"Kau pasti bercanda," Rency mengerjapkan matanya, namun orang yang sedang diajak bicaranya hanya menggeleng dengan polos, "Kau benar-benar tidak tahu Percy Foley sebelumnya?"
"Jangan keras-keras!" Sophie menyenggol Rency. Sambil membawa nampan makan mereka, kedua gadis tersebut berjalan melalui beberapa murid yang mencuri-curi pandang pada mereka.
Sophie masih tidak mampu percaya apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Minggu lalu, dia baru saja menjadi bahan penindasan anak-anak kota dan anak-anak distrik lingkar dalam. Hari ini, semua anak memandangnya dengan tatapan aneh seakan-akan Sophie adalah orang yang sangat penting di sekolah itu. Entah bagaiman berita akan kejadian kemarin tersebar begitu cepat meski Sophie tidak yakin bahkan ada orang yang menyakiskan. Sophie tidak suka menjadi pusat perhartian, karenanya sebisa mungkin ia tidak melakukan hal apapun yang mencolok.
Keduanya menemukan Ben yang sudah duduk di salah satu meja kosong dan bergabung bersama laki-laki yang sudah lahap memakan rotinya itu.
"Lihatlah dirimu, kau makan seperti mesin penyedot debu saja!" ejek Rency, lalu ia menatap Sophie dengan wajah sedih, "Kau harus tahu bagaimana rasanya hanya berdua dengannya setiap hari!"
"Memangnya kenapa?" Ben mencibir.
"Mengerikan." Rency mengangkat bahu.
Sophie hanya bisa tersenyum. Berada di tengah teman-temannya lagi bagaikan mimpi bagi gadis itu. Setelah dua minggu melakukan segalanya sendiri, mendengar caci makian, orang-orang yang sengaja menyandungnya atau menarik rambutnya, kini ia mengerti betapa bahagianya ia berada di sisi sahabat-sahabatnya.
"Omong-omong, kau benar-benar tidak tahu Percy Foley?" Rency bertanya sekali lagi pada Sophie sambil meminum sopnya.
"Ya," Sophie mengangkat bahu. "Aku hanya tahu dia salah satu dari geng Kenneth, aku tidak pernah mengingat nama mereka karena itu tidak penting."
"Yang benar saja Sophie Walker! Kau tinggal di mana saja sih!" komentar Rency.
Sophie mengangkat bahu sekali lagi, lalu meminum sopnya. Sop merah hari ini bahkan terasa lebih enak!
"Percy Foley itu satu sekolah dengan Ben sejak di sekolah dasar, benar 'kan?" ujar Rency.
Ben mengangguk. "Dia sangat populer, orang tuanya pemilik perusahaan salah satu ponsel paling mahal di negeri ini, dan Chatty termasuk salah satu anak perusahaan mereka."
Sophie berhenti makan sejenak, lalu menatap pada Ben. "Chatty... social media itu?"
"Yep!" kata Ben. "Dia adalah salah satu konglomerat di negeri ini dan aku bahkan tidak mengerti kenapa ia memilih bersekolah di sini alih-alih di Greatest Highschool."
Kini Sophie mengerti mengapa Kenneth tampak segan pada Percy Foley. Tampaknya status kekayaan Percy Foley membuat si laki-laki berbadan kekar tersebut menciut juga. Meskipun Kenneth Davenport selalu bertindak seperti ketua, namun Percy Foleylah bosnya.
"Kau benar-benar deh!" komentar Rency. "Baiklah aku akan memberimu sedikit pengetahuan penting akan orang-orang penting di negeri ini, untuk sang pecinta Ravendiom!"
Sophie memukul pelan lengan Rency, namun mereka berdua tertawa.
Rency menyibakkan rambut pirangnya lalu berdeham sebelum melanjutkan, "Jadi, oke, kau sudah tahu Percy Foley. Anak konglomerat pemilik perusahaan ponsel dan anak-anak perusahaan-perusahaan terkenal di negeri ini. Dia cenderung pendiam dan dingin, tapi banyak gadis yang merasa dia sangat cool."
Sophie menyesap sopnya, tidak begitu kaget dengan fakta tersebut.
Rency melanjutkan, "lalu, kau tahu cowok berambut merah yang bersama Percy kapan hari?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Ravendiom
FantasyClara - putri bangsawan, hidup berkelimpahan, namun selalu iri dengan kehidupan anak kota yang bebas. Sophie - hidup di district lingkar tujuh, hidup berkekurangan, namun atas pesan ayahnya ia tetap bersekolah di distrik lingkar satu yang penuh deng...