Part 7 : The Sweet Escape

37 9 2
                                    

Namun rupanya dua minggu sebelum hari penobatan membuat Clara cemas tak beralasan. Banyak sekali hal-hal dari yang pernah sampai yang tidak pernah terpikirkan olehnya menghantuinya secara tiba-tiba. Bagaimana kalau pertunjukkannya tidak oke? Bagaimana kalau orang-orang merasa dia tidak pantas sebagai calon ratu? Bagaimana kalau mereka merasa bahwa ia tidak sebanding dengan Stephen? Bagaimana kalau rambut sarang burungnya diejek massa? (Dia akan bernegoisasi dengan ibunya tentang hal ini. Ia ingin rambutnya digerai.)

Gadis berambut pirang tersebut hampir diam sepanjang hari selama beberapa hari terakhir, dan dengan fakta bahwa Phoebe selalu sibuk dengan latihan baletnya, Stephen yang sibuk dengan persiapan hari penobatannya, membuat Clara sering tidak fokus melakukan apa saja.

Suatu hari di tempat penjemputan, tiba-tiba saja Caleb menarik lengan Clara sebelum gadis itu masuk ke dalam mobilnya.

"Jumat ini ke kota?" Tanya Caleb cepat.

"Phoebe bilang dia sibuk, Stephen dan Finns juga..."

"Kita berdua, kalau begitu," potong Caleb. "Kau sendiri menyuruhku berjanji untuk membawamu ke kota. Anggap saja ini hadiah ulang tahumun yang tertunda. Lagipula, daripada kau uring-uringan untuk hal yang tak jelas seperti ini."

Clara ingin menyanggah bahwa ini bukan uring-uringan yang tidak jelas. Caleb tidak mengerti. Namun Caleb menatap Clara dengan pandangan serius yang tidak biasanya. Untuk pertama kalinya, Clara menyadari begitu banyak perubahan yang nampak pada lelaki itu dibanding saat dia masih kecil dan cengeng. Kedua matanya yang gelap yang sedang menatap Clara dengan serius itu nampak indah dibawah bulu matanya yang panjang dan alisnya yang sempurna. Oh ya, tapi dia masih tetap lelaki jahil dan cengeng yang sama, Clara berusaha menepis pikirannya barusan.

"Baiklah." Clara menyetujui.

**

Clara hampir tidak merasa asing dengan kapal besar tersebut. Ia dan Caleb menuruni tangga menuju ruang utama sambil memegangi topi menutupi wajah mereka. Walaupun berhasil menaiki shuttle bus dari perpustakaan menuju pelabuhan, lalu lolos melewati loket penjual tiket dan pemeriksa karcis tanpa dicurigai siapapun, mereka selalu saja tetap merasa was-was. Sesampainya di ruang utama yang penuh dengan orang, mereka mulai mengendurkan pengawasan.

Ruang utama kapal itu memiliki bar yang menyediakan makanan dan minuman, serta barisan kursi bagi para penumpang. Selain ruang utama tersebut, kapal itu juga memiliki bilik-bilik yang disediakan bagi para pembisnis serta para bangsawan yang berkunjung ke kota. Namun berada di ruang utama ini membuat Clara merasa petualangannya benar-benar dimulai.

Perjalanan itu memakan waktu sekitar satu jam. Clara dan Caleb memilih tempat duduk di dekat jendela. Meski sudah beberapa kali melakukan ini, bagi keduanya melihat pemandangan laut ini sungguh menyegarkan. Terlebih ketika mereka mulai melihat bukit-bukit nun jauh di sana, lalu perlahan mulai melihat hamparan gedung pencakar langit. Pemandangan yang selalu tidak pernah tidak membuat keduanya kagum.

"Kita akan ke Avery Street dulu?" Tanya Clara bersemangat.

Caleb memeriksa jam tangannya. "Yeah, lalu ke Valencia, lalu selanjutnya," Caleb mengatakan dengan sok misterius, "Aku tahu ada tempat yang asyik."

Kedua anak bangsawan tersebut mengikuti gerombolan penumpang dari pelabuahan menuju ke stasiun kereta bawah tanah terdekat. Ketika membeli tiket kereta dengan mesin otomatis, keduanya melakukan hal bodoh dengan membeli lima tiket alih-alih dua.

"Kau yang menekan lima!" Clara mencemooh.

"Kau tidak mengatakan apa-apa!" Caleb balik menyalahkan.

Akhirnya setelah cek-cok cukup lama, mereka berdua memutuskan untuk menyimpan masing-masing satu tiket kelebihan itu dengan asumsi bisa digunakan kedepannya, dan menyobek jadi dua tiket terakhir, lalu menyimpan sobekan itu, sebagai "pengingat atas kebodohan Caleb" kata Clara, dan "pengingat atas Clara yang tidak melakukan apa-apa" kata Caleb.

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang