Part 13 : It's a New Green

65 9 5
                                    

Clara baru saja turun dari mobilnya, melewati pintu utama sekolah berjalan melewati koridor yang sudah lumayan ramai oleh murid-murid. Koridor sekolah itu lebar dan memanjang dari pintu utama mengelilingi taman sekolah yang luas. Ada pilar-pilar pualam yang memisahkan lantai granit tersebut dengan rerumputan hijau yang membentang luas.

Taman sekolah Greatest Highschool memililiki khas tersendiri dibanding sekolah lain. Di tengah rerumputan hijau tersebut, ada sebuah gazebo bewarna putih yang dibangun indah dan berbagai macam bunga yang mengelilinginya. Di sampingnya, ada sebuah air mancur kecil menghias yang membuat taman itu nampak seperti taman negeri dongeng.

Clara menoleh sekilas ke arah gazebo ketika melewati koridor sekolah. Biasanya ia tidak begitu peduli dengan siapapun yang berada di sana. Tidak sedikit sepasang kekasih yang menghabiskan waktu mereka duduk di gazebo itu. Namun hari ini, ia mendapati dua orang tak asing duduk di sana. Clara menundukkan kepala, berjalan lurus, berharap kedua orang tersebut tidak melihatnya, namun fakta tidak berkata demikian.

"Princess Clara!" seru gadis itu bangkit dari tempat duduknya, membuat Clara mengumpat dalam hati.

Putri bangsawan tersebut akhirnya menghentikan langkahnya, mendongakkan kepala, menoleh pada sang penyapa, lalu memaksakan sebuah senyuman. "Halo."

"Itu adalah permainan biola yang luar biasa!" Stephanie Flores berjalan berhati-hati di jalan setapak gazebo, tangan yang satu menggandeng Stephen Delaney yang membuntut di belakang. Ketika Stephanie Flores sudah berdiri di depan Clara, ia melanjutkan, "Aku mencari anda untuk mengatakannya hari itu! Tapi, well, rupanya aku agak terlalu sibuk."

"Oh, terima kasih." Clara berusaha untuk tersenyum. Entah mengapa ia tidak berusaha untuk melakukan kontak mata dengan Stephen.

"Ya, hmn, kurasa itu adalah salah satu pertunjukanmu yang paling keren." Stephen menambahkan dengan sedikit canggung.

Clara tersenyum, ia merasakan jantungnya sedikit merosot mendengarkan pujian itu, namun masih memutuskan untuk tidak menatap Stephen.

"Clara!"

Untuk kesekian kalinya gadis berambut pirang itu berterima kasih pada Phoebe. Sahabatnya itu selalu datang tepat waktu ketika ia membutuhkan.

Phoebe dan Finns berjalan ke arah mereka dengan seragam rapi mereka. Si kembar tersebut menyapa Stephen dan Stephanie Flores basa-basi, lalu segera menarik Clara berjalan ke arah kelas.

"Apa yang diinginkan gadis itu?" tanya Phoebe.

"Memujiku?" jawab Clara tanpa semangat.

"Dia pasti sama seperti ayahnya! Penjilat!" tuduh Phoebe sadis.

"Mereka tampaknya mulai pacaran ya?" Finns bertanya sembarangan.

Phoebe melotot pada saudara kembarnya, menunjuk pada Clara dengan kepalanya. Finns melihat Clara yang tampak tidak bersemangat, ia sedikit merasa bersalah.

"Well, ya, tapi kurasa dia gennya lebih ke arah ibunya mengingat ayahnya terlihat seperti itu," kata Finns.

"Sama sekali tidak membantu, Finns." Phoebe memutar bola matanya kesal.

"Hmn, bagaimana kalau kita ke kota akhir pekan ini?" Finns mengusulkan. "Kau sangat ingin ke kota kan, Clara?"

"Aku nggak mau ah! Mengingat si gadis genit itu adalah anak kota," Phoebe melengos.

"Kau iri," Finns mengangkat bahu.

"Aku tidak!" Phoebe memukul lengan Finns keras.

Clara tersenyum. Usaha kecil sahabat-sahabatnya untuk menghibur dia membuat suasana hati gadis itu membaik. Ia bahkan baru teringat bahwa ia belum memberitahu sahabat-sahabatnya tentang petualangannya ke kota hanya bersama Caleb.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang