"Ternyata perasaan itu semakin lama semakin mengembang. Tanpa bisa ku cegah, apalagi untuk ku hentikan. Itu terlihat mustahil."
°°°
Fero berjalan santai melewati koridor SMA Sukmawati yang mulai sepi karena bel baru saja berbunyi lima menit yang lalu. Sudah terlalu biasa Fero berangkat mepet jam masuk. Kadang bahkan dia terlambat.
Pandangannya menangkap siluet seorang yang sangat dikenalinya. Fero pun mengikutinya sampai di loker siswa kelas sepuluh. Kebetulan sekali omong - omong karena Fero juga tengah mencari orang itu.
"Ngapain?" katanya santai sambil bersandar di loker lainnya dekat dengan perempuan itu. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana abu - abunya.
"Fero? Ngagetin aja lo! Gue kira siapa." balas perempuan itu agak terkejut sambil menepuk lengan atas Fero dengan buku paketnya yang cukup tebal.
"Akh! Sakit, Ney. Lo mah masa main nabok aja. Pake buku paket setebel itu lagi! Kalau tangan gue patah gimana." aduhnya sambil memengang tangannya yang terkena pukulan Neyla.
"Lo sih! Pake acara ngagetin segala!" balas Neyla sebal.
"Gak apa. Kan gue kangen sama lo. Gue kan jarang - jarang ngagetin lo kaya gini." katanya dengan cengiran khasnya yang membuat Fero terlihat sangat manis. Tapi tidak bagi Neyla. Fero tetaplah Fero. Tak ada yang manis. Tak ada yang tampan. Hanya Fero yang selalu melindunginya
"Apa? Jarang? Jarang lo lakuin sejam sekali kan maksudnya? Lo aja setiap hari selalu ngintilin gue. Bosen gue lama - lama." balas Neyla dengan kekehan khasnya. Manis. Cantik. Apalagi yang kurang dari Neyla? Populer? Sudah pasti. Pintar? Jangan tanyakan lagi.
"Ya itu maksudnya. Ngintilin lo itu kan sekalian gue buat ngelindungin lo." balas Fero.
"Ada - ada aja, lo. Oh iya, Fer. Handphone lo kemaren ketinggalan di rumah gue." kata Neyla lalu menyerahkan benda persegi tipis berwarna hitam itu.
"Nah! Ini yang gue cari - cari dari kemarin. Gue kira hilang, ternyata ketinggalan di rumah lo. Ya udah. Makasih, Ney udah mau balikin." kata Fero.
"Yau gue balikin lah! Buat apa juga gue simpen. Gak ada gunanya juga ponsel bobrok kaya gitu." gurau Neyla. Bobrok darimananya kalau itu adalah ponsel keluaran terbaru.
"Siapa tau lo mau simpen, terus pas tiap malem lo liatin terus hp gue buat meredakan rasa rindo lo pada gue?" balas Fero sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Iyuh! Kaya gak ada kegiatan lain aja. Mending gue liatin mimiperi daripada liatin hp lo." kata Neyla menampilkan wajah jijiknya.
"Iya deh iya, yang adeknya mimi peri mah, beda." balas Fero.
"Ihh! Rese, ya!" kata Neyla. "Oh iya, lo gak mau buka tuh hp?" tanya Neyla yang melihat Fero malah memasukkan ponselnya kedalam saku celananya tanpa memeriksanya terlebih dahulu.
"Buat apa?" tanya Fero heran.
"Siapa tau ada yang nelpon lo kemaren, atau ada yang sms gitu? Lo kan orang sibuk." tanya Neyla.
"Gak lah. Emang siapa yang telpon atau SMS gue? Palingan juga operator." balas Fero
"Dasar jomblo karatan. Ya udah. Gue balik ke kelas dulu. Kayaknya bentar lagi Pak Karman masuk. Dadah!" pamit Neyla.
"Dadah!" balas Fero.
Fero pun tersenyum tipis melihat Neyla yang agak kesulitan membawa beberapa buku paket yang tebal - tebal. Lalu ia memutuskan untuk pergi ke ruang musik. Lumayan, buat mendinginkan pikirannya. Daripada harus mengikuti pelajaran matematika yang menurutnya buat apa menghitung, kalau IPS adalah jurusannya anak yang suka menghapal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretending Love [END]
Teen Fiction[Selesai Revisi] Alfero Mananta adalah seorang badboy yang digandrungi siswi - siswi SMA Jaya Sakti. Kalau kata orang, fisiknya itu sempurna. Tapi Fero bukanlah orang sempurna. Didalam, Fero mempunyai banyak masalah. Terutama masalah dengan kedua ga...