Rumah pak broto terlihat ramai, banyak penduduk sekitar yang ingin mengetahui kisah lengkapnya.
Sayup-sayup suara mereka terdengar nando, ia mendekat pelahan sembari berusaha senatural mungkin merekam semua kejadian lewat kameranya. Ia memutar kamera kesegala arah, suasana hari itu benar-benar tidak enak, bu broto terlihat amat malang, menangis meraung-raung kehilangan suaminya.
"Di-diaaa.... dibunuh.."
"Dia dibunuhhh.."Hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya, beberapa orang menatapnya, tatapan penuh luka.
Nando masih terus mengarahkan kameranya, sesekali memutar kameranya karena tak tega melihat wajah bu broto, ia terus mengarahkan kameranya ke jalanan, hingga ke semak belukar.
Siapa itu?-- nando melihat sekelebat bayangan hitam, lewat dan bersembunyi saat lensa kamera nando mengenai dirinya.
Nando menghentikan kameranya, ia yakin menangkap sesuatu disana. Ia kembali fokus, memutar video yang berhasil ia rekam, memang benar ada seseorang disana, dan itu manusia. Kakinya menapak tanah, memakai serba hitam dan segera pergi menghilang di semak belukar saat nando merekamnya.
Jantungnya berdegup, ia amat takut jika saja ada orang yang akan mengincarnya karena rekaman itu. Ia terdiam, kembali merekam suasana duka itu seperti wartawan yang lain, sesekali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berguna baginya kepada bu broto.
"Baik terimakasih bu.. semoga amal ibadah pak broto diterima di sisi tuhan, dan ibu dimudahkan jalannya untuk menerima kepergiannya." Kata salah seorang wartawan pada bu broto.
Nando tersenyum, ia menundukkan kepalanya sebagai bentuk rasa hormat kepada bu broto, memutar badan lalu sengaja pergi dengan kerumunan wartawan yang lain.
"Gimana ndo?" Sergap shila saat nando membuka pintu mobil.
"Sabar dong shil, biar nando duduk dulu." Kata abra menatap shila yang tak sabar.
"Sabar, sabar." Nando menutup pintu.
Seisi mobil merapatkan kembali tirai yang menutup mereka, mobil di parkir agak jauh agar tak ada seorang pun yang menyadari keberadaan merka.
"Jalan dulu bra, disini gak aman."
Sesuai perkataan nando, abra langsung menyalakan mesin mobilnya, berjalan meninggalkan rumah pak broto.
"Nih kalian liat sendiri.." nando membuka rekaman di videonya.
"Apa ini? Siapa dia?"
"Iya dia siapa ya shil?"
Shila dan gwen masih menatap jelas video itu, ada gelagat aneh yang mereka saksikan dari kepergian lelaki itu.
Bahkan saking penasarannya mereka harus berulangkali melihat, shila mengernyitkan dahi nya.
"Aku kayak kenal postur tubuhnya" kata gwen menambahkan.
"Siapa gwen? Aku gak kenal.."
"Tunggu."
Shila mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah foto lama milik keluarga SS, foto itu memang ia bawa kemana-mana , karena jika diringgal di kos ia takut akan kehilangan satu-satunya petunjuk.
"Ada miripnya gak sih?" Shila menunjuk salah satu wajah dalam foto.
"Gak keliatan shil.."
Shila memanyunkan bibirnya, hasil rekaman nando memang tak sebaik itu, tapi sekelebat masih ada garis wajah lelaki berbaju hitam itu yang dinilai mirip dengan seseorang di foto.
Mereka masih terus berjalan, melajukan mobil ke arah rumah sakit.
***
Setelah berhasil memasuki kamar rumah sakitnya dengan drama seperti saat berangkat, shila akhirnya bisa meletakkan tubuhnya yang lelah.
Semua keadaan disana aman-aman saja, masih sangat banyak teman-temannya yang berjaga.
"Jadi menurut bu broto, suaminya itu dibunuh.." nando memulai bercerita.
"Dibunuh gimana?"
"Gak ada keterangan yang bisa kita ambil dari bu broto, pokoknya dibunuh aja dia bilang. Dia sulit diajak komunikasi, nangis terus."
"Ooh gitu.."
Dari luar jendela, hujan mulai datang, shila gelisah, berulang kali ia memperhatikan rintik hujan, ada perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.
Ahh ini semua gara-gara aku---- batin shila bergejolak.
"Seandainya hari itu kita gak kerumah pak broto, mungkin dia gak akan meninggal sekarang, ini salahku." Kata shila.
"Gak ada yang salah shil, kita juga ga berniat bikin pak broto meninggal, semua diluar kendali kita."
Shila menghela nafas panjang, kalimat terakhir gwen ada benarnya juga, tapi tetap saja duka amat menyelimutinya.
Semua orang di ruangan itu terdiam, terlihat gelisah memikirkan kematian pak broto.
"Kita pasti bisa nemuin pelaku sebenarnya, ini udah bukan kasus hantu, ini kriminal namanya."
"Tapi gimana caranya? Pihak polisi bahkan gak bisa menemukan tanda-tanda kalo pak broto dibunuh, selain kalimat istrinya." Nando menatap abra erat.
"Bekas cekikan, atau apa mungkin?"
"Gak ada bra. Semuanya bersih, gak ada bekas cekikan, bekas sayatan, atau apapun. Polisi juga menyangka kalo kalimat bu broto didasarkan emosi, dia gak terima kalo pak broto meninggal."
Suasana kembalu hening, abra tidak berusaha menjawab keterangan nando, otaknya berfikir jauh, sejujurnya semua misteri ini telah menguras fikirannya, membuaynya lelah lahir batin.
"Aku percaya dengan kalimat bu broto." Mata shila menerawang kosong, bibirnya memberikan jawaban yang membuat semua orang di ruangan itu terdiam.

KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Terror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...