"Sekarang aku mengerti. Bahwa status tak menjamin sebuah perasaan tumbuh diantara kita."
°°°
Fero tengah berjalan santai di lantai koridor sekolahan. Sepi sekali perasaan. Bagaimana tidak sepi, kalau saat ini masih jam pelajaran. Dan Fero sudah bolos saja. Sendirian pula.
Tadi, Gilang dan Rizko ingin ikut membolos. Tapi, mereka teringat kalau mereka harus mengikuti ulangan susulan mata pelajaran Geografi. Fero itu memang bebal. Tapi kalau urusan mata pelajaran geografi dan bahasa inggris, dia jagonya.
Lalu matanya tak sengaja menangkap siluet seorang yang sangat dikenalnya. Dengan senyum yang terukir, serta perasaan senang tak terkira, ia mendatangi orang tersebut. Tapi sebelumnya, ia berlari ke kantin untuk membeli sebotol air mineral.
"Haus, ya?" tanya Fero.
Orang itu langsung mengalihkan pandangannya pada Fero. "Fero? Ngapain disini?" tanya orang tersebut.
"Lihatin lo olahraga. Lo pasti capek banget. Nih, buat lo, Ney!" Fero langsung menyodorkan sebotol air mineral dingin yang tadi sempat dibelinya dari kantin pada Neyla.
"Cieeee!" pekik orang - orang alias teman - teman Neyla lainnya, yang melihat adegan tersebut.
"Apaan, sih, kalian!" kata Neyla ketus, namun dengan senyuman. Malu - malu tapi mau sepertinya. "Btw, makasih ya, Fer " lanjutnya sambil menerima air mineral dari Fero, kemudian meminumnya sedikit - sedikit.
"Iya. Apa sih yang enggak buat lo, Ney. Buruan diminum. Keburu Pak Faisal lihat." balas Fero.
"Dasar, lo!" Neyla menepuk jidat Fero. "Dasar jenong!" lanjutnya sambil terkekeh karena melihat Fero yang mengusap - usap jidatnya.
"Jahat lo! Gue tau kalau jidat gue itu lebar. Tapi jangan diperjelas juga kali." balas Fero, namun dengan kekehan.
Fero membalikkan badannya, dan tatapannya langsung bertubrukan dengan mata cokelat gelap milik seorang gadis.
Ya, gadis yang saat ini berstatus sebagai pacarnya. Namun Fero langsung memutuskan kontak tersebut. Entah kenapa, berlama - lama melihat Lisa, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia pun tak tau apa itu. Dan Fero selalu saja beranggapan, hal itu adalah sebuah rasa bersalahnya.
Tapi tunggu, kenapa disana ada Rafly? Sepertinya ia sedang berbincang dengan Lisa. Mereka saling kenal? Bukannya Rafly itu jarang membaur kalau dengan adik kelas perempuan? Kenapa malah mereka seperti orang yang sudah lama kenal?
Terbukti dengan keduanya yang malah bergurau. Ya, Fero melihatnya. Lagi - lagi ada yang aneh dengan dirinya. Sulit untuk didefinisikan. Ada sesuatu yang membuatnya—sedikit—tidak terima melihat Lisa tertawa dengan ringan.
Namun buru - buru Fero menepisnya. Kenapa ia malah peduli? Bukankah itu bukan urusannya? Kenapa dia harus repot - repot memikirkan mereka.
"Kenapa gue mikirin mereka sih?" gumam Fero.
"Lo kenapa, Fer?" tanya Neyla yang mendengar gumaman Fero.
"Hah? Enggak apa - apa." balas Fero.
Neyla tahu. Sangat tahu. Kalau disana, Lisa sedang bersama Rafly. Dan itu membuat tekad Neyla tak terbantahkan lagi.
"Tunggu tanggal mainnya, Lis." batin Neyla.
"Btw, lo gak pelajaran, Fer?" tanya Neyla.
"Lo gak liat kalau gue lagi bolos? Gue bwla - belain nih, bolos demi mau lihat lo olahraga." balas Fero.
"Bolos terus, lo! Kapan pinternya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretending Love [END]
Teen Fiction[Selesai Revisi] Alfero Mananta adalah seorang badboy yang digandrungi siswi - siswi SMA Jaya Sakti. Kalau kata orang, fisiknya itu sempurna. Tapi Fero bukanlah orang sempurna. Didalam, Fero mempunyai banyak masalah. Terutama masalah dengan kedua ga...