"Shilaaaaaa!!" Semua temannya memekik hampir bersamaan.
Shila masih mengaduh, menahan perih di sekujur tubuhnya, darah di beberapa bagian tubuhnya mulai menembus baju yang ia kenakan.
"Berhenti melukai shilaaaa!!!! Biadapppp!!!" Abra berteriak.
Seluruh urat di lehernya mengencang, ia tak tahan melihat shila terluka hebat, perih ditubuhnya membuatnya merintih dan menjerit.
"Hahaha. Hentikan aku kalau kau bisa."
Abra menyungut, ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah jordan.
"Jaga shila" ia membisik ketika melewati teman-teman yang lain.
Gwen, adhis, dan nando sudah bersiap di samping shila, menjaga pertahanan agar bisa memegang shila jika jordan akan melakukan aksinya itu.
"Selangkah lagi, akan ku buat shila menderita!"
Abra melangkahkan kakinya selangkah kedepan, berusaha tidak takut dengan apa yang jordan katakan.
Bruak!
Kali ini bukan hanya shila yang tersungkur, tapi juga tiga orang teman yang memeganginya. Abra benar-benar kualahan, ia tak diberi ruang untuk mengalahkan jordan.
"A-aku mohon berhen-berh-enti braaa..."
Shila sudah tak kuat menahan dirinya, rambutnya jatuh ke seluruh wajahnya yang baru saja jatuh tengkurap.
"Kau dengar kan kata shila?" Jordan melirik abra, menaikkan sebelah alisnya.
Sekarang ia duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Sambil menyulut rokok di bibirnya, menghembuskan asapnya beberapa kali, memberi jeda shila untuk bernafas sebentar.
"Kenapa kau sangat mengkhawatirkan shila? Kau pacarnya? Hahaha"
Abra masih terdiam, mencoba mencari cela dari semua yang dilakukan jordan, ia tak menggubris apapun pertanyaan jordan, tak ingin mengacaukan pikirannya yang sudah teramat kalut.
"Bediri shila cantik.." jordan kembali mengambil papan permainannya.
Membuat shila berdiri, dan melangkah. Abra tak kuasa, dia hanya mampu menatap langkah shila yang tanpa perlawanan.
Diluar sana gelap, kaki shila terus berjalan menuju balkon, balkon yang hanya berbatas pagar besi setengah pintu, membuat shila berusaha menahan tubuhnya untuk tidak kesana tapi gagal.
Kepala shila sudah menghadap ke arah luar balkon, pemandangan dari lantai enam yang membuatnya berteriak ketakutan.
"Hentikan! Hentikan jordan! Jangan!" Shila terus mengiba, berharap jordan masih punya sedikit perikemanusiaan untuk melepaskannya.
"Ucapkan selamat tinggal pada teman-temanmu."
Langkah jordan mendekat, berada di tengah ruangan, menatap shila yang ketakutan menyiapkan dirinya untuk terjun dari balkon.
Shila terus mencari semua temannya, berteriak meminta tolong untuk mereka melakukan sesuatu.
"Gweeeen!!" Shila berteriak, memberi kode dengan sedikit menggelengkan kepalanya.
"Selamat tinggal shila albra------"
"Jordaaaaaan!"
"Arghhhh!" Jordan memekik.
Ia menjatuhkan papan permainannya yang langsunh di raih oleh nando dan di masukkan ke dalam tasnya. Di sudut lain, abra menangkap tubuh shila yang hampir terjatuh dari balkon, meletakkannya di sandaran dinding, dan meminta adhis dan gwen menjaganya.
"Biadaaaap!!" Abra mnghampiri jordan.
Lelaki itu masih menahan perih di matanya, buram karena siraman merica bubuk oleh gwen.
Rencana darurat shila memang berhasil, ketika dia memberi kode barulah gwen sadar masih ada satu bantuan yang shila sediakan dari minimarket tadi, bubuk merica yang menyelamatkannya.
Pandangan jordan mengabur, tak bisa menatap abra dengan baik, ia hanya memekik kesakitan, merintih merasakan matanya yang panas. Ia berusaha meraih pistol di pinggangnya, tapi beruntung abra berhasil meraihnya, dan melemparnya ke arah gwen, pistol itu ditangkap sigap dan di masukkan kedalam tas gwen.
"Aku bisa membunuhmu sekarang, tapi aku akan membuat kau merasakan apa yang shila rasakan!"
Abra menarik kerah jaket jordan, dengan sekuat tenaga melemparkannya ke arah kursi-kursi tempat shila tersungkur.
Bruakk!
"Ini untuk semua terror yang kau sebabkan!"
Ia mengangkat tangannya, menonjok bagian mata jordan dengan kencang.
"Arghhh!" Jordan memekik, ia masih berusaha memegang kaki abra, menyeretnya hingga abra hampir jatuh.
Tapi abra membalikkan badan dan langsung menendangkan kakinya kuat-kuat ke arah wajah jordan.
"Dan ini untuk semua darah yang kau sebabkan ditubuh shila!"
Abra seperti orang kesetanan, ia menarik lagi tubuh jordan, menyeretnya dan menendangnya ke arah serpihan piring yang tadi menjatuhi kaki shila.
"Itu untuk rintihan shila hari ini!"
Abra meloncat dan dengan kedua kakinya menumpu di bagian perut jordan.
Jordan mengeluarkan suara seperti orang yang hampir muntah tertimpa kaki abra. Abra tidak perduli, wajahnya merah marah mengingat semua seringai jordan yang sombong kala menyiksa shila.
"Dan ini untuk tujuh orang anggota keluargamu yang kau bunuh dengan keji!"
Abra menarik kembali tubuh jordan, mendorongnya kearah tangga, hingga ia jatuh menggelinding ke tangga.
"Abra!" Adhis berteriak kaget.
Ia tak menyangka abra akan sekeji itu, tapi andai dia tau apa yang abra rasakan.
Gwen, dan nando menyusul ke lantai lima, sedangkan shila masih dilantai enam dijaga oleh adhis.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Terror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...