Part 6

11.8K 779 14
                                    

 Malam ini, langit tampak cerah. Dihiasi dengan bintang-bintang, dan juga sang raja malam yang bersinar terang. Udara pun terasa dingin menyegarkan, diiringi suara jangkrik yang memecah keheningan. Cowok berkulit coklat bersih itu dengan setia duduk di balkon kamarnya sembari menengadahkan kepalanya ke atas.

Setelah kejadian di ruang basket indoor tadi. Rakha lebih banyak diam. Pikirannya sedang kacau. Karena itu, ia memilih menyendiri di balkon kamarnya. Mungkin, pikirannya akan lebih tenang setelah ini.

Sedangkan di ruang makan, Khairin sedang menyiapkan makan malam bersama Mira---mamanya. Biasanya, Rakha sudah ada di bawah, menonton televisi bersama sang ayah sembari menunggu mama dan dirinya yang tengah menyiapkan makan malam. Tapi kali ini, Rakha belum menunjukkan batang hidungnya.

Mira melihat kesana-kemari, mencari keberadaan putranya. "Adek mana, Kak?" tanya Mira.

Khairin melihat ke ruang tv, di sana tidak ada adiknya. "Nggak tau, Ma," jawabnya. "Umm ... Irin panggil dulu yah, Ma." Mira pun menganggukan kepalanya.

Khairin melangkahkan kakinya menuju kamar Rakha. Berulang kali ia mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban dari dalam. Khairin mengumpat, ia langsung masuk ke kamar adiknya itu tanpa persetujuan. Ternyata pintunya tidak dikunci!

Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok Rakha, tapi tak ia temukan. Yang dilihatnya adalah pintu balkon yang sedikit terbuka. Dia berjalan dengan pelan, membuka pintunya dengan pelan hingga tak menimbulkan suara. Kedua netranya menangkap siluet Rakha yang tengah duduk termenung sembari menatap langit.

Khairin duduk di samping Rakha, sampai cowok itu menoleh dengan ekspresi terkejut. Di sampingnya sudah ada kakaknya yang ikut menatap langit. Rakha hanya diam dan mengalihkan pandangannya; lurus ke depan.

"Kenapa?" tanya Khairin tiba-tiba.

Rakha menoleh, menatap kakaknya dengan penuh tanda tanya. Tak ada yang salah dengan dirinya. Ia hanya ingin sendiri, itu saja.

"Masih kepikiran sama Dia, yah?" tanya Khairin lagi.

Rakha mengalihkan pandangannya. Berulang kali dia mengembuskan napasnya dengan berat. Kakaknya ini sangat tahu apa yang sedang ia pikirkan.

Khairin masih menatap adiknya. Dia bisa melihat dari raut wajah Rakha yang terlihat gelisah; seperti memiliki banyak masalah. Ia pun mengalihkan pandangannya, kembali menatap langit.

"Kamu tahu? Terkadang kita menjadi orang yang sangat bahagia, apalagi dengan orang yang kita sayang. Tapi Tuhan berkata lain. Takdir memisahkan kita dengan orang yang kita sayang. Bukan hanya sementara, tapi untuk selamanya.

"Kita sedih, nangis, dan juga kecewa atas kepergiannya. Bahkan ada yang menyalahkan Tuhan. Namun yang harus kita tahu, Tuhan telah mengatur semuanya. Skenarionya bahkan lebih indah daripada skenario buatan manusia." Khairin menghentikan ucapannya. Dia melihat Rakha yang tengah melihatnya.

"Kamu harus bisa mengikhlaskan Dia. Kamu harus bahagia, dengan begitu dia akan bahagia juga." Khairin mengakhiri ucapannya. Dia pikir, Rakha cukup mengerti dengan apa yang ia katakan. Ini bukan untuk yang pertama kali, tapi untuk kesekian kalinya Khairin menasihati Rakha.

Suasana kembali hening karena keduanya sama-sama terdiam. Khairin menghela napasnya. "Kamu harus buka hati kembali, karena di bumi ini masih ada orang yang berhak untuk kamu cintai."

"Rakha belum bisa, Kak," ucapnya terdengar begitu pasrah.

Khairin memutar bola matanya dengan malas. "Kamu itu nggak mau usaha!" cetus Khairin. "Kakak yakin, anak-anak seusia kamu itu pasti lagi bucin-bucinnya soal cewek," sambung Khairin mencibir.

Zahra & RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang