Chapt 1 - Shila Albratha

25.8K 1K 152
                                    

Aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku pasti bisa memunculkannya..

Tik.. tok.. tik.. tok..

Dentingan jarum jam semakin menambah larut malam itu, shila yang masih berkutat dengan dupa dan laptopnya.

Sedaritadi siang ia telah membaca banyak artikel yang mengajarkannya cara memanggil setan, mulai dari membakar dupa, meletakkan kursi di depan cermin besar, hingga mematikan seluruh ruangan dan hanya menyisakan nyala api kecil untuknya.

Tapi nyatanya semua sia-sia saja, mungkin itu hanya mitos kacangan yang sengaja di tulis untuk meramaikan artikel tersebut. Agaknya shila mulai menyerah, ia merebahkan tubuhnya di ranjang empuk, sesekali meniup-niup helai rambutnya yang jatuh ke bagian wajahnya.

Ini sudah cara kesekian ratus yang ku gunakan----pikirnya. Hayalnya menerawang jauh, mengingat semua kejadian yang pernah ia lakuka, mulai dari yang mainstream sampai yang extream.

Sejak kecil ia memang berbeda, ia sering merasakan hadirnya makhluk tak kasat mata, tapi tidak mentah-mentah bisa melihat, ia hanya bisa merasakan dingin tak wajar menusuk tulangnya, atau sekelebat bayangan yang lebih mendekati halusinasi yang menyita pikirannya.

Dari hari ke hari, ia makin penasaran dibuatnya. Terlebih saat neneknya meninggal, desas-desus di keluarganya mengatakan bahwa neneknya terkena santet. Akibat dari musuh bisnisnya yang iri hati.

Sejak itulah shila jadi semakin sering menduga-duga, seperti apa bentuk setan sebenarnya? Apa mereka bisa menyakiti manusia?

Ia bangkit lagi dari tempat tidurnya, kali ini sekali lagi mencoba mencari peruntungan, ia yakin masih ada cara untuk bisa melihat barang tak kasat mata itu.

"Menyisir rambut di tengah malam gelap, dihadapan cermin besar" ia membaca artikel itu dengan teliti.

Lebih dari itu, pikirannya menjadi lebih cemerlang, ia berencana akan menyisir rambutnya, membawa cermin besar esok hari di tengah kuburan dekat rumahnya, dan malam itu adalah Malam jumat..

**

"Kamu udah ga waras shil? Mau ngelakuin itu?" Lina mengerutkan keningnya, pikirnya tindakan shila benar-benar gegabah, bagaimana jika ada hantu yang serta-merta menemuinya, atau bisa lebih parah langsung menyeretnya ke dalam liang kubur.

"Ayolah, justru kalo menurut kalian itu berbahaya, berarti bagus dong. Selama ini aku udah nyoba banyak trik, mulai dari bakar dupa lah, main kura-kura buat liat tuyul lah, taruh kursi depan cermin lah, sampai main jelangkung yang katanya paling ampuh manggil setan, tetep gak muncul juga itu setan." Shila menjelas.

Untuk beberapa saat ia masih menyeringai, berharap ide buruknya, atau bisa disebut sangat buruknya itu disetujui oleh lina dan audri, kedua temannya yang kakak beradik itu.

Keduanya saling melempar tatapan, sembari mengaduk-aduk minuman masing-masing, berharap steffany jadi manusia yang normal-normal saja dan tak perlu se-merepotkan ini.

"Aku gak berani deh serius shil." Audri mengemukakan pendapatnya lebih dulu.

"apalagi aku."

"Yaelah, pada cemen banget sih. Kalo kalian gak mau nemenin aku, nanti kalo aku ketemu setannya dan pengen foto bareng siapa yang motoin?"

"Yaelah wefie aja." Timpal lina.

Shila mengerucutkan bibirnya, ia bukan tak berani pergi sendirian ke pemakaman, tapi rasanya akan tidak enak saja melakukan ujinyali sendirian, dan jika memang nanti setan itu muncul, ia takkan punya saksi untuk mendukung pernyataannya.

"Ajak gwen aja." Bisik lina.

"Gwen?"

"Iya, gwen. Dia kan punya temen setan gitu katanya." Audri menambah serius.

"Temen setan gimana dri?"

Mereka diam sejenak, sesekali sambil menyuapkan bakso yang sudah terhidangkan sejak tiga puluh menit yang lalu.

"Gwendiska.. seorang mahasiswi sistem informasi."

Audri bercerita panjang lebar, ia menjelaskan bahwa gwen kerapkali kesurupan saat duduk dibangku SMA, saat menjadi mahasiswi baru juga sempat ada tragedi yang mengejutkan. Gwen yang lelah menjalani masa-masa ospek tiba-tiba berteriak, memukul-mukul dadanya, mencabik-cabik rumput disekitarnya, lalu berkata bahwa namanya adalah ardio.

"Siapa itu ardio?" Shila menyela pembicaraan dengan nada sedikit berbisik.

"Katanya sih, ardio adalah kekasihnya. Yang meninggal setahun lalu."

"Kok bisa?"

"Kecelakaan pesawat, jasadnya gak ditemuin.. tapi arwahnya masih ada di deket gwen, makanya si gwen gak moveon-moveon."

"Ah masa gitu? Ini bukan dongeng hayalan kan dri?"

"Hayalan palamu benyong."

Shila mengusaikan pertanyaannya, ia bukan tak percaya dengan adanya setan, meski tak pernah secara langsung melihatnya, tapi ia sangat percaya barang tak kasat mata itu memang ada. Tapi kalau untuk hantu gentayangan yang terus mengikuti pacarnya, ia sedikit ragu. Karena bagaimanapun mereka telah berbeda alam, jelas ada batas yang akan membatasi antara keduanya. Meski ga semua orang memahami batas itu.

Tapi kalo dipikir sih, mungkin ada benarnya. Gwen yang cantik, putih, berambut panjang dan berhidung mancung, sudah jelas memiliki pesona luar biasa yang menyebabkan banyak lelaki menyukainya, ditambah dia termasuk salah satu perempuan yang masuk jajaran gadis yang patut diperhitungkan di kampus, sudah jelas banyak penggemarnya. Tapi kenapa dia masih jomblo?

"Oke, aku ke kelas gwen sekarang." Shila mengangkat tasnya begitu saja.

"Loh? Shil, baksonya abisin dulu. Shil, udah bayar kan shil?" Lina berteriak kepadanya yang berlari kecil.

"Udaaaaah.." sahut shila dari kejauhan.

MATI TUJUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang