Part 25 : The Execution

34 7 2
                                    

"Apa-apan ini?" sang raja masuk ke dalam ruangan itu dengan berang, masih berjalan dengan cepat. "Aku baru saja pergi untuk beberapa hari dan apa yang terjadi dengan putri Howard?"

Lord Dickerson yang berjalan di belakang sang raja dengan tenang berkata, "Princess Clara dituntut telah memfitnah calon ratu."

The King telah sampai di singgasananya. Ia duduk di atas kursi yang berlapis campuran emas dan baja tersebut. Ia tampak sangat marah. Wajahnya yang merah sudah hampir sama warnanya dengan rambutnya. "Kau tahu betapa malunya aku telah melanggar perjanjianku dengan Howard, dan sekarang apa-apaan ini?"

Lord Dickerson mengangguk kaku.

"Dan bagaimana tuntutan gadis berusia empat belas tahun itu didengar hingga pengadilan tinggi?" tanya raja berang.

"Ada saksi mata di dalam istana," kata Lord Dickerson singkat, bibir tipisnya berkedut.

Sang raja menyipitkan mata, menatap Lord Dickerson yang berdiri di depannya. "Dan siapakah itu?"

"Rajaku," Lord Dickerson berkata pelan, "Kurasa tidak hanya para bangsawan saja lah yang ingin mengkhianati anda."

Sang raja menarik napas, menatap laki-laki bertubuh tegap dengan garis tipis di bibirnya. Raut wajahnya yang selalu kaku menatap balik sang raja. "Bagaimana proses pengadilan gadis itu?"

"Seperti yang diperkirakan olehnya," jawab Lord Dickerson singkat.

Sang raja mengangguk kaku. "Lalu apa katanya?"

"Dia ingin bertemu dengan anda," kata Lord Dickerson.

Sang raja terperanjat. Jemarinya mengelus lengan singgasananya, mempertimbangkan perkataan penasehatnya. Selang beberapa detik, ruangan tersebut hening, menyisakan suara jemari sang raja yang mengetuk pinggiran kursi dengan tak sabar.

"Baiklah," kata sang raja. "Aku akan menemuinya malam ini."


**

Clara mendongakan kepala ketika pintu selnya dibuka. Seorang pengawal kerajaan masuk. Ia tahu, sudah waktunya. Gadis itu berdiri, lalu mengikuti pengawal itu keluar dari selnya. Clara masih mengenakan terusan bewarna merah muda yang dipakainya terakhir kali di istananya. Meski menjadi tahanan, para pengawal kerajaan tidak ada yang berani menyentuh gadis itu barang sesenti pun.

Ia berjalan melalui lorong sel yang sempit. Ketika ia berjalan melewati sel sebelah, pintu sel itu terbuka. Ia melihat wajah yang tak asing menyanbutnya, namun gadis itu berusaha menahan diri untuk tidak memekik memanggil nama lelaki itu.

Ya, tepat di sana, Caleb Rowen berjalan keluar dari selnya. Laki-laki itu juga menyadari kehadiran Clara. Ia mengangguk, berusaha untuk terlihat tenang.

Keduanya dituntun oleh pengawal kerajaan keluar dari sel tahanan menuju ke ruang pengadilan yang besar.

Ada puluhan orang duduk di kursi penonton memperhatikan kedua princess dan prince itu berjalan menuju podium. Clara dapat melihat sang hakim yang duduk di kursi tertinggi, dengan panitera yang duduk di samping kiri dan kanannya tampak tenang dan sedang mempersiapkan diri.

Di sisi lain, ia melihat Stephanie Flores, rambut pirangnya dikuncir tinggi-tinggi, wajahnya tampak penuh kemenangan dan angkuh. Di sebelahnya duduk seorang laki-laki yang tidak Clara kenal.

Di sisi lainnya lagi, ada dua orang laki-laki yang sedang sibuk memeriksa dokumen-dokumen. Clara mengenali salah satu dari laki-laki itu sebagai pengacara keluarganya, Lord Dunningham yang berwajah persegi dan adalah guru privat politik Clara.

Mata Clara masih sibuk menatap sekitar. Ia menelan ludahnya. Ia tidak dapat menemukan orang tuanya di sana. Di manakah mereka?

Caleb yang menyadari kepanikan di wajah Clara, mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Clara yang mungil, berusaha menenangkan gadis itu. Ia berbisik, "Tenanglah, Clara."

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang