Chapter 5 : Nelya lagi?

4.4K 214 0
                                    

"Lagi lagi harus ku akui. Kalau aku memang tak memiliki tempat terindah dihatimu. Aku tetaplah aku yang tak pernah kau kenal. Aku tetaplah aku dari sekian orang yang ada dikehidupanmu, yang ada di urutan terakhir."

°°°

Mungkin benar apa kata orang - orang. Bahwa hari senin itu adalah hari paling melelahkan daripada hari - hari biasanya. Sama seperti pendapat Lisa. Hari ini sangat - sangat padat sekali jadwalnya. Andaikan dia yang jadi kepala sekolah, mungkin ia akan meliburkan siswanya setiap hari senin.

Dari yang harus berangkat pagi - pagi sekali, karena sekolah setiap hari senin masuk pukul tujuh kurang limabelas menit. Ditambah upacara bendera yang menurutnya sangat lama sekali, padahal hanya empat puluh lima menit. Apalagi kalau cuaca sedang panas. Pasti dia akan berkeringat banyak dan itu sungguh tak enak. Baunya sangat mengganggu membuatnya bisa menghabiskan dua botol parfum selama seminggu. Boros sekali. Uang sakunya bisa - bisa habis hanya untuk membeli parfum.

Bukan hanya itu saja. Kelasnya, setiap hari senin mendapat jadwal olahraga. Sudah terbayang kan? Bagaimana rasanya olahraga saat matahari berada tepat diatas kepala? Lisa masih sayang kulitnya astaga. Meskipun sudah hitam, tapi masa harus jadi makin hitam. Kan tidak keren sekali.

Penderitaannya tak sampai disitu saja. Ia juga harus mengikuti ekstrakulikuler paduan suara setiap pulang sekolah. Terkadang Lisa tak habis pikir, kenapa hari Senin itu harus ada? Kenapa harus sebanyak ini jadwalnya? Kenapa tak diganti hari lain? Misal hari bebas dari pelajaran matematika, mungkin. Tapi sepertinya terlalu panjang dan terlalu tak mungkin sekali.

Seperti saat ini, kelasnya sedang berolahraga di lapangan basket outdoor sekolahnya. Matahari benar - benar sedang berada di atas kepala. Panas. Jika keadaan seperti ini, Lisa sangat malas untuk mengikuti olahraga. Apalagi, materi saat ini adalah lari cepat. Sungguh, rasanya Lisa ingin mati saja. Badan yang berkeringat hingga membuat tibuhnya harus basah karena keringat, lengket, bau dan-Lisa tak bisa membayangkannya.

"Kin, gila ini, mah! Gue gak kuat ini! Panas banget! Tega - teganya Pak Faisal nyuruh kita olahraga di lapangan outdoor! Mana disuruh lari lagi! Gak kasihan emang sama kita? Kalau kita jadi cacing kepanasan emang dia mau tanggung jawab bayarin BPJS kesehatan kita?" gerutu Lisa sambil mengipas - kipas dirinya dengan tangan. Sebal sekali rasanya. Ingin sekali Lisa berendam dalam air es.

"Iya. Doi mah suka ngawur kalau nyuruh kita olahraga! Gak sekalian aja kita disuruh olahraga di atas rooftop biar kita jadi daging bakar! Biar jadi steak sekalian terus dijual di kantin." sahut Kina tak kalah sebal dari Lisa.

"Ehhh! Kalian bisanya ngeluh aja! Kaya gue dong, selalu terima apapun yang Pak Faisal suruh! Murid teladan kan, gue. Jelas, lah." timpal Yuma.

"Yeeeee! Itu mah lo-nya aja yang mau deket - deket sana Pak Faisal terus. Kalau gue sih, secakep - cakepnya Pak Faisal, kalau disuruh kaya beginian, gue tetep gak mau! Mau ditaruh mana muka cantik bin unyu gue. Bisa - bisa kulit mulus nan halus putih bersinar gue ini jadi kusam hitan dan penuh noda. Sorry, gue masih sayang sama kulit gue." sahut Kina sambil mengipas - kipaskan tangannya.

"Bener banget. Gue lebih milih dihukum bersihin toilet daripada disuruh panas - panasan kaya begini. Bisa - bisa gue pingsan di tengah lapangan. Amit - amit, lah. " Lanjut Lisa.

"Ihhhhh! Tapi Pak Faisal emang ganteng kan? Gue sampai ngefans gini. Siapa sih, guru di sini yang paling ganteng? Jawabannya ya, Pak Faisal." Kata Yuma.

Pretending Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang