13. Aku tidak akan menyerah!

82 7 0
                                    

"Data yang sama? Aku?"

Memperhatikan pedang yang tergenggam di tangan kanan, Deva menjadi bingung. Ia berpikir keras untuk mencerna maksud perkataan Freya.

Data yang sama antara senjata dan pemilik. Hal itu bisa dideteksi dengan scan wajah atau apapun yang berhubungan dengan fisik pemilik. Itu berarti Monstrum Clausum ini memiliki kemampuan untuk men-scan pemiliknya yang sebenarnya. Hanya pemiliknya yang mampu mencabutnya dari pintu yang terkunci.

"... Aku ingat kalau ayahku berjanji akan menciptakan sebuah pedang yang sama seperti pedang yang kumainkan di sebuah game. Pedang yang bisa mengunci atau membuka pintu yang terkunci dan sekaligus bisa memusnahkan monster dengan kekuatan pembekunya...," Deva tersentak lalu membelalakkan kedua matanya. "Berarti ayahku terlibat juga dalam penciptaan Cumulonimbus ini!"

Freya mengangguk dengan wajah yang serius.

"Itu benar. Professor Niko Praditia adalah orang yang menciptakan tempat ini bersama para ilmuwan lainnya."

"Pantas. Ayah jarang pulang ke rumah. Ia hanya pulang sekali dalam setahun."

Rasa kesedihan melanda Deva. Ia teringat masa lalunya.

Ayahnya seorang ilmuwan, yang suka berpetualang kemanapun dan menulis buku tentang berbagai jenis awan, ternyata terlibat dalam proyek Cumulonimbus yang membawa bencana ini.

Kebenaran yang tak terduga. Meresahkan hati Deva. Tubuhnya terasa lunglai. Ingin tumbang sekarang juga.

ZREK!

Tiba-tiba, Deva ambruk dan berlutut. Ia menancapkan ujung pedangnya ke lantai sebagai penopang. Rasa trauma mulai menyerangnya.

"Deva!" Freya membelit lengan kiri Deva. "Kamu tidak apa-apa, kan?"

"Aku tidak apa-apa, Freya... Aku hanya kaget karena tidak menyangka ayahku menjadi salah satu ilmuwan yang menciptakan Cumulonimbus. Karena Cumulonimbus itulah, ayah dan ibuku meninggal...."

Suara Deva terdengar bergetar. Kepalanya tertunduk. Wajahnya menggelap, terselimuti dengan poni rambutnya.

Freya tidak bisa melihat ekspresi Deva dengan jelas. Tapi, ia bisa merasakan apa yang dirasakan Deva.

"Bukan hanya kamu saja yang kehilangan orang tuamu, tapi aku juga."

Freya memasang wajah sedihnya. Ia pun melanjutkan kata-katanya.

"Aku kehilangan ibu dan nenekku sewaktu Cumulonimbus menyerang tempat tinggalku, tiga belas tahun yang lalu. Aku dan ketiga saudaraku yang selamat. Tapi, aku yang mengalami trauma yang sangat berat hingga aku tidak mampu lagi untuk meneruskan hidupku...," lanjut Freya yang mulai terbuka untuk menceritakan siapa dirinya. "Atas semangat dan dorongan dari kakak-kakakku, aku pun berusaha menghilangkan rasa trauma itu. Butuh waktu yang lama bagiku untuk sembuh."

Mendengar itu, Deva tertegun. Perlahan-lahan, ia mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Freya.

"Freya... Kamu juga...."

Freya semakin merangkul lengan kiri Deva. Ia merapatkan dirinya pada tubuh Deva.

"Meskipun aku belum sembuh dari sakit, tapi aku akan berusaha menolong orang-orang agar terbebas dari Cumulonimbus. Karena itulah, aku melakukan perjalanan ini dan membutuhkan seseorang untuk membantuku mengalahkan Cumulonimbus. Lalu kaulah orang yang bisa membantuku, Dev."

Wajah Freya menjadi suram. Sorot kedua matanya sayu. Ia tidak mampu berkata apapun lagi.

"Freya, ternyata kita sama," Deva juga berwajah suram.

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang