Part 8: P.F.

60 9 1
                                    


'Peep'

Sophie terbangun dari tempat tidurnya, meraih ponselnya yang sederhana. Dengan mata separuh menutup ia membaca pesan di dalamnya, lalu menghela napas lega selama sesaat. Gadis berambut hitam itu terduduk di ujung tempat tidurnya.

Ini hari minggu. Ia tak perlu ke sekolah, tak perlu bertemu dengan anak-anak kota yang menyebalkan. Menyenangkan sekali.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi saat ia akhirnya keluar dari tempat tidur untuk menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan bibinya. Setelahnya ia keluar dari rumah kecil itu.

Distrik tujuh adalah distrik yang terkenal akan pertaniannya. Di sepanjang mata ia melihat adalah warna hijau yang membuat siapapun yang melihatnya merasa tenang. Sambil menutup mata, ia membiarkan hidungnya mencium bau tanah dan rumput yang segar.

Pagi itu, beberapa petani sedang bekerja di bawah terik sinar matahari. Bulan ini adalah bulan panen untuk beberapa jenis makanan, dan dengan cuaca seperti ini, banyak petani yang nampak bekerja dengan gembira.

Suasana hati Sophie sendiri hari ini cukup baik. Gadis itu berjalan di jalan setapak sawah yang membentang menuju ke arah lokasi sawah tempat paman dan bibinya bekerja. Ia menemukan sang bibi yang sedang asyik mengumpulkan beberapa jenis ubi sambil mengobrol dengan petani lainnya.

Sophie berjongkok di sebelah bibinya. Wanita dengan wajah yang kurus dan kerutan di bawah matanya itu kaget dengan kehadiran Sophie. Ia lantas tersenyum sambil menunjukkan ubi-ubian yang sudah dikumpulkannya.

"Bibi rasa kita dapat menukarkan ini semua untuk sepotong ayam untuk makan malam!" bibinya mengumumkan.

Sophie tersenyum riang sembari mulai mengulurkan tangan untuk membantu bibinya memetik ubi yang sudah matang.

**

Segelintir kebahagian kecil Sophie ternyata memang hanya bertahan di akhir pekan saja. Sudah masuk minggu ketiga sejak penindasan para anak kota padanya, namun ketika hari itu ia baru saja memasuki koridor sekolah, ia menemukan gerombolan Kenneth yang berjalan dari arah berlawanan. Ia melihat si laki-laki sapu tangan dan seorang laki-laki lain berambut merah berjalan di depan. Si laki-laki sapu tangan sedang mengangguk-anggu mendengarkan kata-kata si rambut merah yang bercerita dengan heboh.

Ketika keduanya akhirnya melihat Sophie, ia menyadari si laki-laki sapu tangan menatapnya dengan pandangan aneh. Si rambut merah dengan riang berseru, "Oh halo si pecinta Ravendiom!"

Sophie tidak mengenal si rambut merah, tapi ia tidak begitu tersinggung mendengarkannya. Keduanya berjalan berlalu.

Namun Kenneth dan kelompok ceweknya ternyata tidak semudah itu membiarkan Sophie lewat begitu saja. Mereka dengN sengaja menghalangi jalan Sophie.

"Bagaimana kau melaporkannya?" Kenneth yang bertanya. Wajahnya tampak merendahkan.

Sophie mengernyit tidak mengerti. Melaporkan?

"Jangan pura-pura bodoh!" Rose Gilbert lah yang berkata dengan suara tingginya, "Kau melaporkannya pada Chatty dan aplikasi itu menuntut semua orang untuk menghapus foto yang mereka unggah atau akun kami akan dibekukan."

"Foto?" Sophie masih tidak mengerti. Ia pernah mendengar tentang Chatty dari Rency. Kalau tidak salah itu adalah salah satu aplikasi untuk membagikan pesan dan gambar yang sedang populer. Salah satu social media yang digemari anak-anak kota.

"Foto-fotomu!" Rose Gilbert memutar bola matanya tampak tidak sabaran. "Kau melaporkannya pada Chatty 'kan?"

Sophie berjalan sedikit mundur. "Aku tidak mengerti."

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang