Chapter 1 : Unexpected

14.1K 358 0
                                    

"Cinta itu bukan sebuah permainan. Jika kamu berani bermain dengan cinta, jangan menyesal kalau kamu juga dipermainkan oleh karma."

°°°

"Alfero Mananta!" panggil guru pelajaran matematika yang tengah mengabsen para murid kelas sebelas IPS 1 di SMA 1 Sukmawati. Guru bertubuh gempal dengan kacamata kotak berwarna hitam itu mengernyitkan dahinya karena tak mendapatkan sahutan dari orang yang dipanggilnya.

"Alfero Mananta?" panggilnya lagi karena merasa tidak ada jawaban. Matanya menari - nari tajam memperhatikan kelas. Namun ia tak menemukan objek yang tengah ia cari. Kemana bocah bandel itu, batinnya menyeruak menggerutu.

Ia mengedarkan pandangannya ke seisi kelas. Tak ada sama sekali kehadiran anak itu. Sebenarnya kemana dia.

"Kemana Fero?" tanyanya pada murid - muridnya yang lain.

Tak ada jawaban dari murid - muridnya yang lain. Mereka hanya menggelengkan kepala karena memang tak tau keberadaan orang yang dicari oleh guru itu. Lagian, siapa juga yang mau tau urusan orang itu.

"Mungkin telat, Bu! Ibu kan tau, Fero sering telat." sahut Gilang, salah satu teman Fero. Pemuda dengan surai kecokelatan itu menimpali pertanyaan guru mata pelajaran matematika itu.

"Anak itu selalu saja telat. Padahal rumahnya dekat. Ngapain saja dia di rumah? Membuat bubur dulu atau bagaimana. Tak ada kapoknya setiap hari dihukum." gerutu Bu Dina, guru matematika tersebut.

"Yasudah, kita lupakan Alfero. Selanjutnya, Ardhana Putra!" lanjut Bu Dina.

"Hadir!"

Bu Dina pun melanjutkan mengabsen para muridnya yang hadir hari ini. Kemudian melanjutkan mengajar materi pelajaran yang sebenarnya membuat para murid mendesah malas karena tak mengerti sama sekali apa yang diajarkan.

"Lang, Fero SMS apa gitu gak ke lo? Apa WA gitu? Kemana tu anak gak ada kabar? Biasanya kalau telat juga suka kabar - kabar kita dulu. Tumben dia." tanya Rizko, teman dekatnya Fero selain Gilang, pada Gilang.

Gilang menggeleng tanda tak tau. "Enggak. Menurut gue sih, dia bolos ke ruang musik deh. Lo tau, kan? Tu anak secinta apa sama musik dan segala tetek bengek-nya." katanya.

Rizko mengangguk paham. "Iya. Palingan juga lagi dua - duaan sama Neyla. Udah kaya prangko aja mereka berdua. Gak kasihan apa sama kita - kita yang jomblo." sahutnya-sedikit dramatis mungkin.

Sedangkan berbeda keadaan di kelas sepuluh IPA 2.

Suasana kelas sedang ricuh karena jam pelajaran kosong. Guru mata pelajaran kimia mereka sedang sakit, sehingga berhalangan hadir. Apalagi yang siswa senangi yaitu saat jam kosong seperti ini. Surga dunia menurut mereka.

"Omaygat!!!!" pekik seorang gadis yang sepertinya sedang bermain sosial media. Pekikannya membuat atensi seisi kelas beralih padanya. Sudah biasa seperti itu. Gadis itu memang suka berteriak - teriak. Apalagi ketika menonton drama korea. Betapa dramatisnya.

"Lisa! Lo apa - apaan, sih! Teriak - teriak gak jelas. Lama - lama telinga gue budek. Lo mau tanggung jawab donor-in gendang telinga lo buat gue kalau gue budek?" gerutu teman sebangkunya yang merasa terganggu karena pekikannya.

"Persetan sama lo budek. Gue gak mau tau. Dan inget, mana ada donor gendang telinga. Intinya sekarang, Fero ngelike postingan instagram gue! Demi apa, Kinaaa! Gue seneng banget! Gue harus syukuran kalaubkaya gini." kata Lisa dengan hati yang berbunga - bunga.

Kina memutar bola matanya malas. Sahabatnya itu selalu melebih - lebihkan sesuatu jika berkaitan dengan Fero. Iya. Kakak kelasnya kelas sebelas IPS 1 yang terkenal bebal itu. Siapa lagi yang namanya Fero kalau bukan Fero yang itu.

Pretending Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang