak mati setelah disambar petir berkali-kali. Dengan cepat, ia terus berenang, dan ombak besar membantu mendorongnya hingga sampai ke pulau seberang.
Ia bernapas lega setelah menginjakkan kakinya di pasir yang basah. Ombak saling berkejar-kejaran, dan menabrak Freya yang menyeret Deva. Ombak hanya mencapai bibir pantai lalu kembali pulang ke tempat asalnya.
Langkah yang kian berat. Napas yang tersengal-sengal. Wajah yang pucat. Rasa capek menyerang. Semua itu tidak dipedulikan Freya, asal ia bisa membawa Deva ke pulau ini.
Ia pun ambruk dan terduduk di pasir yang basah. Deva terbaring terlentang di depannya.
Mereka tiba juga di pulau yang kedua. Tempat yang dipenuhi bebatuan besar yang berbentuk tiang dan bulat serta hutan hijau yang berada di tengah.
Petir-petir besar terus menyambar mereka dalam selang dua detik. Tapi, mereka masih hidup.
"Syu-Syukurlah... Kita selamat sampai ke pulau ini," Freya tersenyum sambil menatap wajah Deva - wajah Deva terhalang helmet. Lanjutnya, "Secepatnya aku membawamu ke tempat yang aman."
Freya bangkit berdiri dan langsung membantu Deva berdiri. Tangan kanannya merangkul pinggang Deva dari belakang, sedangkan tangan kirinya memegang tangan kiri Deva yang bergantung di bahu kirinya. Lalu ia berjalan pelan sambil membawa Deva dengan hati-hati.
Tetesan air bercucuran dari ujung pakaian Deva dan Freya. Freya bermandikan air hujan yang bercampur sengatan petir, tetap berjalan kuat menuju ke tengah pulau. Arah fokusnya tertuju ke sebuah bongkahan batu yang menyerupai gua.
"Itu dia!" tukas Freya yang mempercepat langkahnya.
Deva belum sadar juga saat Freya membawanya masuk ke celah bongkahan batu. Petir-petir besar tidak mengikuti mereka lagi.
Ketika masuk ke dalam lubang yang gelap gulita, Freya memeluk Deva dengan erat karena terjun ke bawah. Ternyata lubang itu begitu dalam, entah berapa meter kedalamannya.
TRAPS!
Freya mendarat dengan mulus, bersama Deva yang dipeluknya. Kakinya menginjak dasar lubang. Suasana remang-remang menyambut kedatangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cumulonimbus
Science FictionApa jadinya jika Bumi dikuasai kelompok awan Cumulonimbus yang menjadi monster? Para manusia tersingkirkan dan memilih hidup di kota bawah tanah. Seorang mahasiswa bernama Deva Praditia, sedang melakukan penelitian agar mencari cara untuk melawan ke...