16. Cinta pertama

67 5 13
                                    

Ya. Cinta.

Mereka sudah mengalami yang namanya cinta. Cinta yang pertama, hadir di antara mereka.

Kemudian mereka tersentak karena menyadari pandangan mereka beradu dan buru-buru memalingkan muka ke arah lain. Wajah mereka memerah seketika.

"Ah, eh? A-Aku mau tidur dulu!" sahut Deva yang gugup setengah mati. Ia salah tingkah dan buru-buru terbaring miring ke kiri. Pedang Monstrum Clausum tergeletak di atas kanan kepalanya.

"A-Aku juga mau tidur," balas Freya yang juga gugup setengah mati. Ia juga salah tingkah dan buru-buru terbaring miring ke kanan.

Mereka pun tidur karena waktu sudah memasuki malam hari. Rasa kantuk belum menyerang tapi mereka memilih tidur cepat agar mempersiapkan tenaga baru untuk menempuh perjalanan esok harinya.

Hening.

Suasana menjadi hening dan sunyi. Obor yang berdiri di tengah mereka, yang masih berjaga untuk menemani mereka.

Antara mereka, saling terdiam dan tidak berani untuk menoleh.

Di dalam hati mereka, telah terjadi perang batin.

Freya memang cantik. Aku akui itu. Tapi, kenapa aku selalu ingin memandang wajahnya ya?

Perasaan apa ini ya? Ya Tuhan, tolong beritahu aku perasaan apa ini.

Mereka saling bertanya-tanya sendiri tentang perasaan yang kini mereka alami. Tentu, hanya Tuhan yang bisa menjawab pertanyaan mereka.

Tetap bertahan di posisi masing-masing, mereka belum berani mengeluarkan suara padahal mereka ingin berbicara. Hingga lima menit kemudian, barulah mereka memberanikan diri untuk bersuara.

"A-Aku," kata mereka bersamaan.

Terdiam. Mereka saling salah tingkah lagi.

Sedetik kemudian, mereka mulai berbicara lagi. Yang memulai terlebih dahulu adalah Freya.

"De-Deva."

"Y-Ya, Frey?"

"A-Ano...."

"Y-Ya?"

"A-Ano...."

"Ya. Ka-Katakan saja."

"A-Ano... A-Aku lupa apa yang ingin aku katakan."

DOEEENG!

Sweatdrop pun muncul di bagian belakang kepala Deva. Freya tersenyum malu.

"Kamu aneh, Frey."

"Ma-Maaf."

"Lalu... Apa kamu sudah ingat apa yang ingin kamu katakan?"

"Su-Sudah."

"Apa itu?"

"A-Ano... Selamat malam, Deva."

"Hah? Hanya itu yang kamu katakan?!"

Sweatdrop pun muncul lagi di bagian belakang kepala Deva. Freya tertawa malu sambil menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Lalu ia menjauhkan tangan kanan dari mulutnya agar ia bisa berbicara.

"Iya. Begitulah."

"Cuma mengatakan selamat malam, kamu gugup begitu?"

"Hihihi, maaf."

"Aaah... Terserahlah," Deva menghelakan napasnya. "Selamat malam juga, Freya."

Deva menutup kedua matanya dengan cepat. Ia memeluk dirinya sendiri. Jaketnya dijadikan sebagai bantal untuk menyanggah kepalanya.

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang