MEET BACK

50 24 68
                                    

Back To Rachel POV

"Rash." Panggil Dylan. Aku menatapnya datar tanpa melepaskan novelku.

"Bagaimana cara membuat warna ungu?" Ucapan Dylan membuat kami bertatapan beberapa lama. Aku pun beranjak dari sofa dan mengambil cat lukisnya. Lalu mencampurkan warna biru dan merah.

"Kau ini adalah putra dari pembunuh kelas kakap tapi kau mau malah sibuk melukis singa." Ucapku sarkas.

"Itu harimau." Balas Dylan tak terima. Ck,apapun itu aku tak peduli.

"Terserah." Balasku singkat. Aku pun kembali merebahkan tubuhku di sofa.

"Aku tidak ingin menjadi sepertinya." Ucapan Dylan membuatku mengernyitkan dahi. Apa sebaiknya kutanyakan saja hal yang membuatku penasaran?

"Hei,bisakah kita bicara serius?" Pintaku padanya. Dia mengernyitkan dahi lalu mendekatiku.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Aku memang bersedia membantu kalian tapi..." Perkataanku langsung dipotong dengan suara decihannya.

"Ck. Tapi apa! Sean sudah di sana beberapa bulan ini. Jangan bilang kau masih ragu!" Aku menatap bocah ini kesal saat dia membentakku.

"Aku belum selesai bicara! Dengarkan dengan benar,bocah!" Aku langsung balas membentak. Dia pun menatapku tajam.

"Bagaimana jika kakakmu tiada?" Tanyaku to the point. Ayolah,kami sudah dewasa. Tidak perlu saling menjaga perasaan.

"Aku sudah pernah memikirkan itu. Kurasa ada dua kemungkinan dimana keberadaannya. Pertama,ayah telah melakukan uji coba padanya. Kedua,dia telah dijadikan pembunuh. Aku hanya berharap dia bisa bertahan hidup." Ucapannya membuatku sedikit simpatik. Kemungkinan yang mana pun tetap sangat menyedihkan. Bajingan tua itu harus membayar semuanya.

"Berarti kau sangat yakin dia masih hidup?" Tanyaku memastikan.

"Ayah bilang dia adalah aset berharga." Ucapan Dylan membuatku semakin kesal. Apa pak tua brengsek itu menganggap anaknya sebagai benda! Dia benar-benar sinting!

Drrtt... Drrtt...

Aku mengernyitkan dahi mendengar ponselku bergetar. Aku pun langsung mengambilnya. Senyuman tipis menghiasi wajahku saat melihat nomor tak dikenal.

"Rash,ini aku." Benar dugaanku ini adalah Sean.

"Syukurlah kau baik-baik saja." Ucapku tulus.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Hari ini misi pertamaku dimulai. Sekarang temui aku di minimarket persimpangan St.Louis." Jelasnya. Aku mengangguk mengerti.

"Aku segera ke sana." Balasku lalu menutup teleponnya.

"Kau akan kencan?" Pertanyaan Dylan kembali menyadarkanku dengan keberadaannya. Aku menarik nafas kasar lalu menjawab perkataannya.

"Berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak." Ucapku padanya.

"Baru saja kau menampakkan wajah kegirangan setelah mendapat telepon dari kekasihmu." Goda Dylan. Aku menggeleng melihat perilakunya.

"Ck,sudah kubilang berhenti mengatakan hal yang tidak-tidak." Ucapku lagi. Aku pun berjalan menuju kamar untuk bersiap.

"Jangan terpengaruh dengannya. Dia masih tidak bisa melupakan kakakku." Aku menghentikan langkahku saat mendengar perkataan Dylan.

"Aku tidak peduli." Balasku. Siapa juga yang berharap pada laki-laki itu?

***

Brak!

DESIRE TO SAVE 1- THE CRUEL WORLD (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang