Part 10 : The City

64 9 2
                                    

Jika bukan karena ia mengenal mereka, Sophie akan menganggap ini sebagai penculikan. Keesokan paginya, baru saja ia akan masuk ke gerbang sekolahnya, tiba-tiba sebuah mobil mewah lewat melintasinya. Seseorang menarik tasnya, lalu seorang lagi menyeretnya masuk ke dalam mobil itu.

Dan di sinilah gadis itu saat ini. Duduk bersama Rency dan Ben di jok belakang mobil. Percy Foley duduk di kursi penumpang, tertidur. Stanford Palmer, di belakang kemudi dengan semangatnya yang tidak pernah surut.

"Kalian benar-benar keterlaluan!" Sophie menggeleng. Ia benar-benar tidak habis pikir bagaimana ia bisa berakhir di mobil ini.

"Maafkan kami, kami hanya ingin melihat kota," Rency menunduk.

"Sudahlah, Walker, kau juga perlu bersenang-senang sedikit!" ujar Stanford Palmer ceria. Laki-laki itu memutar musik di radio lalu mulai bersenandung. Sophie hanya bisa menyerah dan terhenyak di kursi mobil tersebut.

Mereka hampir menempuh setengah jam dari sekolah menuju perbatasan distrik satu dan kota. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh  gerbang pemeriksaan. Ada sekitar sepuluh gerbang di sana, dan hanya ada sembilan gerbang yang dipenuhi antrean mobil.

Para pengawal negeri, dengan seragam biru tua mereka yang lengkap, memeriksa setiap bagian mobil dari depan hingga belakang. Pengawal lain memeriksa berkas-berkas yang ada dan memastikan bahwa orang yang melewati kota memiliki keperluan penting. Sophie melihat beberapa pengendara bahkan dengan terpaksa harus turun dari mobil untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pengawal dengan seksama.

Namun ketika giliran sampai di mobil mereka, Stanford Palmer hanya membuka jendela mobil dan menunjuk pada Percy Foley yang baru saja ia paksa untuk bangun.

"Halo, Dean!" sapa Stanford ramah.

"Selamat pagi, tuan Foley dan Palmer! Kami kira anda sekalian baru saja berangkat ke sekolah?" sapa si pengawal yang berkumis hitam dengan ramah. Ia tidak meminta Stanford untuk mengeluarkan selembar berkas.

"Ya, kami baru tahu kalau sekolah diliburkan," Stanford Palmer tersenyum.

Pengawal berkumis hitam tersebut mengangguk, lalu menunjuk ke kursi belakang, "Kalau boleh saya tahu, siapa gerangan yang duduk di kursi penumpang, tuan Palmer?"

"Oh, mereka teman-teman kami, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Mobil mereka berhasil melalui gerbang pemeriksaan dengan sangat cepat tanpa begitu banyak pemeriksaan yang berarti seperti mobil-mobil lainnya. Si pengawal berkumis hanya membuka bagasi mobil sekali dengan malas-malasan, menutupnya dengan cepat, lalu membiarkan mobil tersebut berlalu.

"Kalian curang sekali," Sophie berkomentar.

"Well, bukankah itu sangat bagus kita tidak perlu melewati pemeriksaan lama-lama?" Stanford menoleh dan nyengir. "Lagipula kami masih mengikuti prosedur. Kau lihat satu-satunya gerbang kosong? Itu adalah gerbang untuk orang-orang kerajaan. Mereka bahkan tidak perlu melakukan pemeriksaan, bukankah itu lebih curang?"

Sophie tidak menjawab.

Mobil mereka melaju dengan cepat di sepanjang jalan beraspal. Jalanan itu dibatasi pagar untuk memisahkan jalan mobil dengan rel kereta api. Sophie memperhatikan ketika kereta bewarna biru tua melaju bersama mereka dari distrik satu ke kota. Tidak seperti kereta api yang biasa membawa Sophie dari distrik tujuh ke distrik satu, kereta cepat dari distrik satu hampir tidak menimbulkan suara sedikitpun.

Selain jalanan mobil serta jalur kereta, Sophie tidak melihat apapun di sekitar sana. Tidak ada bangunan-bangunan, hanya ada hamparan pepohonan di sepanjang jalanan.

Mereka melewati jalanan panjang tersebut selama hampir lima belas menit. Perlahan mereka mulai melewati bangunan-bangunan yang tidak begitu terawat. Meski demikian, bangunan-bangunan tersebut masih terbilang kokoh dibanding rumah penduduk di distrik luar. Masih banyak sekali rumah di distrik luar yang bahkan belum dibangun dari batu bata.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang