Semuanya terlelap, hari itu mereka sangat lelah, pikirannya tersita oleh kasus yang amat menyebalkan itu. Beruntung shila memilih kamar dengan satu orang pasien saja, yaitu dirinya seorang, jadi banyak ruang untuk membiarkan teman-temannya menemaninya di rumah sakit, resiko anak rantau yang tak bisa menghubungi keluarganya untuk menjaga.
Shila..
Shilaaa..
Shila membuka matanya perlahan, suara itu terdengar jelas, seseorang memanggil namanya dari kejauhan.
Tepat pukul dua belas malam, begitulah yang shila lihat di jam dinding, ia masih tak beranjak dari kamarnya, mengingat kakinya masih belum sembuh betul.
Tok.. tok.. tok.. terdengar suara ketukan dari balik pintu.
"Si-siapa?"
Suasana malam itu benar-benar senyap, shila turun perlahan, dan berjalan terpincang-pincang membuka pintu.
Ia tak menemukan seorang pun disana, hanya suara angin yang membela lorong kosong di depan shila.
Shilaaaa..
Shilaaaa..
Suara itu kembali lagi, tepat sesaat shila akan menutup pintunya, ia melirik, seperti ada kepala seorang gadis yang mengintipnya di balik dinding dekat lift.
"Siapa disana?"
Shila melangkahkan kakinya, menahan perih yang membuatnya tak bisa berjalan lancar. Setiap langkah membawanya semakin dekat ke sumber suara.
Sekarang bukan suara memanggil nama shila lagi, tapi suara seorang gadis yang menangis sesegukan.
Shila masih terus berjalan, mencari dimana sumber suara yang ia dengarkan, matanya awas menatap setiap sudut rumah sakit.
"Bapaaak!! Bapaaaakkk!!"
Matanya terbelalak, entah darimana asalnya, dihadapannya kini terlihat pak broto dengan istrinya, ini seperti halusinasi yang mendekati kenyataan.
Bu broto menangis sejadi-jadinya melihat pak broto terkelepar di lantai, pak broto terus memegang perutnya, membalik-balikan badannya sembari sesekali menjambak rambutnya.
"To-tolongggg nak shilaaaa.. to-tolooooong.."
Sepasang suami istri itu tiba-tiba menatap shila, matanya merah menyala, terutama bu broto yang bangkit dengan penuh amarah, shila melangkah mundur, menghindari langah bu broto yang terus mendekatinya.
"Ini semua karena kauuu!!!!!" Bu broto berteriak, suaranya memekik dan berganti suara tawa kencang seperti kuntilanak.
"TIDAAAAK!!!"
Shila berteriak, ia bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran dari keningnya.
"Shila.." abra ikut terbangun mendengar pekikan shila.
"Kamu gakpapa shil?"
"Gakpapa bra, aku cuma mimpi buruk aja."
"Udah shil, tenang itu cuma mimpi."
Abra duduk di kursi dekat ranjang shila, memastikan bahwa keadaan shila akan baik-baik aja.
"Pak broto itu dibunuh bra, di mimpiku dia sekarat."
Abra masih terdiam, mendengar cerita shila tentang mimpinya.
Shila menerangkan semua yang ada di mimpinya, abra tak berani berkomentar banyak, karena baginya tidak mungkin mengambil kesimpulan hanya berdasarkan mimpi shila saja, kasus ini pun semakin hari menjadi semakin rumit, si pelaku terror mengerjakannya dengan sangat bersih, membuat ia kesulitan menemukan petunjuk tentang pelaku.
"Menurutku kita harus menjebak pelakunya." Abra menatap mata shila yang bulat.
"Gimana caranya?"
"Dari semua yang udah kita dapat, sebenarnya semuanya beruntun, dimulai dari kejadian pembunuhan di minimarket SS, ada seseorang yang memasukkan tujuh orang mayat dengan rapi ke dalam dinding, dan gak satupun orang di kampung itu menyadarinya." Abra mulai menjelaskan.
"Lalu maksudmu?"
"Shil, kalo dia masukin tujuh orang mayat ke dinding, itu artinya dia harus membuka hampir separuh dinding rumah itu, kalo itu dilakukan manusia normal, dia bakal makan waktu, bikin suara berisik karena harus hancurin dinding-dinding, belum lagi harus nutup dinding itu setelah dimasukin mayat, gimana caranya?"
"Iya itu bener, tapi siapa yang ngelakuin kalo bukan manusia?"
"Yang ngelakuin tetep manusia, maksudku ini pasti ide manusia, manusia gila tepatnya. Tapi pelakunya bukan manusia."
"Maksudmu setan?"
"Yap, setan, atau sebangsanya. Yang sengaja di undang untuk melancarkan caranya."
"Gila sih, emang sedendam apa sih dia ke keluarga SS sampe harus begitu?"
Abra mengangkat sedikit bahunya, sebagai simbol ia tak tahu menahu soal itu, shila mulai bersandar, mengingat kejadian beruntun tentang minimarket SS.
"Abra!" Shila memanggil dengan nada mengejutkan, seperti telah menemukan sesuatu dari renungannya.
"Bra, inget gak pas kita ke rumah pak broto, pak broto nyebut nama tuan oan shasimley.. sebelum dia minta kita sembunyi di kamar, pas dia cerita itu loh bra.."
"Iya aku inget, dia bilang keluarga Shasimley bukan pengguna ilmu hitam, terus dia bilang tuan oan shasimley, dan obrolan itu terputus saat dia nyuruh kita sembunyi di kamar.
"Bukan bra.. ini lihat."
Shila mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto pada album yang pertama kali ia dapatnya, delapan orang di dalam foto itu, dengan satu orang wajah di coret-coret.
"Keluarga shasimley kemungkinan memang pengguna ilmu hitam, tapi tidak semuanya, melainkan dia." Shila menunjuk foto pria itu, pria yang wajahnya di coret-coret dengan pena.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...