Kalau ada dosen gila dan mungkin mengasyikkan bagi sebagian mahasiswa yang hanya bisa menghamburkan uang orangtuanya itulah Stephen dan Shania. Entah apa yang mereka bicarakan dengan dosen-dosen dari Universtitas seluruh Turki sehabis makan siang tadi dan sekarang yang kami tahu adalah kami sudah terbagi menjadi beberapa kelompok yang siap untuk berwisata ke cotton castle selepas hasil penelitian ini disusun. Kepulangan ke tanah air terpaksa dibatalkan beberapa hari karna agenda di luar agenda sebenarnya ini.
Dalam empat hari tiga kelompok dan beberapa kelompok belum pasti yang akan dibagi dan diisi berdasarkan hasil cabut undian akan siap meluncur ke daerah hamparan putih di Asia Kecil ini.
"Baiklah, dengan ini aku nyatakan kita akan bekerja sekuat tenaga menyusun hasil penelitian kemudian kita bersenang-senang sebagai wisatawan!." Kata Stephen menggebu-gebu disambut sorak sorai Shania, Julie, Gwenn dan Dilara.
Wajahnya tampan dan gayanya keren, tapi aku baru tau kalau dia seperti anak-anak.
Aku menoleh ke 'rombongan' laki-laki –Aydin, Ahmed, Burak dan lima dosen dari Turki lainnya yang hanya mangguk-mangguk dan senyum minus Christopher yang diam menatap segerombolan manusia hyperactive di depannya yang kini sedang menari, campuran Samba dan Dansa.
"Hey E! kenapa hanya duduk di situ? Ayolah bergabung!." Stephen menjulurkan tangannya ke depan mukaku. Sedetik tanganku terangkat ingin menepis dan seditik berikutnya aku sudah berdiri di depannya dengan tanganku yang kemana-mana mengikuti gerakannya.
Kalau tau begini, tidak usah repot-repot membantunya menjaga martabat di depan dosen-dosen Turki itu.
Tarian berubah menjadi heboh saat hujan rintik mulai mebasahi tanah, dengan cepat para gadis hyperactive menarik semua laki-laki yang duduk untuk bergabung menari tak terkecuali Chris yang disambar oleh Julie.
Aku mengikuti irama Stephen yang merubah tarinya dari Samba ke Dansa. Ia menarikku mendekat dan kemudian memutarku membelakanginya, ia mulai bergoyang bak pedansa professional dan aku bak bebek berdansa. Dalam hujan yang makin lebat, ekor mataku menangkap Christopher yang berdiri dengan Julie didepannya yang sedang mencak-mencak tidak jelas. Ia menatapku sinis, senyum sinisnya menggores hati dan menghancurkan mood. Dan dia bertambah sinis saat dengan kurang ajar dan mesumnya Stephen mencium pundakku.
Mulutnya membentuk kalimat "Murahan!." Dan itu cukup jelas terbaca olehku.
Dengan satu gerekan aku menarik leher Stephen dan mendekapnya. Murahan katanya? Baiklah, akan aku tunjukkan berapa murahnya gadis yang ia mohon untuk menunggu dirinya. Stephen yang tidak tau situasi dan kondisi membalas dekapanku dan mengankatku, berputar bagai film India kemudian dia berbisik.
"Aku bahagia sekali Eleanor. I love you!." Kecupan kembali aku dapatkan dan kali ini di bibir.
Chris pergi meninggalkan kami, yang lain masih dalam mode hyperactive begitu pula dengan Stephen yang kini bergabung dengan geng hyperactive.
Aku akan selalu mengingatnya, bibir Christopher dengan kalimat 'Murahan' nya itu!.
***
Gwenn menyeruput es teh nya tanpa henti. Ia mati kepanasan dan terus mengomel tentang laptopnya yang berjalan lamban. Di belakangnya ada Ahmed yang sepertinya sangat sabar menghadapi teman sekolompoknya dari Inggris yang sangat ingin aku sumpal mulutnya dengan tisu toilet. Mudah saja kalau Gwenn ingin laptopnya kembali normal. Hapus semua game anak TK yang sama sekali tidak cocok dengan pembawaan sehari-hari Gwenn itu.
"Kenapa kau tidak menyimpan foto-foto ini di data D?." tanya Ahmed dengan aksen Inggris Turki nya yang kental.
"Tidak muat." Jawab Gwenn polos.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Romance"Eleanor? Mana mungkin aku tidak sayang dan cinta padamu?," Chris memeluk sambil mengelus rambut hitam Eleanor. "Aku sangat menyayangi dan mencintaimu Eleanor." Sambungnya. "Tapi aku tidak cukup baik untukmu kan Chris? Aku cereboh dan tidak teliti...