08
Kerumunan orang terlihat di kejauhan. Satria memilih untuk menunggu di bawah pohon dekat pematang sawah sambil menunggu Bli Wayan.
Bli Wayan ada di dekat pintu rumah, menyambut yang datang, juga membesarkan hati para kerabat ataupun tetangga. Ia sesekali mengusap peluh—juga mungkin air mata yang turun. Tentu berat, sebab yang meninggal adalah sahabat juga teman sejawat yang dikenalnya sedari dulu.
Mengusap wajah kasar, Satria pergi ke arah toko kelontong di ujung jalan. Ia pergi membeli teh botol dingin lalu mendesah lelah di atas kursi anyaman depan toko.
Peristiwa bunuh diri belakangan terjadi di sekitar Gianyar. Diawali dengan meninggalnya pengusaha minimarket di rumahnya, lalu dilanjut dengan wiraswasta kerajinan tangan. Ada beberapa kejadian yang hampir terjadi, namun berhasil dicegah sebab keluarga lebih cepat menyadari. Penyebabnya sama, bunuh diri. Korban yang selamat, saat ditanya hanya diam ataupun berjiwa kosong. Tak merespon, layaknya mayat hidup.
Saat ia menyeruput, ponsel pintarnya bergetar pelan di saku celana. Mengeluarkan lalu memeriksa layar, alis hitamnya terangkat saat lihat nama peneleponnya. Menggeser tombol hijau di layar sentuh, Satria menyengir lebar, "Tak biasanya kau menelepon, Kompeni. Apa hari ini hujan badai turun mendadak?"
Geraman kesal terdengar di seberang, Satria menahan cengiran juga kikikkan senang.
"Kututup kalau sikapmu masih menyebalkan, Indië."
"Silakan, aku tak keberatan, Kompeni."
Jeda sebentar. Suara berat dengan gerutuan kecil seorang pria di seberang buat Satria tersenyum kecil. "Ada apa, Dirc?"
"... Kau baik-baik saja?"
Mengangkat alisnya, Satria menyandarkan punggung di tembok toko. "Tentu saja, Bodoh! Kaupikir siapa aku?"
"Nada pongahmu biasanya berarti berbeda. Kutanya sekali lagi, kau baik-baik saja?"
Bibir ditekuk ke bawah. Raut muka pemuda sawo matang berubah kecut. Pria itu seperti biasa tak bisa dibohongi akal bulus. "Yah, begitulah. Ada gemuruh di dada yang buatku tak nyaman. Di Jakarta saja sudah terasa, apalagi saat aku menginjakkan kaki di Bali. Rasanya alam mengejek ketidakberdayaanku bertepatan dengan gunung Agung meletus."
"Indië ...."
"Oh, jangan mengasihaniku, Kompeni. Kalau mau mengasihani, bersikaplah itu dari zaman penjajahanmu dulu. Simpatimu tak berguna sekarang, kautahu?"
Decak kesal terdengar kencang. Satria bahkan tak menutupi tawa terbahaknya saat menggoda pria di seberang. "Tenang saja, Dirc. Kasus ini bisa kuatasi langsung. Setidaknya yang bisa menghadapi nenek moyang juga penunggu secara langsung hanya diriku, bukan?"
Dengkusan serta nada terhibur mengumandang di suara berat. Satria mengerutkan alis ketika respon sepele ia dengar. "Fuh, kau dan alam mistismu. Sampai sekarang aku tak mengerti hal supranatural yang kaulakukan seperti halnya Engeland itu," ucap sang pria.
"Jangan samakan aku dengan si Bule yang sok tahu masalah rendang itu, ya! Hei, masak scone saja dia gosong, sok sekali mengoreksi masalah rendang anakku! Kusantet dia sembelit 7 tahun 7 bulan tahu rasa!"
"Oh? Tapi karena itu kau juga akrab dengan saudaramu, bukan? Siapa dia? Maleisië?"
"Humph! Hanya sesekali. Nanti Agustus juga dia berlagak lagi. Biarkan saja dia!" Satria bersungut kesal. Walau tak melihat, dipastikan pria di seberang menggelengkan kepala.
"Lalu, ada kejadian apa di sana?"
Sejenak Satria terdiam. Ia menyeruput teh botol yang tak bersisa. Suara seruput nyaring terdengar hingga nenek penjaga toko menengokkan kepalanya. Pemuda itu pun menaruh botol di sebelah yang kini ia memposisikan duduk bersila. "Banyak ... keanehan yang terjadi."
Dirc masih diam menunggu pembahasan selanjutnya. Satria pun menghela napas panjang. Mendadak pikiran kembali membebaninya. Ia menyipitkan mata kala cahaya sore hari berkilau ke arahnya.
"Kasus bunuh diri banyak terjadi di Gianyar. Tepatnya setelah gunung Agung meletus. Keputusanku benar adanya segera bertandang ke sini. Syukurlah izin langsung kudapat dari pak Joko. Telat sedikit, mungkin aku lebih lama pergi ke sini sebab harus lewat jalanan darat."
"Bunuh diri? Polisi sudah memeriksa?"
Satria merapatkan bibir. "Beberapa kasus diperiksa kepolisian. Namun beberapa kasus ditenggelamkan sebab permintaan keluarga. Lagipula selain karena cara meninggalnya dengan bunuh diri ... bukti tak mengarah kepada siapa pun. Alibi keluarga juga tetangga termasuk kuat. Kemungkinan terbesar memang mereka bunuh diri sendiri atas dasar tekanan hidup."
"Dan kau percaya?"
"Tidak, Kompeni Sialan. Rasanya seperti berjalan di gang buntu, padahal petunjuk ada di atap rumah tertinggi tepat di depan gang. Ingin kudobrak tapi tak kuasa. Aib masih berlaku bak penyakit berbahaya. Satu-satunya cara adalah lebih memperhatikan warga juga intuisiku," tersenyum kecil, Satria memandang langit penuh ketertarikan, "ah ... mungkin juga dengan pemuda menarik dan sahabat pengintilnya."
"Hmm? Anak dari keturunan pengkhianat itu?"
"Jangan sebut dia pengkhianat, Sialan. Dia berjasa menyelamatkan anakku kala itu."
Dirc tak menghiraukan. Ia memilih untuk menggumam kecil lalu bertanya, "Apa dia bisa membantumu?"
"Bisa. Darah yang mengalir di dirinya bukan keturunan biasa. Aku kenal dan aku mengetahuinya sedari ia kutemui di bandara. Tentu dengan sahabat besar yang mengikutinya ke mana-mana."
"Sahabat? Jangan bilang ia juga keturunan mistismu."
Mengerutkan alis, Satria bersungut, "Kenapa kau begitu tak suka dengan hal supranatural? Mengingatkan pada kekalahanmu, Kompeni?"
Tak ada respon dari seberang, Satria berdiri dari duduknya ketika lihat Bli Wayan melambaikan tangan dari kejauhan. Ia mengangguk lalu menegaskan suatu hal, "Dirc, dengar. Sebelum ajal, berpantang mati. Aku tak akan menyerah semudah itu, kautahu. Kasus ini akan kuselesaikan secara langsung. Tak akan kubiarkan kasus ini lebih dari yang sudah terjadi."
"... Seperti kau bisa mati semudah itu, Indië. Tubuhmu mati kalau pulaumu runtuh."
Satria terkekeh geli. Dipandangnya langit senja yang menyinarkan sinar oranye indah. "Kutunggu kau di sini, Dirc."
Tak ada jawaban yang didengar. Sambungan telepon terputus ketika Satria mengembalikan botol juga membayar. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu diembusnya pelan.
Ia tak akan membiarkan kasus ini berlangsung lama.
.
.
Engeland : Inggris
Hints siapa Satria dan Dirc : Silakan cek Lieve Indie di story saya. (((iya qaqa saiah iklan qaqa))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Barong
FantasíaSejak kecil ia bisa melihat 'mereka'. Mereka adalah sang penunggu. Mereka yang terus menerus mengintilinya. Mereka yang diam namun seakan ingin mengucap. Termasuk kini, saat ia berdiri di bandara internasional Ngurah Rai. Di hadapannya, sosok penu...