Part 20 : The King and His Brother

32 7 2
                                    

Sang raja mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca. Seseorang baru saja mengetuk pintu. Ia mengernyit sambil menaikkan kacamatanya. Ia paling tidak suka jika ada seseorang yang menganggu waktu bacanya. Kendati demikian, sang raja tetap menutup bukunya dan berujar, "Masuk."

Sang tamu membuka pintu tersebut. Seorang laki-laki melenggang masuk ke dalam ruang tersebut. Ia bertubuh tinggi, memiliki paras sangat mirip dengan sang raja, namun lebih muda dan bertubuh lebih kekar. Ia berjalan dengan langkah mantap namun santai, tidak terintimidasi oleh ruang baca sang raja yang mewah dan rapi tersebut. Ketika sudah berada dekat dengan sang raja, ia membungkuk hormat.

"My King."

"Russ?" sang raja tampak bingung. Ia menurunkan kacamatanya, lalu menegakkan tubuhnya dari sofa berlengannya, mempersilakkan adik laki-lakinya duduk di sofa sebrangnya. "Ada sesuatu yang penting?"

"Dunlap mengajukan permohonan lagi untuk bertemu dengan anda," kata laki-laki berambut merah tersebut setelah duduk di sofa tersebut. Ia sedikit menjulurkan tubuh ke arah meja kecil yang memisahkan dirinya dengan sang raja, mengambil poci berisi teh dan menuangkannya di gelas kosong. "Kali ini mereka berkata kerja sama kali ini akan memberi banyak sekali keuntungan."

"Keuntungan," sang raja mendengus sambil menyandarkan tubuhnya lagi di sofanya, "Laki-laki tua it hanya bisa membual."

"Brother," Russel Delaney tampak tak sabar, "kau tentunya tahu bahwa Sphinxie memiliki tambang emas yang besar, menolak penawaran mereka seperti ini sama saja dengan menolak peluang besar."

"Kita tidak membicarakan ini lagi, Russ," kata sang raja. "Aku tidak termakan oleh bualannya dan menyerahkan yang dia inginkan segampang itu. Lagipula di mana Kirk? Kukira dia akan sangat cocok mengobrol dengan si pembual."

"Dunlap ingin perwakilan kerajaan hadir," kata Russel.

Sang raja mengangkat bahu. "Kirk secara tidak langsung akan menjadi anggota kerajaan, seperti yang dia inginkan."

"Dia ingin perwakilan kerajaan yang sah."

"Aku akan mengutus Dickerson kalau begitu," kata sang raja santai.

"Bagaimana dengan Stephen?"

Kali ini sang raja menegakkan tubuhnya. Ia menatap tajam pada adik laki-lakinya, "Stephen belum cukup umur untuk hadir di pertemuan seperti itu."

"Dia sudah cukup umur sebagai calon pangeran mahkota yang sah." kata Russel Delaney sambil menyesap tehnya. "Kau tahu Stephen tumbuh terlalu mirip seperti uncle Dan- dan aku percaya kau mengingat jelas bagaimana uncle Dan, dia terlalu pemalu dan sulit mengambil keputusan."

"Dia hanya butuh waktu,"

"Dia adalah pewaris tahta."

Keduanya beradu tatap selama beberapa saat.

"Stephen tidak akan bertemu dengan Dunlap dan siapapun dari negerinya," kata sang raja tegas. Telinganya sudah berubah menjadi merah seperti rambutnya. "Itu keputusan final."

Russel menghela napas. Ia meletakkan cangkirnya.

"Omong-omong," kata sang raja, kini membuka bukunya lagi, "Bagaimana dengan para prajurit yang aku minta untuk diutus ke distrik delapan?"

"Well, saya sudah mengutus Velazquez dan pasukannya, sekarang sudah mencapai lima puluh pasukan yang dikirim untuk memperketat keamanan," kata Russel santai. "Manusia-manusia liar itu tidak akan mampu menembus perbatasan."

"Kau terlalu meremehkan mereka, Russ," kata sang raja, tidak memperhatikan lawan bicaranya. "Mengingat tidak satupun prajurit kerajaan dan pasukan penjaga kita yang berhasil menangkap monster di hari parade itu. Mereka mungkin lebih kuat dari yang kita perkirakan."

Russel Delaney tersenyum sinis, "Dan apa pentingnya kekuatan jika mereka tidak berotak?"

Sang raja mengalihkan pandangannya dari bukunya, "Beberapa dari pendahulu mereka dulunya adalah orang-orang tinggi di kerajaan, mereka adalah orang-orang licik yang ingin menguasai negeri ini. Mereka cukup pintar untuk dapat bertahan di tempat liar tersebut, mereka cukup mampu untuk menyusun strategi untuk menyerang kita."

Russel Delaney hanya memutar bola matanya. Ia mengambil cangkir untuk meminum tehnya. Menurut laki-laki tersebut, pemberontakan manusia-manusia liar adalah hal yang paling bodoh untuk dibahas. Mungkin benar kata kakaknya jika pendahulu mereka adalah orang-orang yang cukup pintar hingga berada di tahta-tahta penting kerajaan. Tapi itu sudah dulu sekali. Tidak ada yang mengingat berapa lamanya semenjak manusia-manusia liar itu diasingkan. Tidak banyak dari mereka yang berhasil menembus perbatasan. Dan ketika berhasil pun, para penduduk distrik delapan dan pasukan penjaga Ravendiom di perbatasanlah yang akan terlebih dahulu menangkap mereka. Penduduk distrik delapan mungkin sangatlah miskin, tapi mereka kuat dan terlatih, terlebih mereka adalah orang-orang yang sangat setia pada negeri ini.

Tidak ingin membicarakan hal ini lebih lanjut, Russel Delaney memilih untuk keluar dari ruangan baca tersebut meninggalkan kakak laki-lakinya meneruskan bacaannya.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang