29. Melawan Cumulonimbus

67 4 15
                                    

DEEP OCEAN CITY, DISTRICK 2, 10 MARCH, 2101

Tiba waktunya untuk berperang melawan Cumulonimbus, dengan bangga Deva menunjukkan senjata pemusnah Cumulonimbus yang berhasil ia selesaikan selama dua hari, pada ketiga orang yang kini duduk di hadapannya - Freya bukan orang tapi roh.

Di ruang tamu yang menjadi saksi hari bersejarah atas lahirnya penemuan baru, Deva menjelaskan cara kerja senjata yang berada di genggaman dua tangannya.

"Senjata ini bernama Cumulus Acetabulis," kata Deva yang tersenyum.

"Cumulus Acetabulis?" tanya Yuda yang menggaruk-garuk kepalanya karena bingung. "Namanya aneh. Cumulus, kan, awal dari pembentukan Cumulonimbus, tapi Acetabulis itu apa?"

"Artinya penghisap," jawab Freya.

"Penghisap?"

"Iya, Yud. Freya yang memberi nama senjata ini. Karena di dalam senjata ini berisikan peluru-peluru yang mengandung awan Cumulus buatan. Makanya dinamai Cumulus Acetabulis."

"Oh, begitu, Kak Dev."

"Iya."

Deva mengangguk dengan wajah yang serius. Ia melayangkan pandangannya pada senjata yang kini di genggaman dua tangannya.

Cumulus Acetabulis, senjata yang berbentuk pedang dengan gagang yang menyerupai pistol. Moncong pistol berada di bagian sisi bilah pedang yang tumpul. Berwarna putih kebiruan yang bercampur keperakan karena digabung dengan pedang Monstrum Clausum.

Dengan kata lain, pedang Monstrum Clausum di-upgrade menjadi pedang yang baru. Lebih kuat dari sebelumnya.

"Jadi, kakak-kakak akan melawan Cumulonimbus sekarang?" kali ini Zu yang bertanya.

"Iya. Kalian tunggu saja di sini," balas Deva yang memandang Zu yang duduk berhadapan dengannya.

"Tapi, aku ingin ikut dengan Kak Deva," sahut Yuda yang berwajah kusut.

"Jangan! Ini berbahaya! Kamu di sini saja, temani Zu. Biar aku dan Freya saja yang pergi."

"Tapi, kakak...."

"Jangan membantah! Turuti kata-kata kakakmu ini!"

Deva bersuara agak meninggi namun terkesan tegas. Cukup membuat Yuda terdiam lalu mengangguk pelan dengan terpaksa. Sesudah itu, Deva menghelakan napasnya.

"Syukurlah, kamu mengerti, Yud."

"Iya. Aku cuma bisa berharap kakak baik-baik saja dan kembali ke sini dengan selamat."

"Untuk urusan itu, jangan khawatir. Karena ada malaikat cantik yang akan melindungiku. Benar, kan, Frey?"

Tatapan Deva tertuju pada Freya yang duduk di sisi meja yang lain. Wajah Freya memerah ketika Deva tersenyum padanya. Terlebih hatinya sangat senang saat Deva menyebutnya sebagai "malaikat cantik."

"I-Iya," ucap Freya dengan nada yang gugup. "Ka-Kalian jangan khawatir. Deva akan baik-baik saja bersamaku. Aku akan melindungi Deva dengan kekuatanku untuk terakhir kalinya."

"Terakhir kalinya," Zu bingung.

"Oh iya, Kak Frey, kan, roh. Pasti tidak akan apa-apa jika berhadapan dengan Cumulonimbus," Yuda tertawa kecil.

"Cukup sampai di sini obrolannya. Frey, ayo kita berangkat! Gunakan kekuatanmu untuk berteleportasi langsung ke atas sana!"

"Baik!"

Atas pinta Deva, Freya berdiri dan berjalan menuju Deva. Deva juga sudah berdiri. Mereka saling bergenggaman tangan tapi tidak tersentuh karena tubuh Freya masih tembus pandang.

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang