23

368 101 4
                                    


23.

Soera menatap tajam ke arah Barong.

Keduanya saling berhadapan di atas ranjang. Soera dengan kotak obat di sebelah, Barong dengan tubuh besarnya. Mata hijau itu terus menatap—mengamati Barong dengan penuh ketelitian.

Kemarin, ia bisa merasakan apa yang dirasakan Barong selama ia mengemban tugas sebagai penanda bencana.

Ingatan demi ingatan masuk ke dalam pikiran. Bahkan perasaan Barong saat melihat semua kejadian pun turut ia rasakan. Satria bilang itu adalah sinkronisasi yang terjadi antara mereka. Kombinasi latihan fisik juga meditasi yang buat mereka bisa sepadan.

Mungkin teorinya adalah sama dengan apa yang ia rasakan saat Barong melawan Rangda. Jika mereka bersinkronisasi secara penuh, ia bisa melawan dengan fisik, juga melukai lawan. Akan tetapi ... mengapa ada perbedaan saat Barong melawan Rangda dengan perang puputan hingga sekarang?

Saat melawan Rangda, Barong memiliki fisik penuh yang bisa melukai musuh ataupun melindungi Sadewa dari serangan. Sementara saat perang juga tragedi, Barong seakan sama dengan wayang. Tak bisa melindungi, mencegah, ataupun melakukan suatu hal.

Soera bersedekap.

Jika diingat-ingat, Barong pun memperhatikan gadis saat perang puputan. Tanpa omongan ataupun apa, mendadak ia meloncat menghampiri sang gadis seakan ia ingin merasukinya. Alis cokelat Soera terangkat. Apakah ... apakah Barong saat itu memiliki koneksi dengan sang gadis? Sama seperti dengan dirinya? Sialnya, belum sempat ia merasuki, gadis itu telah meninggal tepat di depan kedua mata.

Jika saja Barong bisa merasuki gadis itu ... apakah ada sesuatu hal yang akan terjadi? Seperti, ia bisa membantu penduduk kerajaan untuk menyerang Belanda dengan menggunakan fisik gadis yang memiliki koneksi dengannya. Setidaknya kekuatan Barong sendiri mampu mengalahkan musuh, walau tentu dengan kekuatan minim sebab fisik yang dirasukinya adalah manusia.

Kini Soera menengadah, kembali memperhatikan Barong yang menelengkan kepala.

Mungkin pertanyaan apa perbedaan saat perlawanan dengan Rangda itu memang tak bisa dijawab olehnya. Akan tetapi, setidaknya kini ia memiliki jawaban atas seperti apa sinkronisasi yang akan dilakukan dengan Barong nantinya.

Menganggukkan kepala, Soera turun dari ranjang. Ia meregangkan tubuhnya, menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan. Ia pun berbalik dan memandang Barong yang juga turun dan mengintilinya dengan perlahan.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa bersinkronisasi denganmu secepat kilat. Tetapi, aku akan berusaha untuk bisa bersatu denganmu. Setidaknya, kita memiliki Rangda yang harus kita basmi agar tak berbuat lebih dari ini, bukan, Barong?"

Gemerincing kaca yang menjadi jawaban. Kepala besar itu mengangguk-angguk, dengan badan panjang yang bergerak-gerak mengelilingi kamar. Tersenyum kecil, Soera pun membuka pintu dan berjalan ke arah tangga menuju bawah.

Saat telapak kaki menyentuh tangga, ada hawa tak enak yang dirasakannya. Aura berat—hitam yang terasa dari atas tubuhnya.

Sontak ia mendongak, menatap ke arah sesosok makhluk berbulu putih yang mengawang di angkasa. Mulutnya yang besar dengan taring tajam bergerak-gerak. Mata merah itu membelalak seakan mengancamnya tanpa kata.

Belum sempat ia segera menuruni tangga, mendadak dari belakang ada sesuatu yang mendorongnya.

Dengan gerakan pelan, Soera berbalik menatap ke arah belakang. Mata hijaunya membelalak.

Ayu, tunangan Wayan, tersenyum manis di puncak tangga. Wajahnya berseri, seakan mendapatkan sesuatu yang diinginkannya dari lama. Soera hanya bisa menatap, tak bisa membuka mulutnya. 

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Sebab dorongan kecil, tubuh Soera terjatuh berguling ... tergeletak di lantai bawah. Mata hijaunya masih bergerak-gerak menangkap sosok yang ada di puncak tangga. Takut jika ia salah melihat. 

Sialnya, sosok Ayu masihlah ada. Dengan anggukkan kecil ke arah Rangda di dekatnya. 

Pandangan Soera menggelap. Perlahan-lahan, ia hanya bisa memejam mata.

.

BarongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang