Shila mengaduh sejadi-jadinya, menahan perih hingga peluh berkucur di dahinya, lelaki itu terus menancap-nancapkan pisaunya, berusaha menembus makin dalam flatshoes tipis milik shila, shila berpegang batang pohon pisang mencari apapun yang ada di hadapannya
"Bangsaaatttt!!!!"
Tangan kanan shila meraih batu besar, melemparnya ke arah lelaki itu, hingga ia tergelincir jatuh, shila bersyukur jalanan itu sedikit miring membuatnya mudah menjatuhkan pertahanannya, ia tak punya banyak waktu, menatap pisau yang masih tertancap di kakinya, dengan hati-hati ia mencabut pisau itu, merasakan perih ujung pisau yang benar-benar tertancap di kakinya, di sisi lain lelaki itu mulai bangkit, meraih sebongkah batu di dekatnya, shila mendelik.
Kakinya picang, ia tahan. Melangkah melewati bebatuan kecil yang membuat perih sobekan kakinya sampai ke ubun-ubun.
Ia memasuki mobilnya dengan cepat, melihat laki-laki itu bangkit, dan berusaha menyalakan kunci mobilnya.
"Brrmm!!"
"Jduarrr!"
Suara yang hampir bersamaan, beruntung shila berhasil pergi lebih dulu sebelum akhirnya batu itu memecah bagian belakang kaca mobil shila.
Perih dikakinya masih berdenyut-denyut, sepanjang perjalanan ia menggenggam apapun yang ada disekitarnya, berteriak untuk mengurangi rasa sakitnya, ia lupa bahwa wajahnya juga terluka, yang ia mau hanya pergi sejauh-jauhnya dari situ.
Shila berhasil lolos, lelaki itu sudah tak terlihat, mobil shila melaju kencang menuju rumah sakit yang tak begitu jauh dari kos milik gwen.
****
"Shilaaaaa!"
Gwen memekik histeris, langkahnya yang panik pun berhenti ketika mencapai ruangan shila, di susul abra yang langsung nelonyor duduk di samping shila.
"Kamu gapapa?"
Wajah shila pucat pasih, ia telah mendapatkan penanganan dokter, meski dengan susah payah harus berjuang sendirian dan baru menelepon gwen dan abra setelah selesai.
Abra megusap wajahnya, ia terlihat panik melihat kaki shila terbalut perban, geram menyeruak diseluruh tubuhnya, tangannya bergetar seolah ingin membunuh siapapun yang membuat shila begini.
"Aku gapapa.." kata shila tersenyum simpul.
"Aku gak bisa nolongin kamu, aku ngerasa bodoh banget."
Abra menundukkan kepalanya tepat di pinggiran ranjang shila, lelaki itu terisak tapi tak bersuara, hanya getar kecil di kepalanya membuat shila paham.
Gwen menatap keduanya, mata shila sayu, sebenarnya terror ini juga memberinya sedikit keberuntungan, yaitu bertemu abra yang sekarang sering kali membuatnya merasa terjaga.
"Aku baik-baik aja, ini cuma luka kecil. Tenang aja, aku kan kuat bra." Cubit shila pada tangan abra.
Tapi abra tak menggubris, ia hanya mengangkat kepalanya sedikit ke arah shila, tersenyum seadanya dengan mata yang masih sayu.
"Beruntungnya, kita jadi tau kalo terror yang sekarang itu manusia, bukan setan." Shila melanjutkan kalimatnya.
"Apa maksudmu shil?"
Ya, shila memang belum bercerita lengkap pada keduanya, ia hanya memberi kabar bahwa ia terluka, tapi tidak lengkap dengan kisahnya, meski abra dan gwen juga sudah paham siapa yang melukainya.
"Di-dia, auhh--" shila mengaduh, menahan perih yang sering kali datang seperti mencubitnya.
"Dia manusia gwen, orang yang berusaha ngebunuh aku itu manusia."
"Maksudmu? Dia bukan setan? Setan yang berusaha ngelukain kamu"
"Enggak gwen, sepanjang aku menuju rumahmu, mobilku sempat mogok, aku panik karena sejak di kos aku udah ngerasa diikutin."
"Terus-terus?"
"Dia cowok gwen, dia pakai penutup wajah dan jaket bertopi, aku gak bisa ngenalin. Tapi dia berusaha ngebunuh aku, bersyukur aku masih bisa ngehindar." Jelas shila dengan wajah setengah menaan perih.
"Jadi ini bukan lagi terror rumah SS?" Abra angkat bicara.
Semuanya terdiam.
"Aku gak tau apa hubungannya, tapi orang ini pengen ngebunuh aku bra, gwen.."
"Apa mungkin, dia pelaku pembunuh tujuh orang di minimarket SS?"
Shila terbelalak, jika dihubungkan memang ada benarnya, tapi apa hubungannya dengan shila?
"Kalo ada orang jahat yang berusaha ngebunuh kamu, nerror kamu sejahat ini, dia pasti udah ngelakuin itu dari dulu, tapi nyatanya kamu baru kan dapet terror? Ya pas ngusut minimarket SS itu!" Abra memulai pendapatnya.
"Bener itu shil, lagi pula ga mungkin kamu punya musuh kan? Kalopun ada, gak akan senekad itu.."
"Kamu bener gwen, bra. Tapi kenapa dia pengen ngebunuh kamu?"
"Itu simple!"
Abra bangkit dari duduknya, terlihat antusias ingin menjelaskan apa yang ia pikirkan.
"Semua sumber masalah ini adalah shila! Yang pertama kali ngajak gwen itu shila, yang datang ke minimarket SS itu shila, yang di terror arwah keluarga SS itu shila! Dan yang menemukan jasad tujih orang itu shila juga."
Shila dan gwen masih terdiam, berusaha mencerna baik-baik kalimat yang abra rangkai.
"Dan karena shila adalah kunci, shila adalah saksi untuk tujuh jasad yang ia temukan di minimarket SS, shila juga yang akan bersaksi untuk penyelidikan kepolisian.."
"Shila lah yang membuat identitas pelaku di cari polisi setelah bertahun-tahun lamanya.." gwen melengkapi kalimat abra sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...