"Jadi? Siapa yang tidak menyukai hujan di dunia ini kalau mereka tau kisah yang barusan aku ceritakan?." Madam Kate bertanya ke seleruh kelas, tak terkecuali aku.
Hujan.
Aku senang setiap kali madam Kate menceritakan kisah itu. Hujan, bukan hanya menumpahkan air dari langit ke bumi, di dalamnya terdapat banyak kisah, makna, tangisan, senyuman, perasaan bahkan kehidupan. Penggalan dialog dari kedua tokoh utama dalam kisah yang madam Kate ceritakan di kelas hampir sejuta kali.
Bahkan, aku saja sampai hapal intonasi madam Kate saat ia bercerita.
Hujan.
Tidak sesederhana itu, bahkan nama tengah ku berarti Hujan dalam bahasa Jerman. Ibu bilang, dulu saat aku lahir hujan turun sangat lebat, dan pada akhirnya mereka memberi nama tengahku 'Regen' yang berarti hujan.
"Eleanor Regen Hoult?."
Aku mengacukan tangan dan tersenyum pada madam Kate saat ia memanggil namaku. Ia pernah bilang kalau ia senang sekali menyebut namaku terutama nama tengahku. Maka dari itu sebisa mungkin aku berwajah ceria ketika belajar di kelasnya.
"Bahkan nama tengah siswa terbaik di sekolah ini saja berarti hujan." Komentar madam Kate sebelum memanggil siswa lainnya.
Semua siswa dan siswi melihatku. Ada yang manggut-manggut, ada yang hanya diam dan juga ada yang menggeleng kepala dan berekspresi sinis.
"Baiklah, sampai ketemu esok lusa!." Madam Kate pergi meninggalkan kelas dan juga kami, menuju rumah masing-masing.
Aku berjalan bersama Gwenn, sahabatku dari TK menuju ke halte bis di depan gerbang sekolah. Beberapa menit menunggu, langit perlahan menggelap kemudian menumpahkan titik-titik air halus atau yang biasa kita sebut gerimis dan itu berarti sebentar lagi aku dan Gwenn akan basah sampai kerumah, walau mungkin tidak akan sekuyup hujan lebat.
Kami saling melirik kemudian tersenyum senang. Memasukkan ponsel masing-masing ke tempat paling tersembunyi di ransel kemudian berlari sambil bernyanyi di bawah turunnya gerimis di Kota Bournemouth ini. Kalau sudah begini Gwenn dan aku biasanya akan berhenti kalau sudah dimarahi ibuku atau ibunya atau bahkan kedua-duanya.
"Hey E lihat!," Gwenn menunjuk kebelakang, ke halte bis. "Dia sangat sinis tadi padamu, bagaimana kalau kita beri dia pelajaran?." Gwenn merujuk pada pemuda kaya dan dingin berambut pirang dan bermata biru yang sangat terkenal di sekolah itu.
"Sudahlah Gwenn, jangan cari masalah dengan dia.!" Aku merangkul Gwenn kemudian mengajaknya kembali berlari dan bernyanyi, tidak peduli pada orang-orang yang berteduh di pinggiran toko, di halte, dan orang-orang yang sedang ada di mobil mereka yang sedang melihat bahkan berpikir kalau kami dua gadis gila.
Setelah berpisah di depan pagar setinggi pinggang berwarna putih yang di bangun ayah waktu aku TK dulu, aku segera memasuki rumah, dengan diam-diam. Tidak ada suara ibu yang biasanya menonton TV atau bersih-bersih rumah, tidak ada juga suara di kecil Benjamin yang menyebalkan.
"Mom? Ben? Dimana kalian?."
"Ada apa?."
Sama sekali bukan yang aku harapkan. Itu suara Leonardo, anak tertua di rumah ini dan cucu tersayang di keluarga Hoult.
Leonardo Caradoc Hoult, lima tahun lebih tua dariku tapi bertingkah hampir sama seperti Benjamin, adik kami. Dia akan merengek pada ibu kalau dia kalah dariku dan dia akan bersekongkol dengan Benjamin kalau ibu tidak membelanya. Dia, penghasut nomor satu di dunia.
"Dimana semua orang?." Tanyaku pada Leo yang sekarang menghadang jalanku.
"Mereka pergi ke supermarket. Dan kau? Kenapa kau basah begini?,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Romance"Eleanor? Mana mungkin aku tidak sayang dan cinta padamu?," Chris memeluk sambil mengelus rambut hitam Eleanor. "Aku sangat menyayangi dan mencintaimu Eleanor." Sambungnya. "Tapi aku tidak cukup baik untukmu kan Chris? Aku cereboh dan tidak teliti...