Part 28 : The Foleys

28 7 4
                                    

Percy Foley memetik senar gitarnya. Nada-nada yang dihasilkan membuat suasana di tempat itu semakin tenang. Di antara suara serangga-serangga yang bersembunyi di balik semak-semak halaman rumahnya, suara merdu Percy Foley berdentung. Ia hampir menyelesaikan lagunya ketika ia mendengar suara pintu berdebam.

Percy mendesah. Bukannya ia tidak suka melakukan hobinya ini di kamarnya yang kedap suara, namun ia sangat suka memainkan alat musik ini di halaman rumah sambil melihat pemandangan hijau di halaman mansionnya. Namun melakukan hal tersebut di tempat ini sangat rentan dengan gangguan apapun. Percy bangkit berdiri, baru saja akan menutup pintu kaca yang memisahkan halaman rumah dengan ruang keluarga ketika ia mendengar suara ayahnya yang berteriak-teriak kesal. 

Percy mengintip dari balik pintu itu. Ia mendapati ayahnya masih dengan pakaian lengkap kerjanya. Seorang laki-laki, yang tak lain adalah tangan kanan ayahnya membawa beberapa dokumen penting membuntuti sang ayah dengan wajah sedikit khawatir. Percy melihat ibunya berada di tangga rumah mereka yang di desain minimalis, turun menghampiri sang ayah.

"Ada apa, James?" tanya sang ibu, juga tampak khawatir.

Ayahnya melepaskan jas kerjanya, memberikannya dengan sedikit kasar pada seorang pelayan rumahnya, lalu duduk begitu saja di sofa ruang keluarga mereka. Ia meraih remote televisi dan segera menyalakan benda persegi panjang tersebut. Layar hitam tersebut kini menampilkan seorang pembawa berita wanita dengan lambang Ravendiom di belakangnya. Mansion milik Foley dibuat sangat minimalis dan modern. Benda-benda yang dimiliki mereka bukanlah benda-benda sembarangan. Televisi ruang keluarga itu sendiri dilengkapi oleh audio yang sangat memadai, hingga Percy pun dari kejauhan seperti ini mampu mendengar dengan jelas berita dari televisi.

"...Princess Clara Chaney, putri satu-satunya keluarga bangsawan Chaney, dinyatakan menghilang..."

"Menghilang?" ibunya memperhatikan berita tersebut dengan bingung.

"Ya, dan semua projek dengan Howard Chaney terpaksa dibatalkan," gerutu ayahnya.

"Tapi bagaimana mungkin seorang princess Ravendiom menghilang?" ibunya mengernyit. "Mengingat begitu amannya daerah kekuasaan itu, kurasa tak mungkin seoran gadis kecil dapat menghilang begitu saja."

"Kurasa hanya bumi yang tahu jawabannya," kata ayahnya berang.

"Gadis itu menghilang beberapa jam menjelang pengadilan kedua," tangan kanan ayahnya menjelaskan pada sang ibu.

Ibunya berjalan mendekati sang ayah dengan takut-takut.

"Jadi, apakah rencana tentang gadis itu dan Percy juga dibatalkan?"

"Howard tidak pernah mengatakan apa-apa soal itu," kata ayahnya. "Tapi ya, dengan hilangnya gadis itu, tentu saja rencana ini batal total."

Percy meremas jemarinya sendiri. Seperti biasanya, ayah ibunya selalu punya banyak rencana akan masa depan Percy untuk urusan bisnis mereka. Mereka selalu ikut campur dalam setiap pilihan hidup Percy. Tentang siapa teman-teman yang bergaul dengannya, tentang pekerjaan apa yang harus dia lakukan kelak, bahkan dengan siapa ia harus menikah. 

Terakhir kali Percy memberontak adalah ketika ia ingin tetap bersekolah di distrik satu saja ketimbang di Ravendiom, dan setelah itu pertengkaran hebat terjadi di antara dia dan ayahnya. Percy menang, untuk pertama kali dalam hidupnya, namun itu pun dengan janji bahwa ia akan melanjutkan studinya sesuai dengan kehendak orang tuanya kelak.

Pemuda itu tidak pernah mengatakan pada siapapun, bahkan pada orang tua atau sahabatnya, namun selain basket, ia sangat menyukai dunia musik. Ia sangat ingin mengembangkan kariernya di bidang tersebut, namun ia tahu dengan statusnya yang sekarang hal itu mustahil akan terjadi. Jadi paling tidak, sebelum hidupnya dikontrol sepenuhnya oleh Ravendiom, ia ingin melewatkan masa-masa sekolahnya dengan hobinya.

Selang beberapa waktu, ia melihat ayah ibunya masih berdebat panjang. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan itu dan naik ke lantai dua rumah mereka, meninggalkan sang tangan kanan ayah yang membuang napas lega. Sepertinya laki-laki itu sudah hampir tidak tahan mendengar ocehan ayahnya seharian.

Ketika sudah tidak ada siapapun di ruang keluarga tersebut, Percy perlahan masuk melalui pintu kacanya. Ia menatap televisi yang masih menyala tersebut. Kini layar hitam itu memamerkan foto dari putri bangsawan Chaney yang menghilang. Seorang gadis dengan manik coklat, rambut pirang yang tergerai di kedua sisi kepalanya, serta senyuman yang manis.

 Percy mendengus. Ia mengingat bagaimana teman-teman timnya membicarakan gadis itu pagi ini. Hei! Jangan kau pikir hanya perempuan saja yang dapat menggosip! Para laki-laki ini pun dapat berfantasi juga jika melihat gadis cantik. Bahkan Stanford Palmer berkata dengan yakin bahwa ia akan memacari gadis itu jika saja putri keluarga Chaney tersebut bersekolah di tempat mereka.

Well, Percy tak peduli bagaimana cantiknya gadis itu. Baginya, seorang gadis yang harus membuat sebuah berita palsu hanya karena cemburu pada calon sang ratu – meski Percy juga tidak begitu peduli dengan calon sang ratu, ia kenal dengan Stephanie Flores seumur hidupnya, dan gadis itu tidak lebih baik dari siapapun – itu cukup bagi Percy untuk tidak tertarik pada gadis tersebut. Dia hanyalah gadis cantik, lahir di keluarga bangsawan, dengan hidup penuh drama. Tak lebih.

Percy menekan tombol pada remote televisinya, mengganti pada channel yang lebih menarik dan berusaha untuk menghibur dirinya sendiri.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang