6. Freya, gadis misterius

86 8 0
                                    

TWIN ISLAND, 5 MARCH, 2101

Mata emerald hijau itu terbuka secara perlahan-lahan ketika otaknya sudah terhubung dengan alam nyata. Kesadarannya pulih setelah tak sadarkan diri beberapa jam.

Cahaya yang samar-samar, menyambut gembira ia yang sudah siuman. Ia belum berkoneksi benar dengan keadaan sekitarnya, yang diterangi cahaya yang berwarna putih kemerah-merahan.

"Ah, kamu sadar!"

Suara seseorang terdengar dan bergema di tempat itu. Laki-laki yang tak lain adalah Deva, tersentak kaget.

Di depan matanya sekarang, seorang gadis menatapnya dari arah samping. Deva membelalakkan kedua matanya.

"Wuaaah!!" teriak Deva yang sangat keras dan menggelegar hingga mengguncang tempat itu.

Secara refleks, Deva bangun dan menjauh dari gadis itu. Ia mendapati dirinya yang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer tapi ditutupi lagi dengan selimut berwarna hijau.

"Si-Siapa kamu?" tunjuk Deva dengan nada yang bergetar. Tubuhnya menggigil karena panik.

Gadis itu hanya tersenyum.

"Jangan takut. Aku orang baik kok. Namaku Freya Salsabila."

"Fre-Freya Salsabila?"

"Iya. Panggil saja aku Freya."

"Ta-Tapi, apa yang terjadi padaku?"

"Kau pingsan kemarin itu."

"A-Aku pingsan kemarin?"

"Iya. Kapal selam yang kamu tumpangi meledak karena diserang Cumulonimbus. Hanya kamu yang bisa kuselamatkan. Lalu yang lainnya, mereka tidak bisa kuselamatkan."

"...!"

Kedua mata Deva terbelalak keluar. Ia syok mendengar kabar ini. Terpaku seperti patung hidup.

"Be-Berarti Laksamana Ridwan yang lainnya... Tidak!!" lanjut Deva yang memegang rambutnya. Hatinya terpukul sekali.

Freya menunjukkan wajah iba. Ia bangkit berdiri dan mendekati Deva. Deva yang menunduk karena merasa sedih, ia harus kehilangan Laksamana Ridwan yang telah ia anggap seperti Paman sendiri.

"Pa-Paman Ridwan... Aku tidak menyangka kejadian ini menimpamu. Ini semua salahku...."

GYUT!

Tangan Deva digenggam erat oleh dua tangan Freya. Deva tersentak dan mengangkat kepalanya untuk memandang Freya. Tatapannya beradu dengan mata emas itu.

"Ini bukan salahmu. Jangan sedih. Aku turut berduka cita atas kematian Pamanmu dan semuanya. Lalu maafkan aku karena aku tidak bisa menyelamatkan mereka," ucap Freya yang berwajah sedih. "Aku hanya bisa menyelamatkanmu, Deva Praditia."

Wajah Deva sedikit memerah. Rasa sedihnya pun menghilang namun entah mengapa jantungnya berdebar-debar tatkala tangannya digenggam Freya seperti ini. Ia pun gugup setengah mati saat menjawab perkataan Freya.

"Ti-Tidak apa-apa. A-Aku maklum. I-Ini semua sudah kehendak Tuhan."

"Begitu ya?"

"I-Iya."

Deva mengangguk pelan. Freya tersenyum dan tetap menggenggam tangan Deva. Lalu Deva teringat sesuatu.

"Tu-Tunggu dulu... Kamu yang menyelamatkan aku. Lalu kamu tahu juga namaku padahal aku belum memperkenalkan namaku. Kamu...."

Deva menatap wajah Freya dengan intens. Freya tersenyum lagi dengan wajah yang berseri-seri.

"Jangan tanya kenapa aku bisa menolongmu dan jangan tanya kenapa aku bisa tahu namamu. Tentu jawabannya... Rahasia."

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang