31. Akhir

141 4 38
                                    

"Ya. Itu punyaku," ungkap Deva secara langsung. "Itu adalah pedang pemusnah Cumulonimbus."

"A-Apa?" semua orang kaget mendengarnya.

"Kakak yang menciptakan pedang itu?" tanya Friska.

"Iya."

"Wah, kakak hebat!"

"Berarti kamu yang sudah mengalahkan Cumulonimbus!"

"Ini akan menjadi berita utama!"

"Deva Praditia menjadi pahlawan dunia!"

"Hebat! Hebat!"

"Kau memang berbakat menjadi ilmuwan!"

"Terima kasih, karena sudah membebaskan dunia dari Cumulonimbus."

Semua orang sangat gembira dan menyalami Deva secara bergantian. Deva pun kewalahan menghadapi mereka, hanya menunjukkan tawa yang hambar.

Di antara keributan yang terjadi, Andris yang tidak ikut menyalami Deva, hanya diam menyaksikan. Tapi, seulas senyum terukir di wajahnya.

"Deva... Dia... Memang pria yang sangat menarik, dan juga cerdas seperti ayahnya."

*****

NEO UNDERGROUND, SECTOR 6, 17 MARCH, 2101

Seminggu kemudian.

Semua orang tampak berkumpul di depan sebuah monumen batu. Monumen kenangan yang menampilkan nama-nama orang yang sudah meninggal dunia; orang-orang yang termasuk dalam anggota Neo Resque dan Tentara Angkatan Laut.

Setiap nama yang terdaftar di monumen kenangan itu merupakan orang-orang yang tidak ditemukan. Salah satunya termasuk Ridwan.

Para pelayat yang menghadiri upacara kematian khas militer ini, turut larut dalam suasana duka. Banyak di antara mereka berpakaian dinas Tentara Angkatan Laut dan Neo Resque. Juga ada sedikit di antara mereka yang berpakaian serba putih.

Mereka berbaris rapi sesuai arahan pemimpin upacara kematian ini. Setiap wajah diliputi kesedihan yang dalam.

Di antara barisan itu, ada Deva dan dua adiknya. Mereka turut ikut untuk melayat atas permintaan dari Andris.

Empat pria muda berpakaian dinas Tentara Angkatan Laut, maju ke depan dan mengangkat senapan ke udara. Melepaskan tembakan tanda kehormatan bagi para pahlawan yang gugur.

Acara berakhir dengan lancar. Semua pelayat berhamburan pulang, tapi ada beberapa orang masih menetap di sana.

Sektor 6 yang merupakan wilayah pemakaman umum menjadi peristirahatan terakhir bagi Ridwan dan yang lainnya. Walaupun hanya nama mereka yang tertulis di monumen kenangan, tapi sosok mereka akan selalu melekat di hati orang-orang terdekat.

Andris merasakan itu. Ia masih berdiri di depan monumen itu. Menatap dekat tulisan yang tertera sebuah nama, Ridwan Nura.

Sorot kedua matanya sayu. Sangat kontras dengan wajahnya yang muram. Hatinya sangat merindukan sosok ayahnya itu.

"Ayah...," gumam Andris dengan nada yang pelan. "Beristirahatlah dengan tenang di sana. Aku doakan agar ayah diterima di sisi-Nya."

Kemudian ia menundukkan kepalanya. Merasakan kedua matanya memanas. Rasa sedih itu tidak bisa ditahan lagi.

Seorang wanita berambut coklat yang berpakaian serba putih datang menghampirinya. Lalu memegang bahunya dengan erat.

"Andris."

"Kakak...," Andris mengangkat kepalanya untuk menatap wajah di depannya itu. "Dia datang, kan?"

"Ya. Tentu saja."

Delia tersenyum tapi air bening masih mengalir dari pelupuk matanya. Dengan cepat, ia menyeka air mata itu.

"Kakak, kamu menangis."

"Kamu juga menangis, tahu."

"Hmmm... Aku tahu itu."

"Ayo, pulang!"

"Iya."

Andris mengangguk sambil menghapus air matanya dengan cepat. Ia pun pergi bersama Delia menuju keluar pemakaman. Seorang gadis berambut coklat panjang yang diikat satu di bawahnya, berlari kecil menghampiri mereka.

"Kak Delia, Kak Andris, tunggu!"

Suara teriakannya sangat memekakkan telinga. Beberapa orang melihat ke arahnya termasuk Deva.

DEG!

Jantung Deva berdegub kencang saat melihat gadis yang kini berbicara dengan Delia dan Andris. Kepala gadis itu tertutupi dengan selendang putih, tapi rambutnya yang panjang masih kelihatan.

Dari ciri-cirinya sama persis dengan malaikat cantik itu. Mulai dari warna rambut, warna mata, wajah dan semuanya.

Apakah dia adalah Freya? Freya Salsabila, gadis yang sangat dicintai Deva.

"Freya...," Deva pun berjalan cepat meninggalkan Yuda dan Friska.

"Lho? Lho? Kak Deva, mau kemana sih?" panggil Friska dengan suara yang keras.

"Sebentar! Kakak ke sana dulu!"

"Kami tunggu di sini!"

"Ya!"

Deva mengangkat tangan kanannya, lalu buru-buru berlari. Mengejar sosok Freya yang kini pergi bersama Delia dan Andris.

"Freya!" teriak Deva sangat keras hingga menarik perhatian orang-orang sekitar. Ia tidak peduli dengan apa yang terjadi, yang penting ia bisa bertemu dengan Freya lagi.

Tapi, sosok Freya langsung masuk ke mobil dinas milik Andris. Andris dan Delia juga sudah masuk ke mobil. Mereka berencana akan pulang ke rumah.

Mobil bertenaga anti gravitasi itu langsung melesat di jalan raya yang sepi, setelah keluar dari tempat parkiran. Deva tidak bisa mengejar lagi, dan terhenti di depan pintu gerbang pemakaman.

Napasnya tersengal-sengal karena sehabis berlari cepat. Wajahnya menjadi kusut dengan sorot mata yang meredup. Kedua bahunya naik-turun seiring ia menghela napas berkali-kali.

"Freya...," bisiknya dengan nada yang bergetar. "Kamu sudah terbangun dari tidur panjangmu. Aku akan datang menemuimu dan mendengar jawabanmu atas pernyataan cintaku seminggu yang lalu. Aku ingin menjalin hubungan lebih dari seorang teman denganmu."

Senyuman terukir di wajahnya. Cahaya harapan menantinya di depan sana. Ingin menggapai cinta Freya yang menjadi tujuan hidupnya sekarang.

Akankah Deva dan Freya bersatu nantinya?

*****

TAMAT

*****

A/N:

Ya, sudah tamat ceritanya. Jadi menggantung begini. Nanti kalau ada waktu, akan saya buat sekuelnya.

Terima kasih banyak buat yang baca sampai akhir.

Terima kasih banyak buat yang sudah vote dan komentar.

Terima kasih banyak buat yang sudah memasukkan "Cumulonimbus" ke list reading.

Terima kasih banyak ya.

Dan maafkan saya karena udah membuat ending kayak gini.

Riani S.

Minggu, 8 April 2018

CumulonimbusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang