Part 12 : The Dark Side

50 9 3
                                    

Laki-laki dengan kacamata perseginya itu berdeham. Matanya menelusuri pemandangan di ruangan tersebut. Bangunan tinggi bewarna emas dan perabotan-perabotan tua yang menghiasi di dalamnya. Dulu sekali ia menamakan tempat tersebut sebagai ruangan-yang-membosankan-sekali. Dan di dalam dirinya yang terdalam, ia tidak pernah ingin mengganti sebutan tersebut. Tempat ini pantas mendapatkanya.

Beberapa pasang mata melihat padanya. Orang-orang yang sedari tadi berdebat berhenti sejenak. Dari antara orang-orang tersebut, seorang laki-laki berambut merah dan tubuh tegap berjalan ke arahnya.

"Theo, apakah kau akhinya akan bersuara kawan?" tanya laki-laki berambut merah tersebut.

"Seperti yang sudah kukatakn, Russ," Laki-laki bernama Theo itu berkata, "Kesepakatan kita hanya sampai di pernikahan pangeran mahkota, tidak lebih."

"Oh, Theo," sebuah suara menyaut, datang dari laki-laki beruban dengan hidung bengkok dan kedua mata lebar yang menatap tajam pada Theo. "Kau sendiri yang melihatnya, kawan. Sistem pemerintahan ini sudah bobrok, kau lihat bagaimana distrik-distrik luar tidak pernah terurus dengan baik. Lihatlah betapa banyak orang-orang yang mati kelaparan tahun belakangan ini."

"Dan karenanya kita membenahinya," saut Theo tajam. "Tidak menghancurkannya."

"Kami tidak menghancurkannya, Theo," kata laki-laki hidung bengkok tersebut. "Kami hanya membuatnya menjadi baru."

"Kau hanya ingin tahta, Kirk." Theo berkata tajam pada laki-laki hidung bengkok tersebut.

Kirk memicing, "Semua orang ingin tahta, Theo, tapi tidak semua orang cukup pantas duduk di atasnya."

Theo mengepalkan tanganya, amarah membuncah di kepalanya seiring wajahnya berubah merah.

Namun laki-laki berambut merah di sebelahnya menepuk pundak laki-laki itu, "Theo, kau tahu Kirk mengatakan yang sebenarnya."

"Aku tidak mengerti kau, Russ. Kau ingin menjatuhkan keluargamu sendiri." Theo menggeleng kepala sambil menutup matanya.

"Demi Ravendiom," kata laki-laki yang dipanggil Russ tersebut.

"Kau lihat sendiri bagaimana bangsawan-bangsawan lain bahkan menentang pernikahan ini," Theo berkata pelan. Ia mengingat bagaimana ia melihat beberapa media menampilkan para bangsawan yang menghujat kerajaan dan memilih untuk tidak datang ke acara penobatan pangeran mahkota di televisi pagi ini. Sejak dahulu kala, pangeran mahkota kerajaan Ravendiom akan dinikahkan dengan putri bangsawan Ravendiom untuk menjaga garis keturunanan kerajaan. Mereka menyebut ini sebagai tradisi yang harus selalu dijaga turun temurun.

"Mereka akan mengerti seiring berjalannya waktu," Russ berkata santai. "Dan lihatlah jumlah kita tidak sedikit."

Theo mengedarkan pandangannya ke ruangan tersebut. Memang jumlah orang-orang yang berada di sana hari ini melebihi jumlah di pertemuan sebelumnya. Namun tetap saja ada wajah-wajah yang ia tidak lihat di sini.

"Kami juga memiliki banyak sekutu di dalam istana, mereka tahu apa yang terbaik untuk negeri ini, Theo," ujar Russ sambil mengangguk meyakinkan Theo.

"Kami berharap Howard Chaney dapat berpikir jernih," Kirk berkata. "Ia masih dipenuhi emosi. Well, dia punya ambisi yang besar."

"Apa yang akan kau lakukan jika Howard tidak berpihak padamu?" tanya Theo penuh selidik, berjalan ke arah laki-laki hidung bengkok tersebut dengan perlahan.

Kirk mengangkat bahu. "Sama seperti penentang lainnya kurasa?"

"Jangan," Theo melotot marah, tangannya terkepal, "Jangan pernah kau berani melakukan apapun pada Howard!"

"Itu tugasmu, Theo, kawan," kata Kirk dengan cengiran sadis di bibirnya, "Kau punya sangat banyak sekali waktu untuk membujuk sahabatmu yang keras kepala itu."

Theo menggertakkan giginya, berusaha sekuat hati untuk tidak menonjok laki-laki berdiri hanya beberapa senti di depannya itu. Wajahnya merah padam karena amarah. Namun ia hanya diam saja, masih dengan tangan terkepal.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang