Aku melihat kerlap-kerlip lampu kendaraan dan bangunan dari jendela pesawat. Pulang kerumah adalah satu-satunya yang aku ingin dan tidak inginkan saat ini. Aku rindu keluargaku tapi kalau sudah di Inggris, aku terpaksa berpisah dengan Chris yang akan pulang ke Oxford. Merasa bahagia sekaligus sedih bukan lah sesuatu yang menyenangkan, percayalah.
Pesawat kami mendarat di Heathrow tepat pukul tujuh malam, aku turun dan menunggu barangku bersama Stephen dan Gwenn untuk bertukar pesawat. Perjalanan menggunakan pesawat setelahnya ialah rumah kami, Bournemoth. Menunggu selama tiga puluh menit di pesawat baru aku disuguhi roti isi dan sekaleng soda. Di dalam bandara sana, di antrian barang, aku melihat Julie dan Shania dan beberapa detik kemudian aku menyadari Chris yang seharusnya mengantri malah tidak ada di mana-mana.
"Akhirnya kita akan kembali ke Bournemoth!." Kata Stephen pada Gwenn yang duduk di sebelahnya.
Aku sangat bersyukur kami berbeda baris dalam masalah tempat duduk dan aku tidak duduk di sebelahnya, ia sungguh-sungguh menyebalkan selama perjalanan dari Ankara ke London. Mengoceh tanpa henti.
Suara pramugari mengalihkanku dari antrian di dalam bandara, ia memeragakan penggunaan alat keselamatan dan salah satu rekannya memeriksa nomor kursi kami. Aku melirik ke kursi sebelah ku yang kosong sementara pesawat akan take off sepuluh menit lagi.
"Apa di sebelahku kosong?." Tanyaku pada pramugari yang sedang menyiapkan teh untukku.
"Ada penumpang yang terlambat karna masih mengurus beberapa hal. Ia pindahan dari pesawat dari Ankara." Katanya ramah.
Tepat sebelum pintu tertutup seorang laki-laki dengan jaket kulit dan topinya masuk ke pesawat dengan kopernya, ia berjalan menujuku dan meletakkan kopernya di bagasi. Aku menegang, aku sangat mengenal siapa orang ini. Ia ikut ke Bournemoth dan tidak pulang ke Oxford?.
"Kenapa kau ada disini?." Tanya Gwenn yang juga menyadari keberadaan Chris.
"Aku mau pulang ke kampung halamanku." Jawabnya singkat sambil melepas topinya.
"Tapi bagaimana dengan Julie?." Gwenn segera menutup mulutnya, ia hampir saja keceplosan masalah pertunangan itu, dan aku? Sama sekali tidak tertarik membahasnya.
"Pak, tolong pakai sabuk pengamannya. Sebentar lagi kita mau take off." Seorang pramugari mendekati Chris.
Di perjalanan dari London menuju Bournemoth yang tidak terlalu lama, Chris sama sekali tidak mengajakku berbicara. Hanya tangannya yang menggenggam erat tanganku dan itu tanpa diketahui dua manusia yang memasang wajah masam dan cemas disebelah kami. Aku suka tangan hangat Chris yang mengenggam habis tanganku, aku suka merasakan halusnya telapak tangannya dan melihat perbedaan warna kulit kami, kulitnya yang kaukasoid terlihat makin pucat jika berada dekat dengan tanganku yang berwarna kekuning-kuningan.
Pesawat kami mendarat dengan selamat di bandara Bournemoth, bandara yang bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan Heathrow di London. Aku berdiri di depan Chris yang memaksa ikut menunggui barangku dengan Gwenn di belakangnya dan Stephen di depanku. Gwenn menarik jaket Chris dan berbisik padanya. "Apa yang sedang kau lakukan?."
Chris mendorong Gwenn supaya tidak menempel pada tubuhnya. "Aku pulang ke kampung halamanku!." Katanya juga sambil berbisik.
"Jadi Mr. Johnston, ada apa kau ke Bournemoth? Apa ada hal yang penting? Mungkin aku bisa membantu?." Stephen yang sedari tadi diam akhirnya berbicara.
"Aku hanya ingin pulang kampung." Balas Chris dingin.
Gwenn yang melihat bakal adanya gesekan yang menimbulkan api besar dengan heboh memotong antrian Chirs kemudian ia tersenyum lebar pada Stephen. "Dan kami bertiga akan mengadakan reunian SMA kecil-kecilan!."

KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Romance"Eleanor? Mana mungkin aku tidak sayang dan cinta padamu?," Chris memeluk sambil mengelus rambut hitam Eleanor. "Aku sangat menyayangi dan mencintaimu Eleanor." Sambungnya. "Tapi aku tidak cukup baik untukmu kan Chris? Aku cereboh dan tidak teliti...