Eleanor menatap satu persatu gedung yang mereka lewati. London tidak pernah kehilangan daya tariknya dari masa kemasa. Yang ada ia semakin menarik untuk di telusuri. Mobil yang dikendarai oleh suaminya berbelok ke jalanan yang sedikit lebih kecil dari jalan utama. Ia berhitung dalam hati, dua puluh rumah dan Christopher akan menginjak pedal rem dan koplingnya. Dua puluh rumah lagi maka ia akan bertemu dengan orang yang sudah ia rindukan.
Rintik hujan yang sedari tadi menemani perjalanan sunyi mereka selalu setia dengan kehadirannya. Sementara Eleanor menahan tawa dan kesal secara bersamaan di dalam hati. Ia ingin tertawa karna melihat hujan dan melihat Christopher yang berusaha untuk tidak menekuk mukanya, ia kesal karna Christopher selalu saja tidak bisa dengan sempurna menyembunyikan kekesalannya pada hujan.
"Mommy? Nanti aku boleh langsung belari ke kamar mandi?" Caroline menyadarkan Eleanor dari lamunannya.
Ia tersenyum pada putrinya yang memakai gaun pastel kesukaannya, rambutnya yang hitam di kepang seperti salah satu tokoh kartun favoritnya. "Boleh! Asal jangan memecahkan sesuatu, ok?"
"Oke!"
Saat Christopher berhasil memarkirkan mobil mereka dengan sempurna, pintu tengah langsung terbuka dan keluarlah Caroline dengan berlari terbirit-birit menuju pintu rumah.
"Pamaaan!" ia menggedor pintu sambil berteriak.
"Eleanor kenapa anakmu berteriak di depan rumah orang?!" Christopher tidak habis pikir dengan tingkah laku anaknya yang sama sekali bukan dari dirinya.
"Dia sudah tidak tahan untuk buang air kecil, sayang," Eleanor membantu Aydin mengeluarkan barang bawaan mereka.
Pintu yang sedari tadi di gedor-gedor oleh Caroline akhirnya terbuka. Dengan cepat ia berlari masuk tanpa menyapa ataupun menghiraukan panggilan sang pemilik rumah. Benar-benar Eleanor versi kecil.
"Apa kabar Ana?" Christopher maju dan memeluk wanita paruh baya yang tadi membukakan pintu.
"Baik sakali Chris. Sayangku, aku rindu padamu!" ia mengelus pundak Eleanor.
"Apa kabar ibu? Aku juga merindukanmu!" ia mencium pipi Ana kemudian menarik pelan Albert yang selalu saja kesal kalau pergi ke London dengan mobil pribadi.
"Kenapa mukanya di tekuk begitu?" Ana yang sudah berumur enam puluh lebih itu menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan anal laki-laki Eleanor yang menggemaskan.
"Aku lelah Granny. Tapi ibu memaksa ke London dengan mobil!" adunya.
Ana hanya tertawa mendengar Albert yang mengadu, benar-benar sebuah kebahagian di hari tuanya saat ia mendengar rengekan, tawa dan kenakalan anak-anak Eleanor. Anugrah nya yang terbesar.
"Ibu, kenalkan ini Aydin sahabat kami dari Turki!" Eleanor memperkenalkan Aydin yang sedari tadi diam kepada Ana.
Aydin mengulurkan tangannya dan tersenyum pada wanita beruban yang dipanggil ibu oleh Eleanor itu. Kemudian dengan sopan ia memperkenalkan dirinya pada Ana.
"Oh silahkan masuk, kenapa dari tadi hanya diluar?" Ana tertawa saat menyadari mereka masih berdiri di depan pintu rumahnya.
Saat mereka mencapai ruang tamu, Albert dengan cepat berlari masuk keruang yang lebih dalam, kemudian di susul oleh Caroline yang baru keluar dari toilet yang berada di bawah tangga yang bisa dilihat dari ruang tamu. Ana tinggal di rumah yang kecil, di rumahnya yang bertingkat dua dan bergaya victoria.
Dari ruang tamu, dapat terlihat sebuah toilet yang berada di bawah tangga dan meja makan disampingnya yang disebut Ana sebagai dapur, ruang makan dan ruang TV yang digabungkan, sedangkan di samping ujung tangga ada sebuah kamar dan dua kamar tidur di lantai dua.
![](https://img.wattpad.com/cover/141645685-288-k838247.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Romance"Eleanor? Mana mungkin aku tidak sayang dan cinta padamu?," Chris memeluk sambil mengelus rambut hitam Eleanor. "Aku sangat menyayangi dan mencintaimu Eleanor." Sambungnya. "Tapi aku tidak cukup baik untukmu kan Chris? Aku cereboh dan tidak teliti...