Pedang itu diayunkannya secara horizontal beberapa kali. Bunyi desingan pedang itu cukup menggema dan kemudian...
SYUUUT!
Pedang itu terlepas begitu saja dari tangan Deva dan hampir mengenai wajah Freya hingga menancap ke dinding. Setengah bilah pedang menembus dinding sekeras besi itu.
SIIING!
Hening.
Keduanya terdiam dan terpaku di tempat. Freya menegang dengan ekspresi syok, sedangkan Deva memasang wajah kusut disertai senyuman hambar.
"Ma-Maaf. Aku belum terbiasa memakainya."
"Ah, tidak apa-apa...," Freya menghelakan napasnya berkali-kali. Ia pun tersenyum sambil melanjutkan kata-katanya, "Kalau kamu terus berlatih, pasti akan terbiasa menggunakannya, kan?"
"Ya. Yang tadi itu... Teknik dasar dari pedang. Aku mempelajarinya dari sebuah game yang pernah kumainkan waktu kecil. Kebetulan pedang di game itu sama dengan pedang ini. Namanya saja yang berbeda."
"Oh, kamu seorang gamer juga ya?"
"Tidak juga. Tapi, aku suka memainkan game kalau sudah bosan belajar."
"Itu sama artinya kamu gamer juga!"
Freya bersuara agak tinggi. Ekspresinya sedikit manyun. Deva tertawa menanggapinya.
"Ya. Aku gamer. Tidak usah pasang muka cemberut begitu."
"Habisnya... Kamu itu! Huh, ya sudahlah!"
Freya membuang mukanya saat Deva melewatinya. Deva hanya tersenyum, kemudian berjalan untuk mengambil pedang. Pedang itu ditariknya dengan cepat.
Setelah itu, Deva mengayunkannya sekali lagi secara horizontal. Pedang itu cukup berat. Deva belum mampu mengontrol kecepatan pedang itu karena pedang itu memiliki skill kecepatan yang telah diatur di sistem program.
"Pedang ini bisa kugunakan untuk melawan monster. Jadi, aku tidak berdiam diri saja seperti orang bodoh saat melihatmu yang melawan Centipedes Tenebris. Tidak keren rasanya jika seorang laki-laki dilindungi terus-terusan oleh seorang gadis secantik kamu."
Deva mengatakannya dengan wajah yang sangat serius. Ia memanggul pedang itu di bahu kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam sarung pedang dengan erat.
"Aku yang akan maju dan melindungmu, Freya," lanjut Deva lagi. Wajahnya berseri-seri. Senyuman manis terukir di wajahnya yang tampan.
DEG!
Jantung Freya berdetak saat melihat Deva. Wajahnya memerah rebus seperti lampu merah. Perasaan yang aneh mulai menyelimuti hatinya.
"Deva," Freya terkesima.
"Ayo, kita pergi!" Deva melewatinya. Ia berjalan cepat meninggalkan Freya.
"Deva! Tunggu aku!"
Freya buru-buru mengejar Deva. Ia berlari kecil dan berhenti saat Deva memotong sebuah akar kecil yang menyembul di sela-sela dinding besi, dengan menggunakan pedang. Lalu Deva mengikat potongan akar itu di dua ujung sarung pedang.
"Apa yang kamu lakukan, Dev?"
"Aku buat ini."
"Oh, supaya pedangmu bisa kamu sandang ya?"
"Iya."
Deva selesai dengan persiapan sederhana. Ia menyandang pedang di punggung supaya bisa dibawa kemana-mana dan lebih mudah digunakan saat melawan monster.
Pedang dimasukkan ke sarung lagi yang terpasang di punggung Deva. Deva melirik Freya dengan senyuman.
"Sudah siap untuk berpetualang, Freya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cumulonimbus
Fiksi IlmiahApa jadinya jika Bumi dikuasai kelompok awan Cumulonimbus yang menjadi monster? Para manusia tersingkirkan dan memilih hidup di kota bawah tanah. Seorang mahasiswa bernama Deva Praditia, sedang melakukan penelitian agar mencari cara untuk melawan ke...