Part 12

10.1K 696 127
                                    

Selamat malam✨

Jawab pertanyaan ini dulu sebelum baca. Oke?

1. Jam berapa kalian buka cerita ini?

2. Hal apa yang kalian lakukan kalau lagi nggak mood?

3. Sudah follow akun wattpadku?
puspasetyaa_

4. Sudah vote, komen dan share belum?

Selamat membaca❤

***

Rumah Rakha. Jam sepuluh malam.

Usai mengantar dan berpamitan dengan bundanya Zahra, Rakha langsung pulang ke rumah. Sebelumnya dia ditawari untuk mampir dulu, tapi dia menolak. Tidak baik juga kalau malam-malam bertamu di rumah orang.

Sampai di rumah, mamanya langsung menyuruhnya bersih-bersih dan segera tidur. Tapi kenyataannya berbeda. Selesai membersihkan badan, cowok itu malah berdiri di balkon kamar.

Tangan kekarnya menggenggam besi pembatas balkon. Wajahnya datar. Tatapannya lurus kedepan; kosong. Tapi isi kepalanya ramai.

Angin yang berembus menusuk sampai ke tulang, tak dia hiraukan. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran serta hatinya saat ini.


Tling!

Lamunannya seketika buyar karena ponselnya yang berbunyi. Cowok itu memilih duduk di sofa dan melihat pesan yang baru saja masuk. Dari Arvin ternyata.

Arvin Ferdinanto

Sorry soal omongan gue tdi
Tpi, gue juga serius soal itu
Apa lo keganggu?

Rakha membacanya saja. Dia sedang tidak mood untuk membalas. Dia ingin tenang sebentar walau sedetik kemudian ponselnya kembali berbunyi. Bukan pesan, melainkam sebuah panggilan masuk. Masih orang yang sama; Arvin.

Rakha menghela napasnya dengan berat. Digesernya tombol hijau itu. Hening sebentar sampai suara khas Arvin terdengar.

"So, gimana menurut lo?"

Terlalu to the point.

"Apanya?" tanya Rakha. Kalimat Arvin terdengar aneh untuknya.

"Giliran soal perasaan aja lo pura-pura bego!" cibir Arvin dari seberang sana. Sedang Rakha hanya diam.

"Mau sampek kapan lo kayak gitu terus?"

"Kayak gitu gimana?" sambar Rakha mulai terpancing. Di sana Arvin mengangkat salah satu sudut bibirnya, menampakkan seringai kecil yang Rakha tidak tahu.

"Ya ... lo pikir, lah. Gimana lo sekarang? Sembilan puluh persen lo berubah hanya karena dia!" ujar Arvin.

"Lo sendiri tau kan gimana. Inget, Dia juga sahabat lo!" gertak Rakha. Napasnya mulai naik turun, mencoba menahan emosi yang seringkali bergejolak.

"Gak mungkin gue lupa sama dia. Dan nggak usah bahas yang itu. Karena sekarang topiknya itu lo. Paham?" ucap Arvin. Terdengar santai.

"Lalu, lo mau gue ngapain?" tanya Rakha.

"Gue tau, lo susah payah buat lupa dan ikhlas tentang semua yang berkaitan dengan dia. Lo sering inget sama dia yang seharusnya cukup jadi kenangan aja. Gue pikir, itu nggak akan terlalu mempan kalau nggak ada yang ngalihin lo."

Zahra & RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang