Kami sampai di Ankara pukul tujuh malam waktu setempat. Akhirnya aku menginjakkan kaki di ibu kota Negara dua benua, Turki. Selesai mengambil barang-barangku aku langsung menuju ke bus yang sudah disediakan univesitas Ankara bagi kami. Gwenn yang sedari tadi mencoba meminta maaf padaku duduk di samping Stephen dan aku duduk sendirian.
Bus kami menuju ke salah satu hotel bintang lima di Ankara. Setelah sarapan besok kami akan menghadiri meeting dengan perwakilan universitas seluruh Turki dan keesokan hari nya kami akan pindah ke daerah masing-masing yang telah di bagi-bagi saat meeting untuk memulai penelitian.
"Selamat malam Eleanor." Aku menoleh pada orang yang tidak pernah kusangka akan menyebut namaku lagi, Christopher. Saat aku membuka kunci kamarku yang berada di depan kamarnya.
"Selamat malam tuan Johnston." Kataku kemudian dan segera masuk kekamar.
Apa-apaan dia? Kenapa dia baru menyapaku sekarang? Kemana saja dia selama hampir tujuh jam di pesawat tadi?
Aku tidak habis pikir dengan laki-laki satu ini.
"Maafkan aku, sungguh aku hanya tidak bisa mengontrol mulutku tadi!"
Pesan singkat dari Gwenn.
"Selamat malam Gwenn. Mimpi yang indah" Balasku.
***
Setelah sarapan pagi dan meeting mengenai kegiatan yang akan dimulai besok di beberapa tempat dan oleh beberapa kelompok, aku dan Gwenn –dan yang paling menyebalkan Christopher. dan Stephen dan yang lain di ajak oleh pihak universitas untuk berkeliling lingkungan Universitas Ankara. Suasana yang sangat serupa tapi tak sama dengan rumah membuatku sangat merindukan Benjamin, Mom dan Dad. Oh ngomong-ngomong aku belum mengabari Leo yang bekerja di London tentang keberangkatanku ke Turki walau aku yakin Mom pasti sudah memberitahunya.
"Kalian boleh bersantai dan menikmati senja disini, tepat pukul tujuh malam aku akan menunggu kalian di parkiran bus tadi. Selamat menikmati" kata laki-laki tua berjenggot putih yang selalu setia mengantar dan memberi kami petunjuk mengenai sejarah dan seluk-beluk bangunan-bangunan di Universitas ini.
Aku mengambil kesempatan ini untuk menelpon Leo, tidak sampai sepuluh detik telponku sudah diangkat dan mendengar suaranya yang serak di seberang sana.
"Apa kabar? Oh! Apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?." Tanyaku padanya.
"Halo? Ya aku baik-baik saja. Tapi siapa ini?." Tanya leo.
Opps, aku lupa kalau aku memakai nomor provider local.
"Kalau kau benar-benar mencintaiku, kau pasti tau siapa aku!." Kataku dengan nada yang sedikit kunaikkan.
"Oh? Sarah? Hey baby bagaimana pekerjaanmu?." Kata Leo, suaranya sudah normal.
Apa? Sarah? Siapa Sarah? Pacarnya? Kenapa tidak pernah bercerita?
"Sarah? Siapa itu sarah?." Tanyaku lagi.
"Oh Mayra, maaf aku pikir kau sekretarisku." Katanya.
Wah! Ada berapa wanita yang ia pacari kalau begitu.
"Siapa lagi itu Mayra?!." Muncul ide untuk menjahili pemuda cerewet ini.
"Oh aku memang bodoh, maaflkan aku. Aku baru bangun dan tidak mengenali suaramu sayang, jadi bagaimana kabarmu? Apa sudah sampai di Itali?." Katanya dengan nada percaya diri yang tinggi.
"Hey, buaya darat! Kau pikir kau sedang bicara dengan siapa hah?!." Kataku, kesal juga dengan pemuda cerewet satu ini.
"Oh? Siapa kau sebenarnya?."
Dia? Dia tidak mengenali suaraku?!. Oke, baiklah!.
"Aku membencimu Leo si cerewet!." Teriakku kesal.
"Eleanor? Apa itu kau?."
Hanya nafasku yang naik turun yang aku perdengarkan padanya.
"Kenapa kau menelponku memakai nomor asing?!, kau ganti nomor?." Tanyanya.
"Aku kabur dari rumah ke Turki!." Rasakan! Biar dia mati panik disana.
Itupun kalau dia masih mencemaskan ku seperti dulu.
"Apa?!." Teriaknya.
"Sampai jumpa!." Aku memutuskan telpon, kemudian menarik nafas dan menghelanya dengan lega, setelah itu terkekeh geli membayangkan bagaimana wajah Leo saat ini dan pasti dia sudah sibuk menghubungi orang rumah kami.
Saat aku berbalik aku mendapati Christopher yang sedang bersandar disalah satu pohon besar di pekarangan Universitas Ankara ini sambil memperhatikanku. Aku membalas tatapan nya yang sangat sulitku artikan sampai ia berhenti menatap dan berjalan kearahku.
"Apa itu Leo?." Tanyanya setelah sampai di depanku.
"Ya." Jawabku.
Hening.
Christopher hanya mengangguk kemudian menatapku, sementara aku hanya diam dan sibuk dengan pikiranku yang melayang-layang, menebak-nebak apa yang akan dilakukan Christopher selanjutnya.
"Baiklah, sampai jumpa besok Eleanor." Katanya.
Oh Tuhan! Aku sama sekali tidak menyangka ia akan mengeluarkan pernyataan itu. Hah? Memangnya apa yang bisa ku harap dari laki-laki super aneh dan menyebalkan seperti dia?. Apa kabarmu Eleanor? Aku merindukanmu Eleanor? Apa kau tau kalau aku masih sangat mencintaimu Eleanor?. Buang saja perntanyaan-pertanyaan itu ke tempat sampah!.
Dia Christopher Aaron Johnston, tidak akan menanyakan hal-hal seperti itu sampai kiamat tiba. Dia hanya tahu memerintah, tersenyum sinis, bersikap dingin dan tidak perduli pada perasaan orang lain.
Sementara aku? Aku selalu berharap, berharap dan bertahan dengan buaian – lebih tepatnya, perintahnya. untuk tidak meninggalkannya.
"Jadi? Apa tadi dia menanyai kabarmu?." Tanya Gwenn sambil memepetku ke pinggir jalan utama.
"Siapa?." Tanyaku, malas membahas apapun saat sekarang.
"si perfectionist nan angkuh?."
"Siapa yang kau maksudkan Gween?."
"Chris!." Katanya mendecak saat aku terus bertanya.
"Tidak."
Yah itu cukup membungkam Gwenn selama beberapa menit. Dan pada saat ia sudah siap menanyakan lebih lanjut, hujan gerimis turun. Aku menyenggol siku nya pelan kemudian memberinya senyuman gembira.
"Let's Take a baaath!!!" teriaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Romance"Eleanor? Mana mungkin aku tidak sayang dan cinta padamu?," Chris memeluk sambil mengelus rambut hitam Eleanor. "Aku sangat menyayangi dan mencintaimu Eleanor." Sambungnya. "Tapi aku tidak cukup baik untukmu kan Chris? Aku cereboh dan tidak teliti...