Part 19 : Little Promises

42 7 2
                                    

"Bisakah kita berhenti menyusuri tempat ini dan pergi ke kota?"

Clara menoleh dan menyipitkan matanya pada laki-laki berambut gelap yang berada di sampingnya. "Ini sudah kali ke tujuh kau mengatakannya, dan jawabannya adalah tidak, Cal, kita ada ujian dalam dua minggu."

Clara mengalihkan pandangannya pada deretan buku di depannya. Gadis bangsawan itu sedang berada di Greatest Library - perpustakaan terbesar di area kerajaan. Perpustakaan itu adalah salah satu bangunan termewah setelah istana kerajaan dan balai kota di sana. Bangunan itu berbentuk bundar, dengan atap berbentuk kubah yang dihiasi oleh lukisan-lukisan kuno di atasnya.

Kau akan menemukan pintu ganda besar bewarna keemasan serta lantai granit yang nampak elegan menyambutmu begitu masuk ke perpustakaan ini. Di sekeliling perpustakaan adalah kaca-kaca besar yang membiaskan cahaya matahari dari luar. Di tengah ruangan ada tangga pualam utama membentuk cabang berupa tangga-tangga kecil menuju ke setiap setiap seksi buku yang berbeda-beda. Berjuta-juta buku tersusun dengan rapi di setiap rak-raknya yang tinggi.

"Aku tersanjung kau bahkan tahu aku telah mengatakannya tujuh kali," goda Caleb.

Clara menyipitkan matanya sekali lagi. "Bisakah kau diam, kita tidak boleh berisik di perpustakaan, Cal."

"Tidak ada orang di seksi buku-buku ini," kata Caleb sambil mengangkat bahu, mengikuti gadis itu yang kini sedang mencari-cari buku. Sepertinya ia baru saja menemukan sesuatu dan hendak mengambilnya, namun tidak cukup tinggi untuk menggapainya. Caleb membantu gadis itu mengambil. "Lagipula kenapa kau memaksa untuk mengajariku matematika."

"Aku tidak tahu kau cukup tinggi," mata Clara bersinar ketika Caleb memberikan buku itu padanya. "Karena kau sangat malas."

"Aku sudah ada hampir tidak ada waktu luang dengan tidak belajar setiap melihat Mrs. Clark di ruang belajarku," protes Caleb. "Dan aku sudah hampir dibuat muntah oleh setiap pasal di ilmu politik."

Clara meringis. Dia sendiri tidak begitu menyukai ilmu politik, namun gadis itu sangat suka pelajaran menghitung. Ia merasa pelajaran yang melibatkan banyak angka itu sangatlah asyik.

"Tapi aku cukup terkesan," kata Clara tiba-tiba, berhenti, lalu membalikkan badan untuk menatap Caleb.

Laki-laki itu mengernyit, "Kenapa? Kau terkesan setelah melihatku bermain basket kemarin?"

Clara mencebikkan bibir. "Tidak, tentu saja."

"Lalu?" Caleb mengangkat satu alisnya.

"Aku terkesan karena kau bahkan tahu sejarah tentang distrik delapan dan manusia-manusia terbuang di luar perbatasan ketika Ms. Carney baru saja mengajarkan pada kita tentang bab itu minggu ini." ujar Clara.

Caleb mengerjap beberapa kali. "Oh."

"Hanya oh?"

"Kukira kau tidak ingin mengingat-ingat kejadian itu," Caleb mengangkat bahunya.

Clara menatap Caleb. "Aku tidak ingin mengingatnya, Cal, tapi aku berjanji ingin menolong mereka," lalu Clara mengibaskan buku tebal yang berada di tangannya ke wajah Caleb. "Dan aku tahu bahwa tidak ada hal yang dapat kulakukan jika aku tidak mengetahui apa-apa, karena itu kita perlu banyak belajar, Cal."

Caleb menghela napas. Ia menepiskan buku itu dari pandangannya. "Baiklah, kita belajar, tapi aku ingin kau berjanji."

"Berjanji?" Clara mengernyit.

"Aku ingin kau menemaniku ke kota setelah semua ujian ini selesai," kata Caleb menatap gadis itu lekat-lekat. "Hanya aku dan kau."

Clara menyipitkan mata. "Kenapa begitu?"

Caleb mendesah pelan. Ada apa sih dengan otak putri Chaney satu ini? Apakah ia harus mengatakannya langsung bahwa ia ingin mengajak gadis ini kencan? Pangeran tersebut berkata dengan asal-asalan, "Karena kau yang memaksaku belajar."

"Oh," Clara mengangguk. "Baiklah."

**

"Dia sama sekali tidak berbakat!" ujar Phoebe nyempreng sambil menghempaskan buku-bukunya di atas meja. Suaranya yang keras membuat beberapa orang menoleh dan melemparkan pandangan mencela. Clara cepat-cepat menyuruh sahabatnya itu duduk dan memelankan suaranya.

Kini selain Clara dan Caleb, Phoebe dan Finns baru saja bergabung di meja belajar mereka. Meja itu berbentuk bundar dan berada di sebuah ruangan spesial. Hanya bangsawan-bangsawan terpilih yang mendapat akses ke ruangan itu. Selain ruangan belajar itu, ada belasan ruangan yang juga disediakan untuk bangsawan-bangsawan tingkat rendah atau murid-murid kota.

"Dia bahkan tidak bisa membedakan do dan mi," Phoebe mengerang. "Kenapa pula sih Stephen memintaku menemani gadis genit itu belajar piano, taruhan gadis itu akan lebih senang jika Stephen yang menemaninya."

"Tapi kau lebih jago," Clara menyengol sahabatnya.

"Oh entahlah," Phoebe memutar bola matanya. "Kurasa selain memakai pakaian ketat dan tebar pesona, dia tidak begitu pintar."

"Dia menguasai tata krama kerajaan dengan cepat," Clara berkata.

Sebelum parade kerajaan dimulai, Clara, sebagai bangsawan setara dengan keluarga kerajaan yang mendapat ilmu tata krama kerajaan sejak kecil, bersedia menjadi mentor Stephanie Flores untuk mempelajarinya. Pelajaran tentang tata cara berjalan, tata cara duduk, menggunakan peralatan makanan, memberi salam, hingga cara melambaikan tangan dengan benar di publik itu ditempuh sang calon ratu selama sebulan sebelum parade kerajaan.

"Oh ya tebak apa, kurasa karena ia begitu peduli dengan apa yang publik katakan tentang dia," lalu Phoebe mengumpat.

Jika ada pelajaran yang perlu sahabatnya itu ambil, mungkin Clara akan mengusulkan Phoebe untuk belajar mengontrol umpatannya, karena berikutnya seorang wanita penjaga perpustakaan mendatangi meja mereka.

"Maafkan saya tuan putri," kata wanita tersebut dengan suara dingin. Ia sangat menjulang tinggi dengan bibir yang dipoles amat merah. "Tapi di perpustakaan ini kami tidak mengijinkan siapapun untuk berisik, termasuk anda."

Phoebe mengerucutkan bibir. Dia mengangguk pelan, tidak melihat wanita itu, lalu menunduk membuka-buka bukunya.

"Dan lagi, princess Clara Chaney?" wanita itu berkata. Clara mengangkat kepalanya. "Ada pesan dari Lord Chaney untuk anda."

Wanita itu mengulurkan tangan, memberikan sebuah gulungan surat. Di karenakan anak-anak bangsawan hanya menerima ponsel setelah mereka berumur enam belas tahun, pesan surat adalah satu-satunya media yang mereka kini dapat gunakan.

Clara menerimanya, lalu segera membukanya. Ia membacanya sekilas lalu menangkupkan tangan di mulutnya.

"Ada apa?" tanya Caleb, panik.

"Anak-anak wanita distrik delapan..." Clara berkata dengan pelan. Matanya sedikit berkaca-kaca.

Finns menegakkan tubuhnya. Ia yang sedari tadi asyik membaca buku misterinya kini memberi perhatian penuh pada Clara.

"Mereka akhirnya diadopsi oleh sepasang suami istri di distrik lima." Clara tersenyum, air matanya berderai karena terharu.

Teman-temannya ikut senang. Phoebe bergeser untuk membaca surat itu, lalu memeluk Clara.

**

The Tale of RavendiomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang