NEO UNDERGROUND, 3 March, 2101
Cahaya sederhana dari sebuah lampu kristal futuristik, menerangi sebuah kamar yang berbentuk kotak. Kamar yang tidak begitu luas, hanya diisi dengan sedikit perabotan seperti lemari buku, lemari pakaian, komputer, satu meja dan satu kursi.
Seorang laki-laki berambut hitam dan bermata hijau emerald, sedang duduk di kursi kayu sekuat baja, sambil membaca sebuah buku usang yang terletak di atas meja. Matanya meneliti setiap kata demi kata. Membaca tentang informasi tentang jenis-jenis awan yang ada di dunia. Hingga pandangannya terhenti pada dua kata...
Awan Cumulonimbus.
Ya, awan Cumulonimbus yang menjadi musuh bagi umat manusia yang tersisa hingga saat ini. Awan pembawa hujan yang telah menghancurkan segalanya. Mereka itu "hidup", dan merupakan hasil ciptaan dari proyek para ilmuwan yang tidak bertanggung jawab. Para ilmuwan itu kabur dan tidak diketahui nasibnya. Entah mereka masih hidup atau justru tewas dihancurkan ciptaan mereka sendiri.
Pada awalnya, awan Cumulonimbus buatan itu diciptakan untuk menurunkan hujan di beberapa tempat yang mengalami kekeringan. Entah apa yang terjadi sehingga awan Cumulonimbus itu menjadi "hidup" lalu bergerak tidak sesuai koordinat yang telah ditetapkan. Tapi, justru mereka meluas dan menutupi seluruh langit.
Setelah itu, mereka berkembang dengan cepat, bergerombol, mendatangkan hujan yang sangat deras disertai badai angin dan petir kuat. Mereka tidak bisa dikendalikan lagi, bergerak semaunya sendiri.
Mereka dianggap sebagai makhluk hidup baru yang telah menjajah Bumi ini. Mereka telah berhasil menyingkirkan manusia dari muka bumi, yang tinggal hanyalah perairan dan daratan yang telah berubah menjadi lautan tanpa ada manusia yang menghuninya.
Betapa tidak, selama 13 tahun ini, dunia diterpa hujan deras yang tidak pernah berhenti sama sekali. Setiap detik saja, air terus naik. Tidak tahu berapa meter kedalamannya sekarang.
Tidak ada yang tersisa lagi. Tidak ada yang bisa diselamatkan. Semuanya binasa karena dihancurkan petir.
Mengingat kejadian itu, sungguh membuat laki-laki berambut hitam itu menjadi sedih. Ia kehilangan orang tuanya sejak umurnya 7 tahun. Yang tersisa adalah adik perempuan dan adik laki-lakinya.
Tapi, adik laki-lakinya menghilang ketika ikut tim ekspedisi remaja saat pergi ke permukaan Bumi. Beberapa di antaranya, tewas terkena sambaran petir karena Cumulonimbus mengetahui pergerakan mereka yang tengah menyelam di dalam air. Ini akibat mereka tidak membawa pakaian pelindung anti petir.
Kejadiannya begitu cepat. Air menjadi hantaran yang cepat untuk sambaran petir sehingga menewaskan semua tim ekspedisi remaja. Adik laki-lakinya tidak ditemukan, pada saat tim Neo Resque datang menolong untuk mengevakuasi mayat-mayat yang telah mengapung di air.
Mereka yang tidak selamat, dimakamkan di pemakaman umum yang terletak di pusat kota bawah tanah. Kota bawah tanah yang bernama Neo Underground.
Pasca kejadian 13 tahun lalu, orang-orang yang selamat dan mengungsi di lorong bawah tanah, memulai kehidupan barunya di Neo Underground, kota bawah tanah yang dibangun pemerintah. Kota itu sangat besar, terdapat lorong-lorong yang berliku-liku dan saling bersambungan antara satu sama lainnya seperti halnya sarang semut. Pintu masuk ke kota ini, ada di setiap negara, tepatnya di tempat pemerintahan karena hanya orang-orang pemerintah yang boleh memasukinya.
Namun, peraturan itu tidak berlaku lagi, pada saat terjadinya penyerangan Cumulonimbus itu, para pemerintah di seluruh dunia memberi mandat agar pasukan Tentara mengevakuasi para penduduk. Mereka dilindungi dengan pakaian anti petir - pakaian anti petir yang terbuat dari karet, sempat diciptakan oleh salah satu ilmuwan yang terlibat dalam proyek pembuatan Cumulonimbus. Tapi, jumlah pakaian anti petir itu terbatas, dan hanya sedikit penduduk yang bisa diselamatkan.
Mereka yang diselamatkan adalah bayi, anak-anak, remaja dan orang-orang penting lainnya. Mereka ditempatkan dalam Shelter Cube, pelindung yang berbentuk kubus yang merupakan lift otomatis menuju ke kota bawah tanah. Di sanalah - kota bawah tanah, mereka mengungsi dan menghabiskan waktu yang cukup lama dalam keterpurukan.
Sesudah itu, selama dua bulan, mereka yang mengalami trauma dikarantina di Cube House; sebuah rumah kecil yang berbentuk kubus, telah difasilitasi perabotan yang lengkap dan berdus-dus pil makanan. Bagi bayi-bayi dan anak-anak, diasuh oleh tim medis pemerintah yang terpilih.
Anak-anak dan para remaja yang mengalami trauma pasca bencana, ditempatkan dalam Cube House khusus dan diterapi dengan perlahan-lahan oleh tim medis agar mereka bisa menerima kenyataan yang terjadi dengan ikhlas. Mereka harus meneruskan kehidupan mereka tanpa terbebani lagi. Walaupun tidak ada orang terdekat lagi, mereka harus bersemangat untuk menghadapi kehidupan di masa depan.
Memang mengatasi trauma itu, membutuhkan waktu yang lama. Ada juga yang bisa mengatasi trauma dengan cepat, dan ada juga yang tidak. Itu tergantung masing-masing individu, seiring berjalannya waktu.
Hal itu dirasakan laki-laki berambut hitam yang diketahui Deva Praditia. Umurnya baru saja menginjak 20 tahun.
Ia merupakan salah satu anak yang mengalami trauma berat pasca bencana 13 tahun lalu. Tapi, setelah diterapi dalam waktu yang cukup lama, ia bisa mengatasi trauma dan meneruskan sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.
Kini ia kuliah di Neo Underground University, mengambil jurusan Biologi. Duduk di semester 4.
Ia juga menjadi tulang punggung keluarga dan sekaligus orang tua bagi kedua adiknya. Memiliki pekerjaan sebagai asisten dosen yang sering menggantikan dosen untuk mengajar.
Cita-citanya ingin menjadi seorang guru Biologi seperti almarhum ibunya. Ia berharap bisa menjadi guru Biologi setelah lulus kuliah nanti.
Saat ini, ia sedang meneliti tentang jenis-jenis awan untuk kepentingan umum. Berharap mendapatkan petunjuk agar bisa mengalahkan Cumulonimbus.
Suatu hari, ia menemukan buku tentang catatan penelitian Ayahnya di perpustakaan kota. Ayahnya seorang ilmuwan yang sangat suka meneliti tentang berbagai jenis awan.
Dari buku catatan itu, Deva menemukan banyak informasi tentang Cumulonimbus. Hingga ia menggeram kesal setelah membacanya.
"Cumulonimbus! Aku membenci kalian!" seru Deva yang meninju meja dengan keras. "Cepat atau lambat, aku pasti akan mencari cara untuk melawan kalian. Karena kalian, aku kehilangan adik bungsuku!!!"
TOK! TOK! TOK!
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan keras yang berasal dari luar. Deva meredam emosinya yang sempat naik ke ubun-ubun.
"Siapa?" tanyanya sambil memegang sebagian rambutnya.
"Ini aku," jawab seseorang dari luar.
"Friska ya? Ada apa?"
"Aku punya kabar tentang Yuda, kak."
BETS!!
Dengan cepat, Deva berlari dan membuka pintu yang sempat dikuncinya dengan Code Card - Code Card adalah kartu yang menyimpan kode semacam password dan berfungsi sebagai pengunci pintu. Ketika kau menggeseknya ke lubang kotak digital virtual transparan yang ada di samping pintu, maka secara otomatis pintu akan terbuka dengan sendirinya.
Deva keluar dari kamar, mendapati seorang gadis berambut hitam dan bermata biru laut yang berdiri di hadapannya.
"Benar? Kau tahu dimana Yuda?"
Deva memegang dua bahu adik perempuannya dengan erat. Adik perempuannya yang bernama Friska Praditia, pun menjawab pertanyaannya.
"Yuda... Dia selamat. Tim Neo Resque mendapatkan sinyal SOS yang berasal dari gelombang laser yang berpusat di sebuah pulau terpencil. Jaraknya sangat jauh dari sini."
*****
A/N:
Terima kasih sudah memvote dan mengomentari cerita ini ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cumulonimbus
خيال علميApa jadinya jika Bumi dikuasai kelompok awan Cumulonimbus yang menjadi monster? Para manusia tersingkirkan dan memilih hidup di kota bawah tanah. Seorang mahasiswa bernama Deva Praditia, sedang melakukan penelitian agar mencari cara untuk melawan ke...