Lelah masih menyelimuti tubuhnya, mata shila terbuka perlahan, ia terbaring lemah di ruang kesehatan kampusnya, perlahan jari lentiknya menyentuh leher, masih ada bekas luka yang alan sebabkan disana.
"Aww.." ia mengaduh.
"Shila, kau sudah bangun?"
Shila mengangguk, menatap abra yang datang dengan segelas air putih untuknya, pikirannya masih menerawang terbang, ia menerima air itu dan meneguknya pelan-pelan.
"Bagaimana keadaan alan?" Tanya shila setelah meneguk hampir setengah air di gelas pemberian abra.
"Alan pingsan, dan sekarang dia dipulangkan, sejak tadi kamu dibawa kesini, dia marah gak karuan, terus pingsan, gwen dan yang lain membawanya pulang."
"Ohh gitu." Shila terdiam sejenak "menurutmu alan kenapa?" Tambahnya.
"Entahlah, tapi aku rasa ada seseorang yang memakai tubuhnya."
Kening shila mengernyit, dia memang tak mengenal abra dengan amat baik, tapi shila pernah mendengar bahwa abra adalah salah seorang yang mengerti tentang hal-hal seperti itu.
"Sini ku obati lukamu."
Shila menengadahkan kepalanya, membiarkan abra membersihkan lukanya dengan air dan kapas, lalu menambahkan obat merah pada guratan cakaran alan, peristiwa tadi masih terus mengitar di kepalanya, alan yang dengan sadisnya mampu mencekik lehernya, bahkan hingga kukunya berhasil membuat bekas luka di leher shila.
"Auuhhh.. pelan."
"Iya ini pelan kok."
Matanya berkaca-kaca, rasanya ia ingin pulang dan mengusaikan segalanya, kembali ke keluarganya tanpa ancaman dari para makhluk hidup itu, tapi ia tak bisa, tanggung jawabnya tetap ada di kota ini apapun resikonya.
"Shila, berhenti ikut campur apa yang bukan urusanmu."
Kalimat abra bisakah di hitung sebagai peringatan? Wajahnya nampak amat serius, apa ia tau apa yang shila lakukan? Entahlah, raut wajah shila menggambarkan kekhawatiran.
"Apa maksudmu bra?"
"Ada yang gak suka kamu main-main"
"Main-main apa?"
"Pikirkan aja." Abra berlalu meninggalkan shila di ruangan itu sendirian.
Kembali berbaring ke tempat tidur, hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang, semua tragedi itu sudah ada diluar nalarnya sebagai manusia biasa, sepertinya ia harus sedikit lebih waspada.
*****
Malam itu akhirnya shila bersikeras untuk pergi, meski mengalami beberapa penolakan dari gwen, ia tak perduli, baginya tak ada waktu yang tepat selain malam itu, malam jumat, malam yang sama dimana ia berujinyali minggu lalu, malam yang menjadi pengubah nasibnya itu.
"Ayolah gwen, kita kan berdua."
"Enggak shila, kamu emang cuma bakal lihat beberapa setan, tapi aku? Aku bisa ngelihat mereka lebih banyak."
"Tapi kan ga selalu gwen, inget gak? Malem itu kamu juga gak ngelihat apapun, bahkan kita gak ngelihat apapun, sampai comment di ig story itu yang bikin kita sadar ada yang salah. Yakan?"
"Tapi shil-----"
"Kalo kamu gak mau pergi, biar aku yang pergi!" Bentak shila serta merta mempertahankan pendapatnya.
Ia berjalan pelan, meninggalkan gwen yang diam mematung tak berdaya, dalam hati kecilnya masih berharap gwen akan mengikutinya, karena bagaimanapun nyalinya tak sebesar itu.
"Shilaaaaa" teriak gwen.
Berhasil! Gwen memang tipe teman yang setia, ia mengubah pikirannya untuk tak membiarkan shila sendirian malam itu.
Gwen setuju, mereka berjalan menuju mobil shila dan kemudian berlalu pergi. Cuaca mencekam malam jumat, juga udara dingin yang menusuk tulang shila, cahaya bulan dan bintang yang remang-remang menyinari semesta, mobil melaju tanpa kendala, berbekal sebuah senter yang shila dapat dengan menyalakan powerbanknya.
Ia memarkir mobil itu sedikit jauh, berjarak dari tempat minimarket SS, tepatnya lokasi mantan minimarket SS.
"Tempatnya sama shil, gak berubah." Gwen berbisik pelan.
Shila hanya mengangguk, mendapati tempat itu tetaplah sebuah bangunan tua seperti yang mereka lihat di siang hari.
Baru melangkahkan kakinya beberapa langkah saja, berhasil membuat bulu kuduk shila berdiri, bahkan ia beberapa kali menelan ludah untuk meyakinkan dirinya.
Aksi yang dibilang cukup nekad, jalan yang mereka anggap menjadi satu-satunya.
"Ayo gwen, bismillah gwen." Ucapnya.
Kakinya melangkah, memasuki rumah yang memang tak lagi memiliko daun pintu itu, shila melirik ke ruangan utama, seperti ruangan kosong yang mungkin dulunya adalah ruang tamu, ada sebuah lemari kayu besar yang dipenuhi debu.
Uhukk..uhukk..
Shila terbatuk-batuk, debu di sekitarnya benar-benar tebal, bahkan ketika ia membuka pintu lemari kayu itu, ia benar-benar harus menahan diri.
"Gwen, lihat ini.." ia menunjuk sebuah album foto pada gwen.
"Apa itu shil?"
"Entahlah.." shila meraih album foto itu, dan meniup debunya berulang kali.
"Album foto gwen." Tambah shila setelah melihat dengan benar.
PERGI DARI SINIIII!!
Shila tersentak, ia terjatuh karena kaget, mata keduanya terbelalak, persis di depan matanya ada sosok hitam besar dengan taring yang panjang, matanya melotot merah seperti seseorang yang marah.
-------------
Hallo, gimana nih yang baca sampe Chapt 10 ? Masih pada teka-teki ya? Sebenernya siapa sih yang nerror shila dan gwen ? Setan kah? Atau perbuatan ilmu hitamkah?
Baca terus ya! Karena tiap part akan ada teka teki nya terus..
Makin seru dan bikin berkeringat,
Cuplikan di bab selanjutnya adalah..
Bakal ada sesuatu yang bikin shila hampir celaka nih, apa ya kira-kira?Baca terus ya :)
Jangan lupa vote and comment sayangku❤
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...